Kamis, 15 Mei 2014

Transpirasi Tumbuhan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Dalam aktivitas hidupnya, sejumlah besar air dikeluarkan oleh tumbuhan dalam bentuk uap air ke atmosfir. Pengeluaran air oleh tumbuhan dalam bentuk uap air prosesnya disebut dengan transpirasi. Banyaknya air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan merupakan kejadian yang khas, meskipun perbedaan terjadi antara suatu species dan species yang lainnya. Transpirasi dilakukan oleh tumbuhan melalui stomata, kutikula dan lentisel. Disamping mengeluarkan air dalam bentuk uap, tumbuhan dapat pula mengeluarkan air dalam bentuk tetesan air yang prosesnya disebut dengan gutasi dengan melalui alat yang disebut dengan hidatoda yaitu suatu lubang yang terdapat pada ujung urat daun yang sering kita jumpai pada species tumbuhan tertentu. Sehubungan dengan transpirasi, organ tumbuhan yang paling utama dalam melaksanakan proses ini adalah daun, karena pada daunlah kita menjumpai stomata paling banyak. Transpirasi penting bagi tumbuhan  karena berperan dalam hal membantu meningkatkan laju angkutan air dan garam mineral, mengatur suhu tubuh dan mengatur turgor optimum di dalam sel. Transpirasi dimulai dengan penguapan air oleh sel-sel mesofil kerongga antar sel yang ada dalam daun (Wahab, 2013).
Tumbuhan, seperti juga hewan memiliki adaptasi evolusioner dalam bentuk respons fisiologis terhadap perubahan jangka  pendek. Misalnya jika daun pada tumbuhan mengalami kekurangan air, daun-daun akan menutup stomata, yang merupakan lubang kecil dipermukaan daun tersebut. Respons darurat ini akan membantu tumbuhan menghemat air dengan cara mengurangi transpirasi, yaitu hilangnya air dari daun melalui penguapan ( Campbell, dkk., 2010).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengukur laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan yaitu Acalypha sp. Dan Bauhinia purpurea.
2.      Membandingkan laju transpirasi pada dua jenis tanaman.
3.      Mengamati jumlah stomata bagian atas dan bagian bawah daun.
I.3. Waktu dan Tempat
Percobaan transpirasi tumbuhan dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 9 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sebatang tumbuhan yang tumbuh di tanah dapat dibayangkan sebagai dua buah sistem percabangan, satu di bawah dan satu di atas permukaan tanah. Kedua sistem ini dihubungkan oleh sebuah sumbu utama yang sebagian besar terdapat di atas tanah. Sistem yang berada di dalam tanah terdiri atas akar yang bercabang-cabang menempati hemisfer tanah yang besar. Akar-akar terkecil terutama yang menempati bagian luar hemisfer tersebut. Sistem yang terdapat di atas permukaan tanah mencakup suatu hemisfer serupa, dengan permukaan yang ditempati oleh cabang-cabang kecil berdaun lebat. Secara kolektif akar-akar kecil membentuk permukaan luas yang berhubungan dengan tanah, dan sama halnya dengan daun-daun yang juga membentuk permukaan luas yang berhubungan dengan udara. Dalam keadaan normal, sel-sel bergbagai akar dikelilingi oleh larutan tanah yang mempunyai tekanan osmosis umumnya di bawah −2 bar (atmosfer), dan sering kali hampir nol, sedangkan sel-sel daun dan bagian-bagian lain yang berada di atas tanah dikelilingi oleh udara tak jenuh yang kemampuan menyerap airnya beberapa bar. Karena sumbu yang menghubungkan akar dan daun memungkinkan air mengalir dengan tahanan yang wajar, maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa air akan mengalir sepanjang gradasi tekanan air yang membentang dari tanah ke udara dalam tubuh tumbuhan. Oleh karena itu seluruh tumbuhan dapat dibandingkan dengan sebuah sumbu lampu, yang menyerap air dari tanah malalui akar, mengalirkannya melalui batang dan kemudian menguapkannya ke udara dari daun-daun (Loveless, 1991).
