Kamis, 18 Desember 2014

laporan kuliah lapangan pengamatan biota laut di pulau Barrang Lompo

LAPORAN KULIAH LAPANGAN
BIOLOGI LAUT

PENGAMATAN BIOTA LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO

Oleh:
NAMA : SELVIANI
NIM : H411 12 334
KELOMPOK : 7 (TUJUH) B ASISTEN : WAHYULFATWATUL UMAM A.S.
















LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
LEMBAR PENGESAHAN
KULIAH LAPANGAN BIOLOGI LAUT
PULAU BARRANGLOMPO, 11-13 OKTOBER 2014


   





Disetujui pada Tanggal ....................
Oleh :



       Koordinator Asisten   Asiten Pembimbing


 ( ) (    )


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah di mana daratan berbatasan dengan laut. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yangtergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proseslaut, seperti pasang surut, dan intrusi air laut, sedangkan batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami didaratan, seperti sedimentasi dan mangalirnya air tawar ke laut, serta yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Abdan, 2014).
Indonesia merupakan negara kepulauan atau maritim yang memiliki pulau sangat banyak yaitu mencapai 17.508 pulau dan mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.209 km. Sekitar 60% wilayah Indonesia merupakan laut (NONTJI, 2002).Sehingga tak dapat dipungkiri apabila negara kita mempunyai keanekaragaman hayati laut yangmelimpah dan umumnya tidak dimiliki oleh negara lain di dunia (Islami, 2014).
Biologi kelautan adalah ilmu yang mempelajari kehidupan di laut (makhluk hidup beserta interaksinya dengan lingkungan). Ada banyak alasan untuk mempelajari biologi kelautan. Laut menyediakan sumber makanan, obat, bahan dasar, rekreasi dan pariwisata. Biologi kelautan mencakup skala yang luas, dari mikro seperti plankton dan fitoplankton sampai hewan besar seperti paus. Walaupun laut menutupi 71% permukaan planet Bumi, karena kedalamannya laut meliputi sekitar 300 kali volume yang ditinggali manusia (Anonim, 2014).
Biota laut sangat banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam beberapakelompok (taksa). Kelompok hewan meliputi ikan, moluska, krustasea, koral, echinodermata,dan sponge. Sedangkan dari kelompok tumbuhan antara lain alga (rumput laut), lamun(seagrass) dan bakau (mangrove). Biota-biota tersebut dapat kita jumpai di daerah pesisir dan laut. Kita dapat menemukanadanya moluska, krustasea, echinodermata, ikan, lamun, rumput laut dan lainnya. Seringkalikita juga tidak bisa menentukan dari golongan manakah biota laut yang kita temukan.Sehingga sangat diperlukan pengenalan yang lebih mendalam agar kita dapat mendeskripsikan biota yang ada (Islami, 2014).
I.2. Tujuan
Adapun tujuan diadakannya kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui jenis-jenis biota laut yang ada di walayah Barrang Lompo.
Untuk mengetahui adaptasi secara umum dari biota laut yang ada di pulau Barrang Lompo.
I.3. Waktu dan Tempat
Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari sabtu-senin tanggal 11-13 oktober 2014. bertempat di Pulau Barrang Lompo, Makassar.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pulau Barrang Lompo
Konsentrasi pemukiman penduduk berada pada sisi Timur, Selatan, dan Barat dengan jumlah penduduk mencapai 3.563 jiwa dari 800 KK. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, dilengkapi kurang lebih 50 kapal kayu motor dan sekoci. Kondisi ekonomi masyarakatnya relatif sejahtera. Fasilitas umum di pulau ini cukup maju dibanding pulau lainnya, tersedia transportasi reguler dari dan ke Makassar dengan kapal motor, biayanya Rp. 6.000,- per orang sekali jalan, sanitasi yang cukup baik, fasilitas pendidikan : 1 buah Taman Kanak-kanak (TK), dan 2 buah Sekolah Dasar. Pulau ini dilengkapi juga dengan fasilitas kessehatan berupa 1 buah Puskesmas dan sebuah lagi puskesmas pembantu dengan tenaga medis yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang perawat, 1 orang mantri, dan 1 orang bidan. Instalasi listrik dengan 2 generator yang berkapasitas 360 KVA yang beroperasi pada pukul 18.00 – 06.00 WITA. Jalan-jalan utama dibuat dari paving blok. Fasilitas air yang baik dan memiliki 2 buah dermaga (tradisional dan semi permanen), dan di pulau ini terdapat “Marine Field Stasiun Universitas Hasanuddin” (Anonim, 2012).
Tradisi masyarakat yang masih dijumpai di pulau ini adalah upacara Lahir Bathin yakni mensucikan diri sebelum masuk bulan Ramadhan, upacara Songkabala yakni upacara untuk menolak bala yang akan datang, upacara Pa’rappo yakni upacara ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan sebelum turun ke laut, dan upacara Karangan yakni upacara ritual yang dilakukan oleh para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh hasil yang berlimpah. Selain makam-makam tua dari abad ke XIX yang terdapat di pulau ini sebagai obyek wisata budaya yang menarik dikunjungi, juga kios tempat pembuatan cindera mata dari kerang laut, berada tepat didepan dermaga utama. Pada beberapa spot di perairan pulau ini, kehidupan karang dan ikan karang umumnya masih baik, walaupun ada sebagian karangnya sudah ikut hancur akibat eksploitasi yang tidak ramah lingkungan (Anonim, 2012).

