Selasa, 02 Februari 2016

Penyakit white spot yang menyerang komoditas ikan koi

TUGAS MAKALAH
AKUAKULTUR



PENYAKIT WHITE SPOT YANG MENYERANG KOMODITAS IKAN KOI Cyprinus carpyo





Oleh:
Selviani
H41112334


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Ikan hias merupakan salah satu komoditi perikanan yang potensial dalammenghasilkan     devisa   bagi   negara   dan   mensejahterakan   masyarakat   perikanan(pembudidaya). Pangsa pasar ikan hias Indonesia di dunia saat ini sebesar 7,5 %,lebih kecil dibandingkan dengan pasar Singapura yang mencapai 22,8 %,  sedangkanpotensi ikan hias Indonesia jauh melebihi negara tetangga tersebut. Potensi   ikan   hias   di   Indonesia   tersebar   di   Pulau   Jawa,   Sumatera,   Bali,Kalimantan,Sulawesi, Maluku, danPapua.
Pada saat ini peminat ikan hias terus bertambah dan semakin menyebar keseluruh   lapisan   masyarakat.Meskipun   kemampuan   daya   belinya   bervariasi,masyarakat   perkotaan   di   Indonesia   melengkapi   rumahnya   dengan   akuarium-akuarium yang diisi beragam ikan hias salah satunya ikan koi.Ikan koi berasal dariNegara Jepang (Kokugyo).Di negeri matahari terbit itu, koi berkembang pesat.Ikankoi merupakan ikan hias unggulan.Corak  sisiknya yang berwarna-warni membuatikan ini banyak digemari, terutama oleh para pengusaha ikan hias. Koi termasukgolonganAimal ia. Dari famili masih dikelompokan dalam beberapa genus dan terdiridari beberapa specias salah satunya Chyprinus carpio dengan nama lokal ikan koi.
Ikan koi  di Indonesia merupakan ikan hias favorit dan banyak digemarimasyarakat luas karena tubuhnya yang mempesona dan harganya relatif tidak terlalumahal. Ikan koi sekarang ini masih menjadi salah satu komoditas perdagangan yangcukup baik dalam bidang perikanan.
1.2. Tujuan
Mengetahui   permasalahan   pada   budidaya   ikan   Koi   yang   salah  satunyadisebabkan oleh Penyakit yang menyebabkan ikan koi mengalami White spot atau bintik-bintik putih.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Taksonomi dan Morfologi Ikan Koi
2.1.1. Taksonomi
Menurut Atim dan sukarwo (2008), ikan koi mempunyai urutan taksonomi
atau klasifikasi sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Ostariophsy
Familia: Cyprinidae
Genus :Cyprinus
Spesies: C.carpio
Nama binomial: Cyprinus carpio
2.1.2 Morfologi
Koi memiliki berbagai corak warna yang indah dan mempunyai badan yangberbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Untuk bisa berfungsisebagai alat bergerak, sirip ini terdiri atas jari-jari keras, jari-jari lunak, dan selaputsirip.Yang dimaksud dengan jari-jari keras adalah jari-jari sirip yang kaku dan patahjika   dibengkokkan.   Sebaliknya   jari-jari   lunak   akan   lentur   dan   tidak   patah   jikadibengkokkan,   dan   letaknya   selalu   di   belakang   jari-jari   keras.   Selaput   siripmerupakan "sayap" yang memungkinkan koi mempunyai tenaga dorong yang lebihkuat apabila berenang.Sirip dada dan sirip ekor hanya mempunyai jari-jari lunak.Sirip punggung mempunyai 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari lunak, sirip perut hanya terdiri dari jari-jari lunak, sebanyak 9 buah, sirip anus mempunyai 3 jari-jari kerasdan 5 jari-jari lunak.





Gambar 2.1 ikan koi.Sumber: Google.co.id.