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahayasuhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakanpotometer . Transpirasi pada tumbuhan yang sehat sekalipun tidak dapat dihindarkan dan jika berlebihan akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan mati.Sebagian besar transpirasi berlangsung melalui stomata sedang melalui kutikula daun dalam jumlah yang lebih sedikit. Transpirasi terjadi pada saat tumbuhan membuka stomatanya untuk mengambilkarbon dioksida dari udara untuk berfotosintesis.Lebih dari 20 % air yang diambil oleh akardikeluarkan ke udara sebagai uap air. Sebagian besar uap air yang ditranspirasi oleh tumbuhan tingkat tinggi berasal dari daun selain dari batangbunga dan buah. Transpirasi menimbulkan arus transpirasi yaitu translokasi air dan ion organik terlarut dari akar ke daun melalui xilem (Siregar, 2003).
Struktur anatomi daun memungkinkan penurunan jumlah difusi dengan menstabilkan lapis pembatas tebal relatif. Misalnya rapatnya jumlah trikoma pada permukaan daun cenderung meyebabkan lapisan pembatas udara yang reltif tidak bergerak. Stomata yang tersembunyi menekan permukaan daun sehingga stomata membuka. Udara memiliki efek penting dalam penjenuhan jumlah udara. Udara hangat membaewa lebih banyak air dari pada udara dingin. Oleh karena itu, pada saat panan volume udara akan memberikan sedikit uapa air dengan kelembaban relatif yang lebih rendah daripada saat dingin. Untuk alasan ini, tumbuhan cenderung kehilangan air lebih cepat pada udara hangat dari pada udara dingin. Hilangnya uap air dari ruang interseluler daun menurunkan kelembaban relatif pada ruang tersebut. Air yang menguap dari daun (stomata) ini menimbulkan kekuatan kapiler yang menarik air dari daerah yang berdekatan dalam daun.Beberapa penggantian air berasal dari dalam sel daun melalui membran plasma. Ketika air meninggalkan daun, molekul air menjadi lebih kecil. Hal ini akan mengurangi tekanan turgor. Jika banyak air yang dipindahkan, tekanan turgor akan menjadi nol (Wahab, 2013).
Tumbuhan seperti pohon jati dan akasia mengurangi penguapan dengan cara menggungurkan daunnya di musim panas. Pada tumbuhan padi-padian, liliacea dan jahe-jahean, tumbuhan jenis ini mematikan daunnya pada musim kemarau. Pada musim hujan daun tersebut tumbuh lagi. Tumbuhan yang hidup di gurun pasir atau lingkungan yang kekurangan air (daerah panas) misalnya kaktus, mempunyai struktur adaptasi khusus untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada tumbuhan yang terdapat di daerah panas, jika memiliki daun maka daunnya berbulu, bentuknya kecil-kecil dan kadang-kadang daun berubah menjadi duri (Sasmitamihardja, 1996).
Ruang interseluler udara dalam daun mendekati keseimbangan dengan larutan dalam fibrill sel pada dinding sel. Hal ini berarti sel-sel hampir jenuh dengan uap air, padahal banyaknya udara di luar daun hampir kering. Difusi dapat terjadi jika ada jalur yang memungkinkan adanya ketahanan yang rendah. Kebanyakan daun tertutup oleh epidermis yang berkutikula yang memiliki resistansi (ketahanan) tinggi untuk terjadinya difusi air (Lakitan, 2007).
Kegiatan Transpirasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor dalam maupun faktor luar. Yang terhitung sebagai faktor dalam adalah besar  kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya stomata. Hal-hal ini semua mempengaruhi kegiatan trasnpirasi pada tumbuhan (Gardner, dkk., 1991).
Kegiatan Transpirasi secara langsung oleh tanaman dipandang lansung sebagai pertukan karbon dan dalam hal ini transpirasi sangat penting untuk pertumbuhan tanaman yang sedaang tumbuh menentukan banyak air jauh lebih banyak daripada jumlah terhadap tanaman itu sendiri kecepatan hilangnya air tergantung sebagian besar  pada  suhu kelembapan relatif  dengan gerakan udara   (Ashari, 1995).
Kecepatan transpirasi berbeda-beda tergantung kepada jenis tumbuhannya. Bermacam cara untuk mengukur besarnya transpirasi, misalnya dengan menggunakan metode penimbangan. Sehelai daun segar atau bahkan seluruh tumbuhan beserta potnya ditimbang. Setelah beberapa waktu yang ditentukan, ditimbang lagi. Selisih berat antara kedua penimbangan merupakan angka penunjuk besarnya transpirasi. Metode penimbangan dapat pula ditujukan kepada air yang terlepas, yaitu dengan cara menangkap uap air yang terlepas dengan dengan zat higroskopik yang telah diketahui beratnya. Penambahan berat merupakan angka penunjuk besarnya transpirasi (Soedirokoesoemo, 1993).