II. 2. Biota Laut
Biota laut terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok hewan dan tumbuhan. Romimohtarto & Juwana (1999) menyatakan bahwa biota laut secara umum terbagimenjadi tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya meliputi:
Planktonik, yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak mengikutiarus. Jenis ini umumnya ditemukan di kolom permukaan air. Terbagi menjadi 2 yaitu Fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru dan doniflegellata, dan Zooplankton (plankton hewan) misalnya lucifer, udang rebon, ostracoda dancladocera.
Nektonik, yaitu biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus (terdiridari hewan saja). Contohnya adalah ikan, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain-lain.
Bentik, yaitu biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupunhewan. Terbagi menjadi 3 macam yaitu 1) menempel (sponge, teritip, tiram danlainnya); 2) merayap (kepiting, udang karang dan lain-lain) dan 3) meliang (cacing,karang dan lain-lain).
II.2.1. Lamun
Padang lamun (seagrass bads) merupakan salah satu ekosistem yang terletak didaerah pesisir. Lamun (segrass) tumbuh di perairan dangkal yang agak berpasir. Sering pula dijumpai di terumbu karang. Lamun adalah tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas angiospermaea. Tumbuhan ini telah menyesuaikan diri untuk hidup terbenamdi dalam laut terdiri atas rhizome, daun dan akar. Rhizome merupakan batang yangterbenam dan merayap secara mendatar dan berbuku – buku. Pada buku – buku tersebuttumbuh betang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga. Dengan rhizome danakarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar lauthingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus. System pembiakan lamun melalui penyerbukan di dalam air (hydrophilous pollination) (Aya, D., 2014).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi (Abdillah, 2013).
Daerah Padang Lamun dengan kepadatan tinggi akan dijumpai fauna bentos yang lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah yang tidak ada tumbuhan lamunnya. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999) ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa tanaman lamun (Abdillah, 2013).
Lamun (seagrasses) adalah satu – satunya kelompok tumbuh – tumbuhan berbungayang terdapat dilingkungan laut. Tumbuh – tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantaiyang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yangtegak dan tangkai – tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbedadengan tumbuh – tumbuhan lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah danmenghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan system internal untuk mengangkutgas dan zat – zat hara (Aya, 2014).
Lamun bersama-sama dengan mangrove dan terumbu karang merupakan satu pusat kekayaan nutfah dan keanekaragaman hayati di Indo – Pasifik Barat. Sebanyak 20 negara ditumbuhi lamun. Dari jumlah itu 15 negara, termasuk Indonesia terletak diwilayah yang memliki jumlah terbesar jenis lamun. Di kawasan Negara-Negara ASEAN, beberapa jenis lamun tersebar di semua Negara ASEAN, jenis lainnya ada yangtidak terdapat di satu Negara tetapi terdapat di Negara lain (Aya, 2014).
Lamun juga berperan penting terhadap kesehatan ekosistem terumbu karang. Ekosistem padang lamun menyaring sedimen yang berasal dari daratan kearah laut. Sedimen bisa berupa pasir, lumpur atau bahkan sampah yang bisa menutupi karang dan menyebabkan karang stres. Sedimen di ekosistem padang lamun juga dimanfaatkan menjadi materi organik yang bisa berguna bagi ekosistem terumbu karang. Daun lamun yang terbawa ke ekosistem terumbu karang dapat terurai menjadi senyawa yang dibutuhkan oleh biota terumbu karang. (Fahlevi, 2014).
Pada ekosistem lamun, juga menjadi tempat memijah beberapa biota terumbu karang, seperti ikan baronang dan beberapa jenis bintang laut. Lamun juga merupakan makanan bagi penyu. Padang lamun juga berperan sebagai perantara transfer materi dari ekosistem mangrove ke ekosistem terumbu karang. Biota dari padang lamun juga bisa menjadi makanan bagi biota terumbu karang, karena terkadang, biota dari padang lamun, baik secara sengaja atau tidak bisa ke ekosistem terumbu karang (Fahlevi, 2014).
Secara ekologi padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir,yaitu produsen detritus dan zat hara;mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang; sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkunganini; dan sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Aya, 2014).
II.2.2. Makroalga
Makroalga adalah tumbuhan tidak berpembuluh yang tumbuh melekat pada substrat di dasaran laut.Tumbuhan tersebut tidak memiliki akar, batang, daun, bunga, buah dan biji sejati (Jana,2006). Menurut Atmaja dan Sulistijo (1988) penyebaran makroalga dibatasi oleh daerah litoral dan sub litoral dimana masih terdapat sinar matahari yang cukup untuk dapat melakukan proses fotosintesis. Di daerah litoral merupakan tempat yang cocok bagi kehidupan alga karena terdiri atas batuan (Raharjanto, 2012).
Peran makroalga dalam ekologi perairan sebagai produsen primer.Produsen primer adalah organisme yang dapat menghasilkan suatu makanan yang berada pada tingkatan tropic terendah (Odum, 1971). Fungsi utama makroalga adalah sebagai sumber makanan yang kaya akan protein bagi organisme laut itu sendiri ataupun manusia karena makroalga merupakan satu-satunya tumbuhan dengan struktur asam amino lengkap (Raharjanto, 2012).
Daerah intertidal pada pantai yang berbatu-batu mempunyai sifat tertutup sesuai daerah alga merah atau alga coklat terutama alga dari genus fucus alga yang sering disebut rumput laut (seaweeds).Sebagian kecil makroalga laut melekat pada substrat dasar berupa berlumpur dan berpasir.Sebagian besar makroalga hidup dan melekat pada benda keras yang cukup kokoh.Umumnya ditemukan melekat pada terumbu karang, batuan, potongan karang, cangkang molusca, potongan kayu dan sebagainya.Makroalga dapat diklasifikasikan menjadi tiga divisi berdasarkan kandungan pigmen fotosintetik dan pigmen asesoris, yaitu: Rhodophyta, Phaeophyta, dan Chlorophyta (Raharjanto, 2012).
Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Bentuk tersebut adalah thalus belaka. Bentuk thalus belaka. Bentuk thalus rumput laut bermacam-macam, antara lain bulat, pipih, gepeng dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya. Berdasarkan jumlah sel yang menyusunnya alga ini ada yang tersusun uniseluler (satu sel) atau multiseluler (banyak sel). Pada makro alga, jenis percabangan antara lain adalah pectinate (berderet searah pada thalus utama), pinnate (bercabag dua-dua sepanjang thalus utama secara berselang selang), ferticilate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) dan ada juga yang sederhana, tidak bercabang. Sifat substansi thalus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras mengandung atau diliputi zat kapur (calcerous), dan sebagainya. Untuk marga eucheuma thalusnya adalah bulat silinder atau gepeng, bercabang berselang tidak teratur, di atau tikotomous (Raharjanto, 2012).
II.2.3. Sponge