2.2 Penyakit Yang Menyerang Ikan Koi
Menurut Daelami (2001), penyakit ikan hias umumnya disebabkan oleh duakelompok besar, yaitu penyakit yang disebabkan oleh parasit (parasiter) dan bukanparasit (non parasiter). Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh adanyaparasit yang menyerang tubuh, insang, lendir, maupun organ dalam tubuh ikan itusendiri.Parasit tersebut dapat berupa protozoa, jamur, bakteri, dan virus.Sedangkanpenyakit non parasit adalah penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit.Namun, biasanya sumber penyakit adalah faktor lingkungan dan pakan. Contohnyakualitas   air   yang   buruk,   perubahan   suhu   mendadak,   perubahan   pH   air,   dan kekurangan   oksigen.   Menurut   Sitanggang   (2002),   selain   penyakit,   hama   jugamenjadi ancaman serius bagi ikan hias. Berdasarkan sifat hidupnya ada dua jenishama yakni hama predator seperti anjing, kucing, burung, ular. Dan hamacompetitor seperti organisme lain yang keberadaanya didalam kolam ikan hias tidak dikehendakimisalnya udang dan cacing.
2.1.1 Penyakit White Spot
Penyakit white spotadalah penyakit pada ikan air tawar dan kura-kura semi aquatic dan kura-kura full aquaticMengobati penyakit bintik putih pada kura-kura dan ikan sebenarnya mudah, asalkan dilakukan dengan cepat dan tepat. Penyakit bintik putih pada ikan dan kura-kurabiasa disebut ich. Penyakit white spot biasanya terjadi akibat lingkungan air yang kotor akibat bakteri yang disebabkan oleh sisa makanan. Penyakit white spot atau penyakit bintik putih pada ikan dan kura-kura biasanya membuat nafsu makan ikan dan kura-kura berkurang, bahkan dalam beberapa kasus yang parah, penyakit ini akan membuat nafsu makan ikan dan kura-kura hilang samasekali (mogok makan), yang berakhir dengan matinya ikan dan kura-kura yang terkena penyakit white spot ini.
White spot atau dikenal juga sebagai penyakit “ich” merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit.  Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh spesies ikan.  Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan.  Penyakit ini ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip.
Inang white spot yang bervariasi, siklus hidupnya serta caranya meperbanyak diri dalam akuarium  memegang peranan penting terhadap berjangkitnya  penyakit tersebut.
Siklus hidup  white spot terdiri dari beberapa tahap, tahapan tesebut  secara umum dapat dibagi dua yaitu  tahapan infektif dan tahapan tidak infektif (sebagai “mahluk” yang hidup bebas di dalam air atau dikenal sebagai fase berenang). Gejala klinis white spot merupakan akibat dari bentuk tahapan sisklus infektif.  Ujud dari “white spot” pada tahapan infektif ini dikenal sebagai Trophont.Trophont hidup dalam lapisan epidermis kulit, insang atau rongga mulut.  Oleh karena itu,  julukan white spot sebagai ektoparasit dirasa kurang tepat, karena sebenarnya mereka hidup dilapisan dalam kulit, berdekatan dengan lapisan basal lamina.  Meskipun demikian  parasit ini tidak sampai menyerang lapisan di bawahnya atau organ dalam lainnya.
White spot disebabkan oleh parasit yang diberi nama: Ichtyophtirius multifilis.  Parasit ini diketahui terdiri dari beberapa strain.  Ichtyophtirius multifilis memiliki selang toleransi suhu lebar, oleh karena itu,  penyakit white spot dapat dijumpai baik pada ikan-ikan yang hidup di air dingin maupun yang hidup di daerah tropis.
White spot dapat masuk kedalam sistem akuarium melalui ikan yang terjangkit, atau melalui air yang mengandung parasit pada fase berenang.  Tanaman air dan pakan hidup dapat pula menjadi perantara white spot  terutama apabila lingkungan hidup tanaman dan pakan hidup tersebut telah terjangkit white spot sebelumnya.
Air ledeng berkualitas baik jarang menjadi media penyebaran white spot. Diketahui bahwa fase berenang  white spot hanya dapat bertahan hidup selama beberapa jam saja sebelum harus menempel pada inangnya.  Oleh karena itu, biasanya mereka akan mati selama proses pengolahan air.