Pengangkutan garam-garam mineral dari akar ke daun terutama oleh Xylem dan secepatnya mempengaruhi oleh kegiatan Transpirasi. Transpirasi pada hakikatnya sama dengan penguapan, akan tetapi istilah penguapan tidak digunakan pada makhluk hidup. Sebenarnya seluruh  bagian tanaman mengadakan transpirasi karena dengan adanya transpirasi terjadi  hilangnya molekul sebagian besar adalah  lewat daun hal ini disebabkan luasnya permukaan daun  dan karena daun-daun itu lebih terkena udara dari pada bagian lain dari suatu tanaman (Darmawan dan Barasjah, 1982).
Stomata akan membuka jika tekanan turgor kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor oleh sel penjaga disebabkan oleh masuknya air kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air antar sel akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggike sel engan potensi lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel tergantung pada jumlah bahan yang terlarut dari cairan tesebut, semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi yang terjadi pada sel semakin rendah (Soedirokoesoemo, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju Transpirasi antara lain: Faktor-faktor internal yang mempengaruhi  mekanisme membuka dan menutupnya stomata yaitu Kelembaban udara sekitar, Suhu udara, dan Suhu daun tanaman (Lakitan, 2007).
Angin dapat pula mempengaruhi laju transpirasi jika udara yang bergerak melewati permukaan daun tersebut lebih kering (kelembaban nisbihnya rendah) dari udara  sekitar tumbuhan  tersebut  (Gardner, dkk., 1991).
Kerapatan uap air diudara tergantung dengan resisitensi  stomata dan kelembaban nisbih dan juga suku udara tersebut, untuk perhitungan laju transpirasi. Kelembaban nisbih didalam  rongga substomata dianggap 100%.  Jika kerapatan uap air didalam rongga  substomata sepenuhnya tergantung pada suhu   (Tjitrosoepomo, 1998).
Menurut Dwijoseputra (l989) pada pagi hari masih kedapatan amilum di dalam sel-sel penutup stomata. Penaruh sinar matahari ini membangkitkan klorofil-klorofil untuk mengadak fotosintesis dalam kloroplas jaringa palisade dan spon parenkim. Dengan adanya fotosintesis ini, maka kadar CO2 dalam sel-sel tersebutt menurun, ini karena sebagian dari CO2 mengalami reduksi menjadi CH2O. Karena peristiwa reduksi ini, maka berkuranglah ion-ion H, sehingga pH lingkungan jadi lingkungan menuju basa. Kenaikan pH ini sangat baik bagi kegiatan enzim posporilase guna mengubah amilum dalam sel penutup menjadi glukosa-l pospat. Naiknya osmosis isi sel penutup menyebabkan masuknya air dari sel tetangga, sehingga menaikkan turgor dan memgembanglah dinding sel tetangga yang tipis tersebut (Haryanti dan Meirina, 2009).
Meskipun air merupakan penyusun utama tubuh tumbuhan namun sebagian besar air yang diserap akan dilepaskan kembali ke atmosfer dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk proses metabolisme dan mengatur turgor sel.Hilangnya air dari tubuh tumbuhan terjadi melalui proses transpirasi dan gutasi (Soedirokoesoemo, 1993).
Daya hantar secara langsung dipengaruhi oleh besarnya bukaan stomata. Semakin besar bukaan stomata maka daya hantarnya akan semakin tinggi. Pada beberapa tulisan digunakan beberap istilah resistensi stomata. Dalam hubungan ini daya hantar stomata berbanding dengan resistensi stomata (Campbell, dkk., 2010).
Transpirasi juga merupakan proses yang membahayakan kehidupan tumbuhan, karena kalau transpirasi melampaui penyerapan oleh akar, tumbuhan dapat kekurangan air. Bila kandungan air melampaui batas minimum dapat menyebabkan kematian. Transpirasi yang besar juga memaksa tumbuhan mengedakan penyerapan banyak, untuk itu diperlukan energi yang tidak sedikit (Soedirokoesoemo, 1993).
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta.