Spons (Sponges) merupakan hewan dari filum Porifera dengan jumlah spesies yang diketahui sekitar 8.000 spesies. Hewan ini ditemukan di perairan dan sebagian besar ditemukan di laut. Jika kita melihat hewan ini sering dikatakan sebagai terumbu karang yang mirip seperti tumbuhan. Banyak orang awam mengira bahwa terumbu karang adalah tumbuhan padahal mereka adalah golongan dari hewan (Amel, 2012).
Porifera sendiri merupakan hewan multiselular yang memiliki struktur tubuh sederhana. Tubuhnya tidak memiliki saluran pencernaan, otot, saraf, dan gonad. Bentuk tubuh porifera bervariasi mulai dari membulat, berbentuk tabung, bercabang, flabellate, dan lain-lain. Ukuran hewan ini bervariasi mulai dari 3 – 10 mm hingga 1,5 – 2 meter. Tubuh spons sendiri memiliki tekstur yang tersusun dari fibril kolagen pada bagian mesofil, serat spongin (ditemukan pada beberapa Ordo Demospongiae), dan komponen skeleton anorganik seperti kalsium karbonat (CaCO3) (pada Calcarea) atau silika (SiO2) (pada Hexactinellida, Demospongiae, Homoscleromorpha). Komponen penyusun skeleton anorganik ditunjukkan dengan adanya spikula yang bentuknya ada yang terpisah, bergabung dan saling menyambung (Amel, 2012).
Berdasarkan sistematika, spons dimasukkan dalam Poirfera yang memiliki empat kelas yakni Hexactinellida, Calcarea, Demospongiae dan Homoscleromorpha. Disamping itu juga terdapat kelas yang sudah punah seperti Archaeocyatha, Sphinctozoa dan Stromatoporoidea. Pembagian kelas tersebut didasarkan adanya data fosil, struktur skeleton, struktur spikula, dan tipe perkembangannya (Amel, 2012).
Berdasarkan data paleontologi, porifera merupakan hewan multiselular tertua. Fosil tertua dari spons yang belum punah, yakni Hexactinellida, ditemukan pada era awal Proterozoic. Sementara Demospongiae ditemukan pada akhir Proterozoic (sekitar 750 juta tahun yang lalu). Dan menariknya adalah ditemukannya keratose, yakni Demospongiae non-spikula, pada periode yang sama. Adapun spons paling akhir adalah Calcarea yang ditemukan pada periode Cambrian. Dari data paleontologi tersebut, Homoscleromorpha adalah spons termuda yang ditemukan pada awal dari periode Carboniferous. Struktur Organisasi Sel Porifera Hewan ini memiliki struktur berupa dua lapisan sel epitel yakni pinacoderm dan choanoderm. Sel pinacoderm ditunjukkan adanya sel berbentuk datar yang disebut dengan pinacocyte yang mana sel tersebut merupakan lapisan di bagian luar dan berfungsi sebagai saluran sistem air. Adapun sel choanoderm memiliki bentuk sel seperti kerah baju yang menghubungkan dengan ruangan choanocyte. Ruangan antara lapisan luar pinacocyte dengan sistem air terdapat jaringan mesofil. Mesofil ini bersifat inert namun dinamis serta kompleks. Di dalam mesofil ini juga terdapat simbion yang berupa mikroba tertentu (Amel, 2012).
Sistem saluran air Sistem sirkulasi air merupakan ciri khas dari porifera yang terdiri atas bagian berupa ostia, saluran masuk, apopyle, ruangan koanosit, prosopyle, saluran keluar dan osculum. Air masuk dimulai dari suatu saluran yang disebut sebagai ostia dan selanjutnya air bergerak menuju ke ruangan koanosit dan kemudian menuju ke saluran keluar yang bermuara pada oskulum. Aliran air dalam sistem ini disebabkan oleh gerakan dari flagel sel koanosit (Amel, 2012).
Berdasarkan tipe saluran air pada sponges, maka ada 4 tipe saluran yakni (Amel, 2012):
askon (asconoid) – rongga internalnya memiliki pola saluran yang jelas;
sikon (syconoid) – ruangan koanosit memanjang melalui seluruh bagian tubuh spons dari korteks hingga atrium;
sylleibid – ruangan koanosit memanjang dan tersusun secara radial di sekitar rongga atrium yang mengalami invaginasi;
leukon (leuconoid) – koanosit disusun secara menyebar di dalam ruangan koanosit pada bagian mesofil
II.2.4. Karang
Karang yang ada di pantai tebentuk dari kerangka luar tubuh salah satu jenis coelenterata.Coelenterata (dalam bahasa yunani, coelenteron = rongga) adalah invertebrata yang memiliki rongga tubuh.Rongga tubuh tersebut berfungsi sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler).Coeleanterata disebut juga Cnidaria (dalam bahasa yunani, cnido = penyengat) karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat.Sel penyengat terletak pada tentakel yang terdapat disekitar mulutnya. Coelenterata memiliki struktur tubuh yang lebih kompleks.Sel-sel Coelenterata sudah terorganisasi membentuk jaringan dan fungsi dikoordinasi oleh saraf sederhana (Adi, 2008).
Ukuran tubuh Coelenterata beraneka ragam.Ada yang penjangnya beberapa milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea.Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip.Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung yang dikelilingi oleh “lengan-lengan” (tentakel).Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang. Coelenterata merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan.Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh sel-sel gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut sebagai pencernaan ekstraseluler. Hasil pencernaan dalam gasrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis untuk kemudian dicerna lebih lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan ke bagian tubuh lainnya secara difusi (Adi, 2008).
Begitu pula untuk pengambilan oksigen dan pembuangan karbondioksida secara difusi.Coelenterata memiliki sistem saraf sederhana yang tersebar benrbentuk jala yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam merespon rangsangan. Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah lapisan bukan sel yang terdapat diantara lapisan epidermis dan gastrodermis.Gastrodermis tersusun dari bahan gelatin. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki. Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena Coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut.Pada permukaan tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit (knidosista) atau knidoblas.Setiap knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis (nematosista) (Adi, 2008).
Coelenterata hidup bebas secara heterotrof dengan memangsa plankton dan hewan kecil di air.Mangsa menempel pada knodosit dan ditangkap oleh tentakel untuk dimasukkan kedalam mulut.Habitat Coelenterata seluruhnya hidup di air, baik di laut maupun di air tawar.Sebagaian besar hidup dilaut secara soliter atau berkoloni. Ada yang melekat pada bebatuan atau benda lain di dasar perairan dan tidak dapat berpindah untuk bentuk polip, sedangkan bentuk medusa dapat bergerak bebas melayang di air. Reproduksi Coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan tunas. Pembentukan tunas selalu terjadi pada Coelenterata yang berbentuk polip. Tunas tumbuh di dekat kaki polip dan akan tetap melekat pada tubuh induknya sehingga membentuk koloni. Reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet (ovum dengan sperma). Gamet dihasilakan oleh seluruh Coelenterata bentuk medusa dan beberapa Coelenterata bentuk polip. Contoh Coelenterata berbentuk polip yang membentuk gamet adalah hydra (Adi, 2008).
Coelenterata terutama kelas Anthozoa yaitu koral atau karang merupakan komponen utama pembentuk ekosistem terumbu karang.Ekosistem terumbu karang merupakan tempat hidup beragam jenis hewan dan ganggang.Keanekaragaman organisme terumbu karang yang paling tingg terdapat di Asia Tenggara, dari Filipina dan Indonesia hinggaq Great Barier Reef di Australia. Dua puluh lima persen ikan yang dikonsumsi manusia juga hidup pada ekosistem ini.Selain itu, terumbu karang sanga indah sehingga dapat di jadikan objek wisata. Karang di pantai sangat bermanfaat sebagai penahan ombak untuk mencengah pengikisan pantai (Adi, 2008).