Penyebab bercak/bintik putih ini adalah ciliata kecil (sering disebut Lehthyoplithitius, yakni parasite yang memiliki rambut getar/cilia) yang berenang-renang di kolam ikan untuk mencari inang. Jika telah menemukan inang, mereka akan mengubur diri ke dalam lapisan dermis dimana mereka bisa memperoleh makanan untuk sel-sel tubuh mereka. Jika tidak segera menemukan inang dalam 24 jam, mereka akan mati. Setelah kira-kira 3 minggu, mereka akan jatuh dari inang dan bereproduksi dalam bentuk kista di dasar kolam.
2.1.2 Pemeliharaan Ikan Koi
1.      Kolam Ikan Koi
Pemeliharaan ikan koi dapat menggunakan bantuan media mulai dari kolam semen, kolam taman, kolam tanah, sampai dengan kolam terpal. Namun ada beberapa orang yang salah persepsi bahwa memelihara ikan koi bisa di dalam aquarium.Hal tersebut sebenarnya salah, karena ikan koi bisa hidup dengan baik hanya di tempat yang luas.
Mayoritas aquarium hanya memiliki luas yang terbatas.Jadi tidak cocok digunakan untuk memelihara ikan warna warni ini. Ukuran kolam ikan koi yang ideal adalah minimal 1,5 meter x 2 meter, dan dengan kedalaman 80 sampai 50 cm.
Ukuran tersebut terbilang ideal karena jika terlalu dangkal, maka ikan koi akan terkena paparan sinar matahari secara langsung sehingga mengakibatkan warna tubuhnya menjadi pucat. Selain itu usahakan kolam ikan koi memiliki jarak dengan bibir kolam sebesar 25 cm untuk menghindari ikan lompat ke luar kolam.
2.      Air
Ikan koi bisa hidup dengan baik jika habitatnya terjaga kebersiahannya.Oleh sebab itu perlu perawatan ekstra untuk menjaga kebersihan dari air tempat hidup ikan koi. Penggunaan filter berlapis diperlukan untuk menjaga kebersihan dan kejernihan air.
Selain itu juga harus diperhatikan tingkat keasaman air. Untuk pemeliharaan koi yang baik adalah 6,5 sampai dengan 8,5. Sirkulasi air di dalam kolam koi juga harus terjaga.Karena itulah harus disediakan pompa yang dapat mengalirkan air sebanyak 25 liter per menit.
Namun jika pembudidaya tidak menggunakan bantuan penyaringan atau filter, maka diharuskan untuk mengganti air kolam dengan air yang bersih minimal sekali dalam dua minggu agar tetap terjaga kebersihannya.
3.      Pakan Ikan Koi
Pakan ikan koi juga harus diperhatikan jika menginginkan hasil ikan koi yang berkualitas tinggi.Pemilihan pakan yang bagus juga dapat membantu menjaga kesehatan koi dan membuat warna kulit ikan koi semakin terang dan tampak indah.
Pakan koi sendiri bisa dibedakan menjadi dua, yakni pakan alami dan pakan buatan.Untuk membantu pertumbuhan koi, dapat diberi makan wheat germ yang mengandung protein mencapai 32 %.Sangat bagus untuk mempercepat pertumbuhan ikan koi.
Sedangkan pakan yang digunakan untuk membantu membuat warna ikan menjadi lebih terang adalah pakan yang mengandung karoten.Zat karoten tersebut dapat ditemui pada kepiting, salmon, udang-udangan, kutu air, jentik nyamuk, cacing darah, wortel, alga atau ganggang spirullina, sawi, kubis, semangka, sampai dengan cabai hijau.
2.1.3 Perawatan Dan Pencegahan Penyakit White Spot Pada Ikan Koi
a. Pencegahan
Tindakan karantina terhadap penghuni akuarium baru merupakan tindakan pencegahan yang sangat dianjurkan dalam menghindari berjangkitnya white spot.  Pada dasarnya white spot termasuk mudah dihilangkan apabila diketahui secara dini.  Berbagai produk anti white spot banyak dijumpai di toko-toko akuarium.  Produk ini biasanya terdiri dari senyawa-senyawa  kimia seperti metil biru, malachite green, dan atau formalin.   Meskipun demikian, ketiga senyawa itu tidak akan mampu menghancurkan fase infektif yang hidup di dalam tubuh kulit ikan.  Oleh karena itu, pemberian bahan  ini harus dilakukan berulang-ulang untuk menghilangkan  white spot secara menyeluruh dari akurium.
Perlu diperhatikan  bahwa spesies ikan tertentu, khususnya yang tidak bersisik diketahui sangat tidak toleran terhadap produk-produk anti white spot, oleh karena itu, perhatikan cara pemberian obat-obatan tersebut pada kemasannya dengan baik.