Campbell, N. A., J. B., Reece, dan L. G., Mitchel, 2010. Biologi, edisi kedelapan, Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Darmawan, J dan Bharsjah, J. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Erlangga, Jakarta.

Gardner, F. P., R. B., Pearce dan R. L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanamaman Budidaya. Erlangga, Jakarta.

Haryanti, S., dan Meirina T., 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun Kedelai (Glycine max (L) merril) Pada Pagi Hari dan Sore. Jurnal Bioma. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Dipinegoro, Vol. 11 (18-23).
Loveless, A. R., 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sasmitamihardja, Drajat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga, Jakarta.

Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Erlangga, Jakarta.
Siregar, Arbayah, 2003. Anatomi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Sudrajad, E., 2014. Laporan Praktikum Transpirasi pada Tumbuhan. http://web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi/bio100/Materi/trnaspirasi_tumb.html, diakses pada hari sabtu 10 mei 2014 pukul 21.58 WITA.
Tjitrosoepomo H.S., 1998. Botani Umum. UGM Press, Yogyakarta.

Wahab, 2013. Lapiran Praktikum Tranpirasi Tumbuhan http://wahabhadada.blogspot.com/laporan-transpirasi.html. diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 20.55 WITA.

Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Proses fotosintesis mereaksikan karbondioksida dan air menjadi gula dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil. Fotosintesis pada umumnya berlangsung pada tumbuhan berklorofil pada waktu siang hari. Proses fotosintesis merupakan rangkaian dari proses penangkapan energi cahaya, aliran elektron dan penggunaan energi yang dilepaskan oleh elektron untuk menghasilkan zat organic (Erviani, 2012).
Klorofil akan menghasilkan flouresensi berwarna merah yang berarti warna larutan tersebut tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada cahaya yang dipantulkan (Latunra, 2011).
Sinar matahari yang mencapai atrnosfir sebagian akan direfleksikan dan diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri, oleh awan dan panikel padat yang ada diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi. Sepertiga dari total radiasi matahari yang diterima akan direfleksikan kembali ke angkasa. Awan memegang peran penting di sini karena merefleksikan cahaya terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran sinar matahari oleh permukaan bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari radiasi ini yang ditahan oleh lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu malam di permukaan bumi juga relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di lapisan awan ini (Ariwulan, 2012).
Sinar matahari dengan panjang gelombang yang lebih pendek (ultra violet) akan dibsorbsi oleh atmosfir. Sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4-0.7 pm disebut sebagai cahaya tampak. Setengah dari total energi matahari yang mencapai permukaan bumi merupakan sinar tampak. Pada saat matahari meredup, sangat sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dibanding sinar tampak (Ariwulan, 2012).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah melihat pengaruh perbedaan warna terhadap aktivitas fotosintesis.
I.3. Waktu dan Tempat
            Percobaan pengaruh panjang gelombang pada fotosintesis dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 09 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Banyak proses yang berlangsung dalam daun, tetapi yang menjadi pembeda dan yang terpenting ialah proses pembuatan bahan makanan. Tumbuhan hijau memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan baku dari tanah dan udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan tumbuhan dan kehidupan seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup memerlukan energi tidak saja untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Energi ini berasal dari energi kimiawi dalam makanan yang dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari proses fotosintesis (Putri, 2012).
Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas  (Kimball, 2000).
Sebenarnya energi sinar yang dipergunakan oleh tumbuhan yang mengadakan fotosintesis itu hanya 0,5 sampai 2% saja dari jumlah energi yang tersedia. Seperti telah kita ketahui sinar matahari itu terdiri atas berbagai sinar yang berlainan gelombangnya. Pada hasil penyelidikan Thomas dan Hill yang menyinari Chlorella berganti-ganti dengan sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, dan kita teliti kegiatan fotosintesis dalam hubungannya dengan masing sinar, maka hasil fotosintesis yang tertinggi kita dapati salah satunya pada sinar merah. Pada hasil praktikum menunjukkan daun yang tidak ditutupi menunjukkan hasil tertinggi karena sinar dapat langsung diterima klorofil tanpa terhalang, selanjutnya daun yang ditutup kertas minyak berwarna merah berada dibawahnya karena sifat klorofil yang spektrumnya mempunyai puncak pada sinar merah  (Dwidjoseputro, 1984).
Pada proses fotosintesa, terjadi penangkapan energi cahaya oleh zat hijau daun untukpembentukan bahan organik. Fotosintesa hanya terjadi pada tanaman yang memiliki sel-sel hijau termasuk pada beberapa jenis bakteri (Darmawan dan Baharsyah, 1983).
Reaksi fotosintesis terjadi pada membran fotosintesis tumbuhan. Pada bakteri fotosintesis membran tersebut merupakan lipatan memban sel. Pada tumbuhan, alga dan protista bersel satu (misalnya euglena), semua reaksi fotosintesis terjadi dalam organel sel yang disebut kloroplas. Kloroplas mepunyai sistem membran dalam. Membran ini terorganisasi menjadi kantong pipih berbentuk cakram yang disebut tilakoid. Tumpukan tilakoid disebut grana. Tiap-tiap tilakoid merupakan ruang tertutup dan berfungsi sebagai tempat pembentukan ATP. Disekeliling tilakoid terdapat cairan yang disebut stroma. Stroma mengandung enzim yang berperan dalam reaksi fotosintesis (Erviani, 2012).
Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis adalah sebagi berikut (Erviani, 2012):
1.      Konsentrasi karbondioksida di udara, semakin tinggi konsentrasi karbondioksida di udara, maka laju fotosintesis semakin meningkat.
2.      Klorofil, semakin banyak juml;ah klorofil dalam daun maka proses fotosintesis berlangsung semakin cepat. Pembentukan klorofil memerlukan cahaya matahari. Kecambah yang ditumbuhkan di tempat gelap tidak dapat membuat klorofil dengan sempurna. Kecambah ini dikatakan mengalami etiolasi, yaitu tumbuh sangat cepat (lebih tinggi/panjang dari seharusnya) dan batang dan daunnya tampak berwarna pucat karena tidak mengandung klorofil. Umur daun juga mempengaruhi laju fotosintesis. Semakin tu daun, kemampuan berfotosintesis semakin berkurang karena adanya perombakan klorofil dan berkurangnya fungsi kloroplas.
3.      Cahaya, intensitas cahaya yang cukup diperlukan agar fotosintesis berlangsung dengan efisien.
4.      Air, ketersediaan air mempengaruhi laju fotosintesis karena air merupakan bahan baku dalam proses ini.
5.      Suhu, umumnya semakin tinggi suhunya, laju fotosintesis akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Namun bila siuhu terlalu tinggi, fotosintesis akan berhenti karena enzim-enzim yang berperan dalam fotosintesis rusak. Oleh karen itu tumbuhan menghendaki suhu optimum (tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi) agar fotosintesis berjalan secara efisien.
Laju  fotosintesis  berbagai  spesies  tumbuhan  yang  tumbuh  pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan  tropika, sangat berbeda. Perbedaan  ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus  yang optimum bagi mereka. Spesies  yang  tumbuh pada  lingkungan yang  kaya  sumber daya  mempunyai  kapasitas  fotosintesis  yang  jauh  lebih  tinggi daripada  spesies  yang  tumbuh  pada  lingkungan  dengan  persediaan  air,  hara,  dan cahaya yang terbatas (Salisbury dan Ross, 1995).
Laju  fotosintesis  ditingkatkan  tidak  hanya  oleh  naiknya  tingkat  radiasi,  tapi juga  oleh  konsentrasi  CO2  yang  lebih  tinggi,  khususnya  bila  stomata  tertutup sebagian karena kekeringan (Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya hanya merupakan bagian dari energi cahaya yang memiliki panjang gelombang tampak bagi mata manusia sekitar 390-760 nanometer. Sifat partikel cahaya biasanya diungkapkan dalam pernyataan bahwa cahaya itu datang dalam bentuk kuanta dan foton, yaitu paket energi yang terpotong-potong dan masing-masing mempunyai panjang gelombang tertentu (Ariwulan, 2012).
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang 660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang gelombang 730nm meberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya (Ariwulan, 2012).
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis (Lakitan,1993).
Di dalam kloroplas terkandung beberapa jenis pigmen, yaitu karotenoid. Krolofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a mampu menyerap terutama cahaya merah dan biru ungu. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a terlihat hijau karena memantulkan cahaya hijau. Klorofil b, menyerap terutama cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya hijau-kuning (Erviani, 2012).
Karotenoid, adalah pigmen kuning oranye yang menyerap cahaya biru-hijau. Klorofil b dan karotenoid tidak berperan langsung dalam reaksi terang tapi mereka memperluas kisaran cahaya yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Kedua pigmen ini meneruskan energi cahaya yang mereka serap ke klorofil a, dan kemudian menyimpan energi untuk kegiatan teaksi terang (Erviani, 2012).
Ketika krolofil menyerap energi foton dari cahaya, elektron pada klorofil akan terlepas ke orbit luar. Elektron ini akan ditangkap oleh penerima elektron yaitu plastokuinon. Unit penangkapan elektron ini disebut fotosistem (Erviani, 2012).
Pigmen yang terdapat pada fotosintesis diantaranya (Erviani, 2012):
a)      Pigmen hijau (klorofil), merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan.
b)      Pigmen lainnya seperti antosian (merah) pada bunga dan buah, fikobilin/fikosianin (biru pada Cyanobacteria), karotan (orange) pada wortel, fikoeretrin (merah pada Rhophyta), fukoxantin (coklat pada Phaeophhyta), dan sebagainya.
Cahaya memberikan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman/pohon secara langsung melalui tumbuhan hijau atau melalui organisme lain, hal ini tergantung kepada zat-zat organik yang disintesa oleh tumbuhan hijau. Kualitas cahaya berkaitan erat dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang ungu dan biru mempunyai foton yang lebih berenergi bila dibanding dengan panjang gelombang jingga dan merah. Kualitas cahaya dibedakan berdasarkan panjang gelombang menjadi (Ariwulan, 2012):
1)      Panjang gelombang 750-626 mu adalah warna merah.
2)      Panjang gelombang 626-595 mu adalah warna orange/jingga.
3)      Panjang gelombang 595-574 mu adalah warna kuninga.
4)      Panjang gelombang 574-490 mu adalah warana hijau.
5)      Panjang gelombang 490-435 mu adalah warna biru.
6)      Panjang gelombang 435-400 mu adalah warna ungu.
Semua warna-warni dari panjang gelombang ini mempengaruhi terhadap fotosintesis dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan pohon baik secara generatif maupun vegetatif, tetapi kuning dan hijau dimanfaatkan oleh tanaman sangat sedikit, panjang gelombang yang paling banyak diabsorbsi beada di wilayah violet sampai biru dan orange sampai merah (Ariwulan, 2012).
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum (Salisbury dan Ross, 1995).
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat dapat merusak enzim akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein (Salisbury dan Ross, 1995).
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya (Ariwulan, 2012).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
DAFTAR PUSTAKA