II.2.5. Cumi-Cumi & Sotong
Sotong atau "ikan" nus adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir semua perairan yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood. Sotong sering kali disalahtafsirkan sebagai cumi-cumi. Keduanya berbeda karena sotong bertubuh pipih, sementara cumi-cumi lebih berbentuk silinder. Selain itu, cangkang dalam sotong tersusun dari kapur yang keras, sedangkan pada cumi-cumi lunak (Khalik, 2014).
Sotong memiliki cirri umum antara lain (Khalik, 2014):
Tubuh panjang dan meruncing.
Memiliki 8 lengan dan 2 tentakel
Memiliki sirip dari bagian leher hingga ujung ekornya.
Bergerak dengan cara berenang
Makan dengan cara mencabik dan menelan potongan daging mangsanya
Bisa mengubah warna dan tekstur kulitnya
Memiliki cangkang dalam bentuk pipih seperti perisai
Dalam tangga klasifikasi ilmiah, termasuk ke dalam ordo Dekapoda
Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut.Nama itu Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan. Cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang belakang Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, Heteroteuthis, adalah yang memiliki kemampuan memancarkan cahaya Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada ujung suatu juluran panjang yang menonjol di depan. Hal ini dikarenakan peristiwa yang terjadi pada cumi-cumi jenis ini Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta (Khalik, 2014).
Cumi-cumi memiliki cirri umum antara lain (Khalik, 2014):
Tubuh panjang dan meruncing
Memiliki 8 lengan dan 2 tentakel
Memiliki sepasang sirip di bagian dekat ujung ekornya
Bergerak dengan cara berenang
Makan dengan cara mencabik dan menelan potongan daging mangsanya
Hanya bias bengubah warna kulitnya
Memiliki cangkang dengan bentuk tangkai
Dalam tangga klasifikasi ilmiah, termasuk ke dalam ordo Dekapoda
II.2.6. Bintang laut
Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam filum Echinodermata, dan kelas Asteroidea. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino = landak, derma = kulit) adalah kelompok hewan triopoblastik selomata yang memilki ciri khas adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Walaupun dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan sebutan starfish, hewan ini sangat jauh hubungannya dengan ikan. Sesuai dengan namanya itu, jenis hewan ini berbentuk bintang dengan 5 lengan. Bintang laut termasuk  hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Mereka bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut sebenarnya adalah makhluk hidup yang bebas, namun dikarenakan ketiadaannya organ gerak yang memadai, bintang laut hanya bergerak mengikuti arus air laut (Huda, 2011).
Tubuh bintang laut terdiri dari bagian oral (yang memiliki mulut) dan Aboral (yang tidak memiliki mulut). Hewan ini banyak dijumpai di pantai. Ciri lainnya adalah alat organ tubuhnya bercabang ke seluruh lengan.  Mulut terdapat di permukaan bawah atau yang disebut permukaan oral dan anusnya terletak di permukaan atas atau disebut juga permukaan aboral. Kaki tabung tentakel (tentacle) terdapat pada permukaan oral. Sedangkan pada permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin (Huda, 2011).
Permukaan Echinodermata umumnya berduri, baik itu pendek tumpul atau runcing panjang. Duri berpangkal pada suatu lempeng kalsium karbonat yang disebut testa. Sistem saluran air dalam rongga tubuhnya disebut ambulakral. Ambulakral berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang menjulur keluar tubuh, yaitu kaki ambulakral atau kaki tabung ambulakral.Kaki ambulakral memiliki alat isap (Huda, 2011).
Sistem ambulakral Asteroidea terdiri dari (Huda, 2011):
 Medreporit adalah lempengan berpori pada permukaan cakram pusat dibagian dorsal tubuh.
  Saluran cincin terdapat di rongga tubuh cakram pusat
  Saluran radial merupakan cabang saluran cincin ke setiap lengan
  Kaki ambulakral merupakan juluran saluran radial yang keluar.
Sistem ekskresi tidak ada.Pertukaran gas terjadi melalui insang kecil yang merupakan pemanjangan kulit.Sistem sirkulasi belum berkembang baik. Echinodermata melakukan respirasi dan makan pada selom.Sistem saraf Echinodermata terdiri dari cincin pusat saraf dan cabang saraf. Echinodermata tidak memiliki otak.Untuk reproduksi Echinodermata ada yang bersifat hermafrodit dan dioseus. Fertilisasi berlangsung secara eksternal.Zigot berkembang menjadi larva yang simetris bilateral bersilia.Hewan ini juga dapat beregenerasi. Echinodermata merupakan hewan yang hidup bebas.Makanannya adalah kerang, plankton, dan organisme yang mati.Habitatnya di dasar air laut, di daerah pantai hingga laut dalam. Echinodermata dikelompokkan menjadi lima kelas, yaitu Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, Holothuroidea, dan Crinoidea (Huda, 2011).
II.2.7. Landak Laut
Bulu babi (Sea Urchin) hidup di pesisir pantai atau perairan dangkal yang umumnya memiliki terumbu karang yang indah. Hewan yang berduri di sekujur tubuhnya ini memiliki sistem proteksi diri berupa racun yang pada duri-durinya. Hewan ini memang dirancang sedemikian rupa oleh sang Pencipta untuk melindungi diri dari serangan predator di habitatnya. Makhluk pasif ini sebenarnya tidak menyerang, namun bukan tidak mungkin saat kita berenang di laut terjadi kontak fisik oleh hewan satu ini. Efek terkena bulu babi pada kulit ialah nyeri pada kulit yang tertusuk bulu babi bahkan reaksi pada tubuh yaitu kesusahan bernapas. Selain itu efek pasca tertusuk hewan ini adalah rasa gatal berkepanjangan hingga satu minggu lamanya, bahkan bisa lebih. (Ibrahim, 2013).
Bulu babi dan landak laut saja sebenarnya sudah memiliki nama ilmiah yang berbeda satu sama lainnya. Bulu babi memiliki nama latin Temnopleurus alexandrii, sedangkan landak laut adalah Diadema antillarum. Jika memang dua ekor hewan ini sama, seharusnya nama latin mereka juga sama. Setidaknya mirip satu sama lain. Kedua biota laut ini termasuk ke dalam filum Echinodermata, kelas Echinoidea. Hewan yang tergabung dalam kelas ini memiliki ciri-ciri utama berupa tubuhnya yang lonjong dan mempunyai duri-duri tipis pada sekujur lapisan permukaan luar tubuh mereka. Duri-duri ini terbuat dari senyawa CaCO3 atau kalsium karbonat sehingga memiliki tekstur yang keras. Habitat spesies-spesies ini pada umumnya terdapat di perairan yang tenang di laut tropis. Mereka mendiami lapisan dasar laut yang berbatu, mulai dari kedalaman 10 sampai 70 meter dpl. Banyak terdistribusi pada perairan laut di daerah Asia seperti laut-laut di Indonesia (Ibrahim, 2013).
Memiliki saluran pencernaan yang panjang. Dimulai dari mulut pada bagian bawah (oral) tepat di tengah-tengah badan, esophagus, lambung yang mengalami modifikasi menjadi kantung-kantung kecil, insestinum, rectum dan berakhir pada anus yang tepat berada pada sisi kebalikan dari bagian mulut. Jika mulut terdapat pada bagian central oral, maka anus terdapat pada sebelah atas (aboral) dari tubuh mereka (Ibrahim, 2013).
























BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada pelaksanaan kuliah lapangan, dilakukan selama 3 hari 2 malam yaitu dimulai dari hari sabtu 11 oktober 2014-senin 13 oktober 2014. Adapun kegiatan yang dilakukan berdasarkan waktu yang telah ditentukan asisten. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengamatan lamun pada pukul 10.00-13.00, yaitu semua peserta kuliah lapang beserta asisten turun ke dalam perairan laut untuk mengamati jenis-jenis lamun baik yang ada pada zona pasir, zona lamun hingga zona karang.
Kemudian dilakukan pengamatan makroalgae yang ada pada perairan tersebut, semua jenis alga yang ditemukan diambil untuk diamati morfologi dan adaptasinya masing-masing. untuk algae dan lamun tidak terlalu susah mengambi sampelnya karena saat itu laut dalam keadaan surut sehingga banyak lamun maupun alga yang terdampar di sekitaran zona pasir.
Setelah pengamatan, dilanjutkan dengan waktu istirahat, shalat dan makan pada pukul 13.00-14.00. kemudian diadakan pengamatan di laboratorium untuk lebih mengetahui tentang sampel-sampel lamun yang telah diambil. Seluruh praktikan kemudian membagi diri berdasarkan kelompok dan asisten untuk melakukan pengamatan lebih lanjut tentang sampel yang diambil sampai pukul 17.00. dari pukul 17.00-20.00 wita, praktikan diberi waktu untuk beristirahat, makan shalat dan untuk mempersiapkan kembali praktikum lanjutan pada pukul 20.00 wita untuk mengamati sampel makroalgae yang telah diambil.
Pukul 20.00 pun telah tiba dan seluruh praktikan maupun asisten memasuki laboratorium untuk melajutkan pengamatan makroalganya. kemudian praktikan dan asistenpun masing-masing berpisah berdasarkan kelompok masing-masing untuk pengamatan lebih lanjut hingga respon tiba. Sampel yang ada kemudian diamati, digambar, dan diskripsikan jenis per jenis untuk mengetahui adaptasi tumbuhan ini yang hidup pada wilayah dengan salinitas tinggi.
Setelah pengamatan di laboratorium selesai pada pukul 23.00 wita, praktikan, asisten maupun dosen melakukan istirahat hingga pada pukul 05.00 wita.
Pukul 05.00 pun tiba, dan seluruh praktikan dibangunkan untuk shalat dan melakukan persiapan untuk sarapan dan untuk melakukan pengamatan lebih lanjut lagi di bawah air laut. Kali ini, pengamatan yang dilakukan adalah pada terumbu karang dan spons dimulai pada pukul 08.00-11.00 wita. Di laut, hanya dilakukan pengamatan morfologi pada karang dan spons, tidak dilakukan pengambilan sampel karena akan merusak ekosistem karang di Pulau Barrang Lompo. Praktikan hanya dianjurkan untuk mengambil gambarnya saja untuk diamati lebih lanjut di laboratorium. Pada saat pengamatan ini, dilakukan pula pengambiloan sampel untuk bintang laut dan bulu babi/ landak laut.
Pengambilan sampel dilakukan dimulai dari zona karang hingga kedalaman 2 m (bagi perenang ahli) untuk mengambil jenis bintang laut dan bulu babi yang lebih banyak dan memungkinkan mendapatkan jenis yang berbeda. masing-masing kelompok mendapatkan berbagai macam jenis namun kebanyakan sama pada tiap nampannya.
Pukul 11.00 pun tiba, seluruh praktikan maupun asisten kembali ke penginapan untuk beristirahat, shalat dan makan. Kemudian setelah itu, pada pukul 14.00-16.00 dilakukan kembali pengamatan bintang laut dan bulu babi di laboratorium. Lalu dibagi kembali sesuai formasi pengelompokan praktikum sebelumnya untuk melakukan kembali pengamatan hingga pukul 15.30 wita, praktikan diberi kesempatan untuk shalat (khusus muslim).
Pada pukul 16.00 wita dilakukan kegiatan Hart Creek yaitu melihat dan mengamati tambak kerang dan gastropoda yang dibudidayakan oleh salah satu dosen dan rekan-rekannya. di sana dilakukan pengamatan dan mendapatkan penjelasan tentang budidaya kima baik yang memproduksi mutiara maupun tidak. di sana juga terdapat kultur mikroalga yang berperan sebagai xoozanthella pada kimanya, hingga pada pukul 17.30 kegiatan ini terus berlangsung. pengamatan ini dilakukan perkelompok sesuai dengan kelompok praktikunya masing-masing.
Pada pukul 18.00, seluruh peserta kuliah lapang kembali ke penginapan untuk beristirahat, shalat dan makan hingga pukul 20.00 wita.
Pukul 20.00 wita dilakukan kembali praktikum tentang cumi-cumi dan sotong, di sini dilakukan pengamatan antar kelompok dan mendapat penjelasan kembali oleh asisten masing-masing dan kembali menggambar serta mendeskripsikan tentang cumi-cumi. Setelah pengamatan, bagi para praktikan laki-laki mendapat tugas untuk mengambil sampel air laut pada malam hari untuk mendapatkan jenis plankton yang akan diamati di laboratorium di kampus. Sampel yang diambil ada dua jenis yaitu pada pagi hari dan malam hari. hal ini dilakukan karena memiliki tujuan tertentu pada saat pengamatan berlanjut.
Kemudian setelah itu seluruh praktikan masing-masing mempersiapkan diri untuk keberangkatan pulang pada pukul 06.00. Pada pagi harinya, seluruh praktikan mempersiapkan kembali seluruh alat untuk dibawa kembali pulang dan seluruhnya berjalan menuju dermaga dan siap untuk kembali ke Makassar untuk aktifitas kuliahnya msing-masing. Kegiatan selesai.






