Perlakuan perendaman dengan garam dalam jangka panjang (selama 7 hari pada dosis 2ppt(part per thousand)) diketahui dapat menghilangkan white spot. Perlakuan ini hanya dapat dilakukan pada ikan-ikan yang tahan terhadap garam.Akuarium sendiri dapat dibersihkan dari white spot dengan cara memindahkan selurah ikan dari akuarium tersebut.  Pada lingkungan tanpa ikan sebagai inang, fase berenang dari whte spot akan mati dengan sendirinya.  Pada akuarium dengan suhu diatas 21°C, akuarium akan terbebas dari white spot setelah dibiarkan selama 4 hari.  Akan lebih aman lagi apabila akuarium tersebut dibiarkan selama 7 hari.   Semua peralatan akuarium juga akan terbebas dari white spot setelah dibiarkan selama 7 hari.Radiasi dengan sinar ultra violet dapat pula membantu mengurangi populasi white spot.
Ikan yang lolos dari serangan white spot diketahui akan memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut.  Kekebalan ini dapat bertahan selama beberapa minggu atau beberapa bulan.  Meskipun demikian ketahanan ini dapat menurun apabila ikan yang bersangkutan mengalami stres atau terjangkit penyakit lain.  Pada suatu serangan white spot sering dijumpai ada ikan dari jenis yang sama tidak terjangkit oleh white spot tersebut sama sekali.  Hal ini merupakan salah satu petunjuk adanya fungsi kekebalan tadi.
Setiap jenis ikan memiliki tingkat kerentanan yang berbeda terhadap white spot.Dari sekian banyak spesies yang ada Botia macracantha merupakan salah satu spesies yang sangat rentan terhadap white spot.              
Banyak jenis perawatan yang tersedia.Beberapa jenis perawatan ditujukan untuk menyerang/melumpuhkan ciliata ketika masih dalam fase berenang.Sementara yang lainnya langsung ditujukan untuk melenyapkan ciliata di badan koi.Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan garam ikan 5 kg/ton air kolam atau dengan meningkatkan suhu diatas 25C.Perawatan mungkin perlu dilakukan secara berulang. Untuk tahu cara penanganan penyakit yang lebih tepat, alangkah lebih baik jika pemilik berkonsultasi dulu dengan pakar koi atau orang yang memang ahli di bidang ini.
b. Perawatan dan Pengobatan
Berikut adalah cara mengobati penyakit white spot pada ikan koi berdasarkan pengalaman dokter hewan.
1.   Saat melihat ada bintik putih pada salahsatu tubuh ikan, segera pindahkan ikan tersebut ke akuarium lain dan periksa secara menyeluruh tubuh ikan yang lain. Jika terdapat ikan lain yang memiliki bintik putih juga, pindahkan ikan tersebut ke akuarium lain lagi. Hal ini untuk mencegah penyebaran penyakit bintik putih pada ikan yang masih sehat.
2.   Setelah anda yakin tidak ada ikan lain yang memiliki bintik putih lagi, segera ganti air di dalam akuarium, dan ganti air setiap hari selama seminggu berturut-turut.
3.   Setelah ikan yang memiliki bintik putih dikarantina dalam akuarium karantina, naikkan temperatur air di dalam akuarium secara perlahan. Normalnya, ikan hidup di suhu air antara 20 hingga 26 derajat celcius.Naikkan suhu air dalam akuarium karantina secara perlahan (satu derajat celcius dalam setiap jam secara perlahan) hingga mencapai 30 derajat celcius, dan pertahankan suhu tersebut selama beberapa jam untuk membunuh jamur penyebab penyakit white spot. Lakukan langkah diatas selama satu minggu sambil dengan air yang diganti setiap harinya.
4.   Jika anda kesulitan melakukan poin nomor tiga karena tidak adanya water termometer, maka anda bisa melakukan poin keempat ini, yaitu menambahkan garam ikan ke dalam air. Ganti air tiap hari dengan air yang telah ditambahkan garam ikan hingga kondisi ikan atau kura-kura sehat kembali.
Langkah pengobatan penyakit white spot poin ketiga sebenarnya sudah cukup untuk mengobati penyakit white spot pada ikan.Namun jika bintik putih tidak juga berkurang, berikan garam ikan ke dalam air akuarium karantina dengan dosis 5gr perliter air, lakukan selama 3 hari berturut-turut.