Ariwulan, D. R., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://nightray13-kuro.blogspot.com/2012/05/spt-2-perc8-pengaruh-panjang-gelombang.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.44 WITA.

Darmawan, dan Baharsjah, 1983.  Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.

Erviani, L., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis. http://ervianilestary.blogspot.com/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.43 WITA.

Kimball, J.W., 2000. Biologi  Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta. 

Lakitan, B., 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Latunra, A. Ilham, 2011. Penuntun Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan II. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.

Putri, A. H., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/ pengaruh-panjang- gelombang-pada.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.46 WITA.

Salisbury, F. B., dan Cleon, W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Tina, 2009. Laju Fotosintesis Pada Berbagai Gelombang Cahaya http:// web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi /bio100/Materi/ fotosintesis.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2011, pukul 11.52 WITA.

Triyati, E., 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta  Aplikasinya Dalam Oseanologi. Jurnal Oseana, Vol. X No. 1 (39 – 47).


Kecepatan Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Fotosintesis adalah suatu proses yang hanya terjadi pada tumbuhan yang berklorofil dan bakteri fotosintetik, dimana energi matahari (dalam bentuk foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia (ATP dan NADPH). Energi kimia ini akan digunakan untuk fotosintesa karbohidrat dari air dan karbon dioksida. Jadi, seluruh molekul organik lainnya dari tanaman disintesa dari energi dan adanya organisme hidup lainnya tergantung pada kemampuan tumbuhan atau bakteri fotosintetik untuk berfotosintesis (Latunra, 2012).
Pada dasarnya, semua kehidupan diatas bumi ini tergantung langsung dari adanya proses asimilasi CO2 menjadi senyawa kimia organik dengan energi yang didapat dari sinar matahari. Dalam proses ini energi sinar matahari (energi foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia dengan proses yang disebut fotosintesis. Fotosintesis adalah proses pembentukan makanan (glukosa) pada tumbuhan yang mengandung zat hara, air dan karbondioksida dengan bantuan sinar matahari (Guntur, 2013).
Proses fotosintesis ini hanya akan terjadi bila ada cahaya dan melalui klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, biasanya kloroplas terbatas pada sel-sel batang muda, buah buah belum matang, dan daun. Daun inilah yang merupakan pabrik fotosintesis pada tumbuhan (Guntur, 2013).
Pada umumnya, sel fotosintesis mengandung satu sel atau lebih pigmen klorofil yang berwarna hijau. Berbagai sel fotosintesis lainnya seperti pada ganggang dan bakteria, berwarna coklat, merah, atau ungu. Hal ini disebabkan oleh adanya pigmen lain disamping klorofil yaitu pigmen pelengkap seperti karotenoid yang berwarna kuning, merah atau ungu dan pigmen fikobilin yang berwarna biru atau merah (Guntur, 2013).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap kecepatan fotosintesis dengan mengukur oksigen yang dihasilkan.
I.3. Waktu dan Tempat
Percobaan kecepatan fotosintesis dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 25 april 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis berasal dari kata foton yang berarti cahaya, dan sintesis yang berarti menyusun. Jadi fotosintesis dapat diartikan sebagai suatu penyusunan senyawa kimia kompleks yang memerlukan energi cahaya. Sumber energi cahaya alami adalah matahari. Proses ini dapat berlangsung karena adanya suatu pigmen tertentu dengan bahan CO2 dan H2O. Cahaya matahari terdiri atas beberapa spektrum, masing-masing spektrum mempunyai panjang gelombang berbeda, sehingga pengaruhnya terhadap proses fotosintesis juga berbeda (Salisbury, dan Ross, 1995).