BAB IV
HASIL KEGIATAN

Pada kegiatan ini didapatkan beberapa hasil pengamatan dari masing-masing biota laut yang memiliki beberapa jenis adaptasi umum yaitu sebagai berikut:
IV.1. Lamun
Salah satu spesies dari lamun adalah Enhalus acoroides : merupakan lamun yang tumbuh di tempat yang berpasir, mampu tumbuh di zona karang. Merupakan jenis lamun yang paling besar ukurannya. Memiliki bulu (Fibrous bristle) untuk menghalangi sedimen dan memiliki rimpang yang terbenam di pasir sehingga kuat menahan arus. beberapa jenis sering tumbuh membentuk komunitas antar lamun. Lamun merupakan salah satu prosuden bagi biota laut lainnya. Lamun juga mampu menahan arus karena kapadatan pertumbuhannya di air laut, juga membantu suplai oksigen dengan hasil fotosintesisnya.
IV.2. Alga
Makroalgae terbagi menjadi 3 kelas utama yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga cokelat) dan Rhodophyceae (alga merah). Salah satu kelebihan dari tumbuhan ini yakni memiliki alat pelekat berupa holdfast yang berfungsi melekatkan dirinya pada substrat-substrat keras berupa cangkang kerang maupun karang. Beberapa jenis juga memiliki bludder atau gelembung udara agar tumbuhan ini mampu tegak dalam keadaan apapun. Karena tumbuhan ini merupakan tumbuhan tinngkat rendah, sehingga bagian tubuhnya disebut thallus adapun organ-organnya yaitu daun semu (filoid), batang semu (stalk) dan akar semu (rhizoid). Adapun salah satu contoh spesies dari masing kelas yaitu pada Chlorophyceae yaitu Halimeda macroloba yang mampu mendepositkan zat kapur pada tubuhnya. kemudian pada Phaeophyceae yaitu Sargassum sp yang memiliki bludder pada ketiak daun semunya, kemudian pada kelas Rhodophuceae yaitu Lawrencia optusa yang pada cabangnya terdapat bulatan-bulatan yang hidup secara berkelompok untuk menghindari hantaran arus.
IV.3. Cumi-cumi & Sotong
Pada pengamatan ini didapatkan beberapa perbedaan antara cumi dan sotong salah satunya adalah bahan dari cangkangnya, pada cumi-cumi cangkangnya terbuat dari zat kitin sedangkan pada sotong, cangkangnya terbuat dari zat kapur selain itu jika diamati lebih cermat, ukuran sotong selalu lebih besar disbanding cumi-cumi. Adapun hasil pengamatn yang didapatkan pada cumi-cumi yaitu:
memiliki siphon yang berfungsi untuk menyemprotkan tinta pada saat keadaan terancam.
memiliki sucker pada jerait untuk meraih dan menjerat mangsanya.
secara fisiologi, bentuk adaptasinya yaitu cumi-cumi akan menyemprotkan tinta yang terdapat pada siphon jika berada dalam serangan musuh
memiliki jerait panjang dan jerait pendek untuk menahan dan memasukkan makanan ketika telah menangkap mangsa.
IV.4. Bintang Laut
Hasil pengamatan yang didapatkan pada bintang laut yaitu memiliki madreporit sebagai tempat masuknya air, reproduksi dengan cara fragmentasi yaitu jika salah satu lengannya putus, maka akan berubah menjadi individu baru dan pada tubuh aslinya akan tumbuh kembali lengan yang baru. Alat geraknya berupa kaki tabung, memiliki bintik mata pada setiap ujung lengannya yang disebut stigma. Memiliki lengan amburakral sebagai saluran air.
IV.5. Bulu Babi
Hasil yang didapatkan dari kegiatan yang telah dilakukan adalah bentuk adaptasi secara umum yaitu memiliki duri pada sekitaran tubuhnya yang berfungsi sebagai alat gerak dan untuk melekatkan diri ke individu yang lain. Memiliki lentera aristoteles yang berfungsi sebagai penggiling makanan ketika makanan telah masuk di mulut. Durinya terbuat dari kandungan CaCo3 yang tidak keras. Hidupnya berkoloni untuk memudahkan pada saat kawin dan mengurangi pergerakan akibat arus. Pada salah satu jenis yaitu Mesphilia globulus yaitu menyelubungi diri sendiri dengan lamun sabagai cara pertahanan dirinya untuk menghindari arus yang kuat, durinya seperti sikat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan hasil kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut:
Jenis-jenis biota laut yang ditemukan di Pulau Barrang Lompo adalah lamun, makroalga, karang, spons, cumi-cumi, landak laut dan bintang laut.
Adapun adaptasi secara umum dari jenis biota laut adalah sebagai berikut:
Lamun memiliki akar rimpang pada semua jenisnya, yang melekatkan dan membenamkan di pasir ini berfungsi agar tumbuhan ini tidak mudah terbawa arus dan tidak gampang patah.
Makroalga memiliki alat pelekat berupa Holdfast yang berfungsi melekatkan dirinya pada substrat berupa karang atau cangkang-cangkang keras serta beberapa jenis seperti Sargassum sp memiliki gelembung udara (bludder) yang berfungsi agar tubuh tumbuhan ini tetap tegak ketika ada arus.
Karang memiliki sel penyengat yang disebut Nematocyst yang berfungsi untuk pertahanan diri ketika karang didekati pemangsa, sang pemangsa akan tersengat oleh nematocyst ini.
Spons memiliki ostium dan oskulum sebagai saluran keluar masuknya air, untuk alat pertahanan diri, spons akan mengeluarkan lendir pada tubuhnya ketika didekati pemangsa. Lendir ini licin dan mengandung senyawa racun.
Cumi-cumi Loligo sp memiliki sucker pada tentakel/jeraitnya ini berfungsi untuk meraih dan melekatkan mangsanya. Untuk pertahanan diri, hewan ini memiliki Siphon pada bagian dorsalnya, siphon ini akan menyemprotkan tinta secara otomatis jika sang cumi-cumi didekati pemangsa.
Landak laut atau bulu babi memiliki salah satu alat pencernaan yang disebut lentera Aristoteles yang bergabung antara mulut dan gigi ini berfungsi untuk menggiling makanan. Selain itu, bulu babi juga memanfaatkan duri-duri yang terbuat dari CaCo3 pada tubuhnya sebagai alat pergerakan serta untuk melekatkan diri dengan sejenisnya yang lain untuk membentuk koloni, ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri.
Bintang laut memiliki madreporit sebagai saluran air serta memiliki lengan amburakral yang berfungsi sebgai tempat keluar masuknya air. Selain itu, reproduksinya dengan cara fragmentasi yaitu jika salah satu lengannya putus, maka akan menjadi individu baru dan pada tubuh aslinya akan tumbuh lengan yang baru.
V.2. Saran
Sebaiknya di dalam melakukan praktikum lapang selanjutnya semua fasilitas dilengkapi dan penggunaan waktu yang sebaik-baiknya agar tidak terjadi kekeliruan di dalam kegiatan tersebut.





