                                                                                                        









BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diperoleh dari tinjauan pustaka adalah penyakit ikan hias umumnya disebabkan oleh duakelompok besar, yaitu penyakit yang disebabkan oleh parasit (parasiter) dan bukanparasit (non parasiter).Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh adanyaparasit yang menyerang tubuh, insang, lendir, maupun organ dalam tubuh ikan itusendiri.Parasit tersebut dapat berupa protozoa, jamur, bakteri, dan virus.Sedangkanpenyakit non parasit adalah penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit. Penyakit White spot atau dikenal juga sebagai penyakit “ich” merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit.  Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh spesies ikan.  Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan.  Penyakit ini ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip.
III.2. Saran
            Sebaiknya mata kuliah akuakultur lebih diperkenalkan lagi kepada para mahasiswa agar lebih menambah wawasan tentang akuakultur.





DAFTAR PUSTAKA

Afarico, 2011. Penyakit white spot. http://blogs.unpad.ac.id/alfarico/2011/05/14/white-spot-ich/, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015, Makassar.

Nira, 2013.Gejala Dan Penyebab Penyakit White Spot.http://duniakoi.com/gejala-penyebab-dan-pengobatan-penyakit-bintik-putih-white-spot-pada-koi,diakses pada tanggal 14 Oktober 2015, Makassar.

Priandoko, Trias, 2015. Penyakit Yang Biasa Menyerang Ikan Hias.http://www.pusattoko.com/penyakit-yang-biasa-menyerang-ikan-hias-a-cara-pengobatannya.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015, Makassar.

Purnama, Chandra, Yogi, 2011. Permasalahan Budidaya Ikan Koi. http://dokumen.tips/documents/makalah-permasalahan-budidaya-ikan-koi.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015, Makassar.

Sovica, Vira, 2014. Cara Mengobati Penyakit White Spot.http://www.caramemeliharahewan.com/2014/09/cara-mengobati-penyakit-white-spot.html,diakses pada tanggal 14 Oktober 2015, Makassar.




PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFFIN

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROTEKNIK

PERCOBAAN I
PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

                        NAMA                                   : SELVIANI
                        NIM                                        : H411 12 334
                        HARI/ TANGGAL               : RABU/ 4 MARET 2015
                        KELOMPOK                        : IV (EMPAT) A
                        ASISTEN                               : RISPAH HAMZAH

logo-unhas-hitam-putih












LABORATURIUM BIOLOGI DASAR
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara  mikroskopis, tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk memahami secara menyeluruh mengenai Mikroteknik, sebab yang namanya teknik lebih menekankan pemahaman pada wilayah aplikatifnya meskipun pada dasarnya landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk yang harus dilalui agar proses pembuatan sediaan sesuai dengan prosedural kerja dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan Mikroskopis (Zaif, 2010).
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Linuary, 2000).
 Irisan utuh suatu specimen sangat bermanfaat bagi studi pembelajaran.Dengan adanya preparat utuh maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu preparat.Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu dapat diamati kembali.  Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam mengenai mikroteknik serta metode yang dilakukan, maka dilakukanlah percobaan mengenai pembuatan preparat dengan menggunakan metode parafin pada akar jagung Zea mays.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya  percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan preparat pada tanaman Zea mays dengan metode parafin.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan mengenai pembuatan preparat melintang dengan menggunakan metode parafin  ini dilaksanakan pada hari Rabu, 04 Maret 2015 pukul 14.00-17.00 WITA, di Laboraturium Biologi Dasar Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm.Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode sel oidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memilikikejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini (Gunarso 1986).
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikrokopis dari sesuatu jaringan yang normal sifatnya maupun yang mengidap sesuatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya bila dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan secara baik, telah dilakukan penyayatan yang cukup tipis, serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen jaringan yang diteliti lebih mudah untuk diamati. Dengan demikian, tidak saja penelitian secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, tetapi juga memberi kemudahan dalam membedakan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang diteliti.Adakalanya beberapa jenis jaringan memerlukan perlakuakan yang khusus untuk dapat menelitinya, seperti dalam hal jenis pewaranaan yang harus digunakan untuk sesuatu jenis jaringan tertentu (Sugiharto, 1989).
Metode paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, danpenutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan yang mampu bereaksi dan menandai suatu sel dengan spesimen diiris setipis mungkin.Hal ini sangat mendukung laju fiksasi dalam sel(Dasumiati 2008).
Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas.Dalam embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai membeku (Nindya, 2012).
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah dengan metode parafin. Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku atau metoda seloidin.Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode paraffin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron.Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode paraffin juga memiliki kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan medode ini (Yoyo, 2010).
Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Zahara, 2012).
Tipe irisan melintang atau longitudinal kurang tertampilkan dengan baik pada preparat karena pada saat pengeblokan, terkadang spesimen tidak berada di tempat yang diinginkan.Beberapa faktor yang menunjuang keberhasilan tipe irisan adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Khususnya pada saat penentuan larutan fiksatif yang akan digunakan, perembesan parafin dalam spesimen dan penggunaan zat warna yang sesuai dengan karakteristik tumbuhan specimen (Zahara, 2012).
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup. Suatu larutan pemati atau fiksasi yang baik akan berlaku sedemikian rupa sehingga morfologi sel jaringan yang bersangkutantidak berbeda bentuknya dari keadaansewaktu masih hidup. Oleh karena larutan pemati biasanya dicampur dengan zat yang digunakan untuk pengawet, maka larutan tersebut umumnya dinamakan larutan pengawet atau larutan fiksasi (Haruna dan Asnady, 2010).