Fotosintesis adalah proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Seperti halnya mitokondria, kloroplas mempunyai membran luar dan membran dalam. Membran dalam mengelilingi suatu stroma yang mengandung enzim-enzim tang larut dalam struktur membran yang disebut tilakoid. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain air (H2O), konsentrasi CO2, suhu, umur daun, translokasi karbohidrat, dan cahaya. Tetapi yang menjadi faktor utama fotosintesis agar dapat berlangsung adalah cahaya, air, dan karbondioksida (Kimball, 1992).
Energi cahaya diubah menjadi energi kimia oleh pigmen fotosintesis yang terdapat pada membran interna atau tilakoid. Pigmen fotosintesis yang utama ialah klorofil dan karotenoid. Klorofil a dan b menunjukkan absorpsi yang sangat kuat untuk panjang gelombang biru dan ungu, jingga dan merah (lembayung) dan menunjukkan absorpsi yang sangat kurang untuk panjang gelombang hijau dan kuning hijau (500-600 nm). Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis. Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O. Karotenoid menunjukkan absorpsi kuat untuk panjang gelombang biru dan ungu; memantulkan dan mentransmisikan panjang gelombang hijau, kuning, lembayung, merah (kombinasi warna-warna tersebut tampak kuning) (Ai, 2012).
Fotosintesis adalah proses pembentukan makanan (glukosa) pada tumbuhan yang mengandung zat hara, air dan karbondioksida dengan bantuan sinar matahari. Reaksi fotosintesis secara singkat berlangsung sebagai berikut (Jumin, 1994):
6CO2 + 6H2O             C6H12 O6 + 6O2.
Fotosintesis berlangsung dalam kloroplas yang berisi klorofil. Klorofil dibedakan atas klorofil a dengan rumus molekul yang berwarna hijau tua dan klorofil b dengan rumus molekul yang berwarna hijau muda. (Jumin, 1994).
Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan tropika sangat berbeda. Kapasitas fotosintesis daun diartikan sebagai laju fotosintesis per satuan luas daun pada keadaan cahaya jenuh, konsentrasi COdan O2 normal, suhu optimum dan kelembapan. (Salisbury, dan Ross, 1995).
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fotosintesis yakni H2O, CO2, cahaya, hara, dan suhu. Diantara beberapa faktor tersebut yang paling berpengaruh dalam proses fotosintesis adalah faktor cahaya. Cahaya sering membatasi fotosintesis terlihat juga dengan menurunnya laju penambahan CO2 ketika tumbuhan terkena bayangan awan sebentar (Thenawidjaja, 1990).
Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Energi cahaya yang diserap oleh tumbuhan tergantung pada intensitas sumber cahaya, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya. Pada batas-batas tertentu, semakin tinggi intensitas cahaya matahari maka semakin banyak energi cahaya yang diserap oleh klorofil, sehingga laju fotosintesis meningkat. Cahaya matahari dengan intensitas terlalu tinggi akan menimbulkan kerusakan pada klorofil (Jumin, 1994).
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwaada pigmen lain yang berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis (Lakitan, 1993).
Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan tropika, sangat berbeda. Perbedaan ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus yang optimum bagi mereka. Spesies yang tumbuh pada lingkungan yang kaya sumberdaya mempunyai kapasitas fotosintesis yang jauh lebih tinggi daripada spesies yang tumbuh pada lingkungan dengan persediaan air, hara, dan cahaya yang terbatas. (Salisbury, dan Ross, 1995).
Laju fotosintesis ditingkatkan tidak hanya oleh naiknya tingkat radiasi, tapi juga oleh konsentrasi CO2 yang lebih tinggi, khususnya bila stomata tertutup sebagian karena kekeringan (Salisbury, dan Ross, 1995).
Semua klorofil atau karotenoid terbenam atau melekat pada molekul protein oleh ikatan nonkovalen. Secara keseluruhan, pigmen-pigmen kloroplas meliputi separuh dari kandungan kandungan lipida total pada membran tilakoid, sisanya adalah galaktolipida dan sedikit fosfolipida. Sterol sangat jarang dijumpai pada membran tilakoid (Lakitan, 1993).
Di dalam kloroplas ditemukan DNA, RNA, ribosom, dan berbagai enzim. Semua molekul ini sebagian besar terdapat di stroma, tempat berlangsungnya transkripsi dan translasi. DNA kloroplas (genom) terdapat dalam 50 atau lebih lingkaran jalur ganda melilit dalam tiap plastid. Berbagai gen plastid menyandi semua molekul RNA-pemindahan (sekitar 30), dan molekul RNA-ribosom (empat) yang digunakan oleh plastid untuk translasi. Kira-kira 85 gen seperti ini menyandi protein yang terlibat dalam transkripsi, translasi, dan fotosintesis. Tapi, sebagian besar protein disandi oleh gen nukleus (Salisbury, dan Ross, 1995).
Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2. Reaksi ini memerlukan molekul air. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena. Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer). Cahaya hijau ini akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga menimbulkan sensasi bahwa daun berwarna hijau. Fotosintesis akan menghasilkan lebih banyak energi pada gelombang cahaya dengan panjang tertentu. Hal ini karena panjang gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi. Di dalam daun, cahaya akan diserap oleh molekul klorofil untuk dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Tumbuhan memiliki dua jenis pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi atau fotosistem yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem II terdiri dari molekul klorofil yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer, sedangkan fotosistem I700 nanometer. Kedua fotosistem ini akan bekerja secara simultan dalam fotosintesis, seperti dua baterai dalam senter yang bekerja saling memperkuat (Erviani, 2012).
Beberapa faktor yang menentukan kecepatan fotosintesis (Erviani, 2012):
1.      Cahaya
Komponen-komponen cahaya yang mempengaruhi kecepatan laju fotosintesis adalah intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Intensitas adalah banyaknya cahaya matahari yang diterima sedangkan kualitas adalah panjang gelombang cahaya yang efektif untuk terjadinya fotosintesis.
2.      Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3.      Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4.      Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5.      Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)
Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
6.      Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.
Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, membuatnya melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron. Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP, satuan pertukaran energi dalam sel. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit atau kekurangan elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan dan alga, kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen. Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh C.B. van Neil yang mempelajari bakteri fotosintetik pada tahun 1930-an. Bakteri fotosintetik, selain sianobakteri, menggunakan tidak menghasilkan oksigen karena menggunakan ionisasi sulfida atau hydrogen (Erviani, 2012).
Pada saat yang sama dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH (Erviani, 2012).
Pada reaksi gelap, ATP dan NADPH yang dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus Calvin yang mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap (tanpa cahaya) (Erviani, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S., 2012. Evolusi Fotoseintesis Pada Tumbuhan. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi, Jurnal Ilmiah Sains Vol. 12 (28-34).

Erviani, L., 2012. Laporan Praktikum Pengaruh kecepatan Fotosintesis. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://ervianilestary.blogspot.com/2012/12/normal-0- false -false-en-us-x-none_16.html, diakses pada hari minggu 27 april 2014, pukul 22.35 WITA.
Guntur, M., 2013. Laporan Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://goentoer19.blogspot.com/2013/03/laporan-pengaruh-cahaya-terhadap.html, diakses pada hari minggu 27 april 2014, pukul 22.30. WITA.

Jumin, Hasan,  Basri.1994. Dasar dasar Agronomi.  Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kimball, John W., 1992. Biologi Umum. Erlangga, Jakarta.

Lakitan, Benyamin., 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Latunra, A. I., 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Salisbury, F. B., dan C. W., Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Thenawidjaja, Maggy, 1990. Dasar dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.

Yulianto, E., 2011. Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap dan Terang. http://konsepbiologi.wordpress.com/2011/07/21/anabolisme-fotosintesis/, diakses pada hari minggu 27 april 2014, pukul 22.56 WITA.