DAFTAR PUSTAKA

Abdan, Muamar, 2014. biologi laut. https://www.academia.edu/1900333/BIOLOGI_LAUT. diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.

Abdillah, 2013. Lamun. http://itk.fpik.ipb.ac.id/SIELT/lamun.php?load=deskripsi.php, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Adi, D., 2008. Mengenal Karang. http://gurungeblog.com/2008/11/10/mengenal-phylum-coelenterata-cnidaria,  diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Amel, 2012. Apa itu Spons?. http://www.generasibiologi.com/2012/09/apa-itu-spons.html, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Anonim, 2014. biologi kelautan. http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi_kelautan,  diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Anonim, 2012. wisata kepulauan spermonde. http://wisatasulawesi.wordpress.com/2012/04/05/wisata-kepulauan-spermonde/, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Aya, D., 2014. Ekosistem Padang Lamun. https://www.academia.edu/3304813/Ekosistem_Padang_Lamun, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Fahlevi, Septireza. Manfaat Lamun. http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=236%3Amanfaat-lamun-bagi-ekosistem-terumbu-karang&catid=58%3Aekowisata&Itemid=54&lang=id, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Huda, 2011. Bintang Laut. http://ibn5sholih.blogspot.com/2011/05/deskripsi-bintang-laut-asteroida.html, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Ibrahim, 2013. landak laut. http://exploreoursea.blogspot.com/2013/11/bulu-babi-dan-landak-laut-persepsi-yang.html, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Islami, Masrur, ., 2014. Tentang Biota Laut. https://www.academia.edu/4536031/TENTANG_BIOTA_LAUT_oleh. diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Khalik, 2014. cumi-cumi dan sotong. http://www.kaskus.co.id/thread/514f3435db9248b72b000005/perbedaan-sotong-dan-cumi---cumi, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.
Raharjanto, 2012. Makroalga. https://agengsimuk.wordpress.com/2012/10/09/makroalga/, diakses pada hari kamis 13 november 2014, pukul 20.00 wita.



Rabu, 18 Juni 2014

Sekedar Penyejuk

Seorang ibu mengirim surat kepada anaknya:
"anakku, memang ayah tak mengandungmu, tetapi darahnya mengalir di darahmu..
Namanya melekat di namamu..
Nak, ayah memang tak menjagamu setiap saat, tetapi tahukah kau di dalam doanya selalu ada namamu disebutnya..
Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar, karena dia ingin terlihat kuat agar kau tak ragu berlindung di lengannya dan dadanya ketika kau merasa tak aman.. Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat bunda, karena kecintaanya, dia takut tak sanggup melepaskanmu.. Dia ingin kau mandiri agar ketika kelak kami tiada, kau sanggup menghadapi semua sendiri..
Bunda hanya ingin kau tahu, nak, bahwa cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda.. Anakku, jadi di dirinya juga terdapat surga bagimu, maka hormati dan sayangi ayahmu.."
dalam urutan tata surya, venus dan mars mengapit bumi, dia seperti ibu dan bapak yg berjalan seiring membawa dan membimbing anaknya dalam kesetaraan dan saling menyempurnakan.
I love my PARENTS