            Jaringan tumbuhan yang dapat dibuat preparat diantaranya yaitu (Zahara, 2012) :
1.      Akar: Histogen pada akar jelas pada ujung ujung akar, khususnya bila pembuatan preparat dengan pewarnaan untuk menampilkan dinding sel dan struktur inti.Jaringan primer jelas pada awal zona bulu akar.Bulu akar ini dapat dideteksi dengan menggunakan loupe.Pengawalan ioxinnl akar cabang dapat diperlihat-kan pada batas atas zona bulu akar.Pada tingkat ini jaringan primer biasanya terdeferensiasi dengan jelas tanpa berkayu secara berlebihan.
2.      Batang: Pada batang tumbuhan dikotil dan tumbuhan berkonus, ioxin jaringan batangnya berdiferensiasi sangat cepat dekat apeks, dan beberapa ruas pertama di bawah ujung terminalnya memperlihatkan jaringan-jaringan primer yang berkembang penuh dan pengawalan aktivitas sekunder.Pada batang tumbuhan herba, kayu sekunder kurang berkembang. Pada jenis tumbuhan yang berbeda, mempunyai struktur batang yang berbeda pula menentukan jenis larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunakan dalam pembuatan preparat. Misalnya tumbuhan polongan dapat menggunakan Craf III. Jika batang mempunyai ruas yang lebih lunak diberi perlakuan acctone-xylol atau alcohol-xylol. Pada batang yang lebih keras hasil irisan akan lebih baik jika menggunakan ioxin atau butyl alcohol. Batang bunga matahari dan Chrysantenum dapat difiksasi dengan menggunakan FFA tanpa menimbulkan plasmolisis, ataupun dengan penggunaan modifikasi Nawaschin seperti craft IV dan V juga memberikan hasil yang baik.
3.      Daun: Biasanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal ioxinn difiksasi dalam larutan FAA. Daun yang lunak dan tulang daun yang kecil saat proses dehidrasi digunakan acetone atau etil alcohol, sedangkan daun yang tebal atau seperti kulit dengan tulang daun yang kuat diproses dalam butyl alcohol atau ioxin. Ciri khas daun harus diperhitungkan dalam pembuatan preparat irisan, misalnya untuk daun yang lunak parenkimanya biasanya mudah retak.Trikoma glandular perlu perlakuan khusus.























DAFTAR PUSTAKA

Dasumiati, 2008.Diktat Kuliah Mikroteknik. UIN Syarif Hidayatullah Press, Jakarta.

Gunarso, W., 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif  yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin.IPB Press, Bogor.

Haruna, F. dan Asnady S, M., 2010. Penuntun Praktikum Mikroteknik Tumbuhan.Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lianury, Robby N, 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Nindya, 2012. Mikroteknik Tumbuhan. http://nonanindya.blogspot.com/2012/09/laporan-mikroteknik-metode-parafin.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Sugiharto, 1989. Mikroteknik.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yoyo, 2010. Metode Parafin. http://bangkoyoy.blogspot.com/2010/10/pembuatan-preparat-parafin-jaringan.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Zaif, 2010. Mikroteknik. https://zaifbio.wordpress.com/category/mikroteknik/, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Zahara, 2012. Mikroteknik. http://zaharapiyu.blogspot.com/2012/01/mikroteknik.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil


IV.2 Pembahasan
            Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat pada batang jagung Zea mays  dengan menggunakan metode parafin. Batang jagung Zea mays  terlebih dahulu dipotong secara melintang dengan ukuran 2 mm. tahapn selanjutnya dilakukan fiksasi selama 30 menit diamana, fiksasi merupakan proses pengawetan jaringan agar tahapan awal sama dengan rahap akhir agar tidak terjadi perubahan dalam pengawetan dan juga untuk mematikan agar tidak terjadi proses fotosintesis. Fiksasi pada tahapan ini bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hamper sama dengan pada waktu masih hidup dan direndam dengan menggunakan larutan FAA (Formaldehyde Acetic-acid Alkohol).
            Setelah batang jagung Zea mays  difiksasi, tahapan selanjutnya adalah pencucian dan dehidrasi. Pada tahapan dehidrasi ini diberikan alkohol bertingkat dari 70 %, 80%, 90 % dan 96 % yang dimana, tiap tingkatan alkohol akan dilakukan dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol bertingkat dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya tidak lisi dan rusak. Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengencran dengan rumus V1.M1 = V2.M2.
            Tahapan selanjutnya adalah dealkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol perbandingan3:1, 1:1, 1:3. Tiap perbandingan alkohol-xylol dilakukan selam 5 menit tetapi berdasarkan literatur minimal dilakukan dengan 30 menit. Tahap dealkoholisasi ini dilakukan dari volume alkohol yang terbanyak. Hal tersebut bertujuan agar sel atau jaringan tidak rusak. Dealkoholisasi ini bertujuan untuk menarik keluar alkohol yang berada dalam jaringan untuk digantikan oleh xylol. Hal tersebut dilakukan karena xylol yang mampu berikatan dengan parafin sedangkan alkohol tidak.
            Selanjutnya pada tahap penjernihan dengan menggunakan xylol murni. Penjernihan ini dilakukan yaitu xylol : parafin ( 1 : 9 ) masing-masing 10 menit. Lama penjernihan menggunakan xylol murni berdasarkan literature yang ada yaitu 30 menit. Penjernihan bertujuan untuk menjernihkan sisa-sisa alkohol yang masih terdapat dalam jaringan. Selain itu penjernihan dilakukan dengan menggunakan xylol murni karena alkohol tidak dapat berikatan dengan parafin melalui proses dealkoholisasi dan penjernihan.
            Kemudian tahapan selanjutnya adalah tahapan infiltrasi yaitu menggunakan parafin cair dan parafin beku denan masing-masing menggunakan waktu 5 menit. Infiltrasi menggunakan xylol-parafin dengan 1 : 9. Setelah infiltrasi dilakukan kita sudah bias melakukan tahap embedding atau biasa disebut degan tahap penanaman dengan menggunakan parafin padat.
            Percobaan pembuatan preparat melintang dengan menggunakan metode parafin, hanya bisa dilakukan pada tahap embedding. Hal ini dilakukan karena kurangnya sarana dan prasarana yang memadai atau yang mendukung untuk melakukan proses pengirisan dengan menggunakan mikrotom.
            Percobaan yang kami lakukan hanya sampai pada tahap penanaman. Hal ini karena rusaknya mikrotom di laboratorium sehingga yang diajarkan hanya sebatas teknik pembuatan preparat sebelum pewarnaan. Pada percobaan ini terjadi kesalahan dalam prosedur di mana parafin yang digunakan tidak mampu memadat pada suhu kamar sehingga terjadi pengulangan percobaan. Penggunaan parafin cair tidak efektif karena titik padat yang dimiliki berada di bawah suhu kamar, sedangkan penggunaan parafin padat akan memudahkan proses karena titik padat parafin padat ada pada suhu kamar.


















BAB V

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan preparat yang sempurna terdiri dari proses fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman, pengirisan, dan pewarnaan. Namun, karena rusaknya mikrotom di laboratorium, proses yang dilakukan hanya terbatas yakni hingga pada tahap penanaman.
V.2 Saran

            Sebaiknya alat dan bahan dalam praktikum segera dilengkapi agar praktikan tidak kesusahan dalam mencari bahan.