Kamis, 15 Mei 2014

Transpirasi Tumbuhan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Dalam aktivitas hidupnya, sejumlah besar air dikeluarkan oleh tumbuhan dalam bentuk uap air ke atmosfir. Pengeluaran air oleh tumbuhan dalam bentuk uap air prosesnya disebut dengan transpirasi. Banyaknya air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan merupakan kejadian yang khas, meskipun perbedaan terjadi antara suatu species dan species yang lainnya. Transpirasi dilakukan oleh tumbuhan melalui stomata, kutikula dan lentisel. Disamping mengeluarkan air dalam bentuk uap, tumbuhan dapat pula mengeluarkan air dalam bentuk tetesan air yang prosesnya disebut dengan gutasi dengan melalui alat yang disebut dengan hidatoda yaitu suatu lubang yang terdapat pada ujung urat daun yang sering kita jumpai pada species tumbuhan tertentu. Sehubungan dengan transpirasi, organ tumbuhan yang paling utama dalam melaksanakan proses ini adalah daun, karena pada daunlah kita menjumpai stomata paling banyak. Transpirasi penting bagi tumbuhan  karena berperan dalam hal membantu meningkatkan laju angkutan air dan garam mineral, mengatur suhu tubuh dan mengatur turgor optimum di dalam sel. Transpirasi dimulai dengan penguapan air oleh sel-sel mesofil kerongga antar sel yang ada dalam daun (Wahab, 2013).
Tumbuhan, seperti juga hewan memiliki adaptasi evolusioner dalam bentuk respons fisiologis terhadap perubahan jangka  pendek. Misalnya jika daun pada tumbuhan mengalami kekurangan air, daun-daun akan menutup stomata, yang merupakan lubang kecil dipermukaan daun tersebut. Respons darurat ini akan membantu tumbuhan menghemat air dengan cara mengurangi transpirasi, yaitu hilangnya air dari daun melalui penguapan ( Campbell, dkk., 2010).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengukur laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan yaitu Acalypha sp. Dan Bauhinia purpurea.
2.      Membandingkan laju transpirasi pada dua jenis tanaman.
3.      Mengamati jumlah stomata bagian atas dan bagian bawah daun.
I.3. Waktu dan Tempat
Percobaan transpirasi tumbuhan dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 9 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sebatang tumbuhan yang tumbuh di tanah dapat dibayangkan sebagai dua buah sistem percabangan, satu di bawah dan satu di atas permukaan tanah. Kedua sistem ini dihubungkan oleh sebuah sumbu utama yang sebagian besar terdapat di atas tanah. Sistem yang berada di dalam tanah terdiri atas akar yang bercabang-cabang menempati hemisfer tanah yang besar. Akar-akar terkecil terutama yang menempati bagian luar hemisfer tersebut. Sistem yang terdapat di atas permukaan tanah mencakup suatu hemisfer serupa, dengan permukaan yang ditempati oleh cabang-cabang kecil berdaun lebat. Secara kolektif akar-akar kecil membentuk permukaan luas yang berhubungan dengan tanah, dan sama halnya dengan daun-daun yang juga membentuk permukaan luas yang berhubungan dengan udara. Dalam keadaan normal, sel-sel bergbagai akar dikelilingi oleh larutan tanah yang mempunyai tekanan osmosis umumnya di bawah −2 bar (atmosfer), dan sering kali hampir nol, sedangkan sel-sel daun dan bagian-bagian lain yang berada di atas tanah dikelilingi oleh udara tak jenuh yang kemampuan menyerap airnya beberapa bar. Karena sumbu yang menghubungkan akar dan daun memungkinkan air mengalir dengan tahanan yang wajar, maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa air akan mengalir sepanjang gradasi tekanan air yang membentang dari tanah ke udara dalam tubuh tumbuhan. Oleh karena itu seluruh tumbuhan dapat dibandingkan dengan sebuah sumbu lampu, yang menyerap air dari tanah malalui akar, mengalirkannya melalui batang dan kemudian menguapkannya ke udara dari daun-daun (Loveless, 1991).
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas melalui arus transportasi.Laju transpirasi dipengaruhi oleh ukuran tumbuhan, kadar CO2, cahayasuhu, aliran udara, kelembaban, dan tersedianya air tanah. Faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku stoma yang membuka dan menutupnya dikontrol oleh perubahan tekanan turgor sel penjaga yang berkorelasi dengan kadar ion kalium (K+) di dalamnya. Selama stoma terbuka, terjadi pertukaran gas antara daun dengan atmosfer dan air akan hilang ke dalam atmosfer. Untuk mengukur laju transpirasi tersebut dapat digunakanpotometer . Transpirasi pada tumbuhan yang sehat sekalipun tidak dapat dihindarkan dan jika berlebihan akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan mati.Sebagian besar transpirasi berlangsung melalui stomata sedang melalui kutikula daun dalam jumlah yang lebih sedikit. Transpirasi terjadi pada saat tumbuhan membuka stomatanya untuk mengambilkarbon dioksida dari udara untuk berfotosintesis.Lebih dari 20 % air yang diambil oleh akardikeluarkan ke udara sebagai uap air. Sebagian besar uap air yang ditranspirasi oleh tumbuhan tingkat tinggi berasal dari daun selain dari batangbunga dan buah. Transpirasi menimbulkan arus transpirasi yaitu translokasi air dan ion organik terlarut dari akar ke daun melalui xilem (Siregar, 2003).
Struktur anatomi daun memungkinkan penurunan jumlah difusi dengan menstabilkan lapis pembatas tebal relatif. Misalnya rapatnya jumlah trikoma pada permukaan daun cenderung meyebabkan lapisan pembatas udara yang reltif tidak bergerak. Stomata yang tersembunyi menekan permukaan daun sehingga stomata membuka. Udara memiliki efek penting dalam penjenuhan jumlah udara. Udara hangat membaewa lebih banyak air dari pada udara dingin. Oleh karena itu, pada saat panan volume udara akan memberikan sedikit uapa air dengan kelembaban relatif yang lebih rendah daripada saat dingin. Untuk alasan ini, tumbuhan cenderung kehilangan air lebih cepat pada udara hangat dari pada udara dingin. Hilangnya uap air dari ruang interseluler daun menurunkan kelembaban relatif pada ruang tersebut. Air yang menguap dari daun (stomata) ini menimbulkan kekuatan kapiler yang menarik air dari daerah yang berdekatan dalam daun.Beberapa penggantian air berasal dari dalam sel daun melalui membran plasma. Ketika air meninggalkan daun, molekul air menjadi lebih kecil. Hal ini akan mengurangi tekanan turgor. Jika banyak air yang dipindahkan, tekanan turgor akan menjadi nol (Wahab, 2013).
Tumbuhan seperti pohon jati dan akasia mengurangi penguapan dengan cara menggungurkan daunnya di musim panas. Pada tumbuhan padi-padian, liliacea dan jahe-jahean, tumbuhan jenis ini mematikan daunnya pada musim kemarau. Pada musim hujan daun tersebut tumbuh lagi. Tumbuhan yang hidup di gurun pasir atau lingkungan yang kekurangan air (daerah panas) misalnya kaktus, mempunyai struktur adaptasi khusus untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada tumbuhan yang terdapat di daerah panas, jika memiliki daun maka daunnya berbulu, bentuknya kecil-kecil dan kadang-kadang daun berubah menjadi duri (Sasmitamihardja, 1996).
Ruang interseluler udara dalam daun mendekati keseimbangan dengan larutan dalam fibrill sel pada dinding sel. Hal ini berarti sel-sel hampir jenuh dengan uap air, padahal banyaknya udara di luar daun hampir kering. Difusi dapat terjadi jika ada jalur yang memungkinkan adanya ketahanan yang rendah. Kebanyakan daun tertutup oleh epidermis yang berkutikula yang memiliki resistansi (ketahanan) tinggi untuk terjadinya difusi air (Lakitan, 2007).
Kegiatan Transpirasi dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor dalam maupun faktor luar. Yang terhitung sebagai faktor dalam adalah besar  kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya stomata. Hal-hal ini semua mempengaruhi kegiatan trasnpirasi pada tumbuhan (Gardner, dkk., 1991).
Kegiatan Transpirasi secara langsung oleh tanaman dipandang lansung sebagai pertukan karbon dan dalam hal ini transpirasi sangat penting untuk pertumbuhan tanaman yang sedaang tumbuh menentukan banyak air jauh lebih banyak daripada jumlah terhadap tanaman itu sendiri kecepatan hilangnya air tergantung sebagian besar  pada  suhu kelembapan relatif  dengan gerakan udara   (Ashari, 1995).
Kecepatan transpirasi berbeda-beda tergantung kepada jenis tumbuhannya. Bermacam cara untuk mengukur besarnya transpirasi, misalnya dengan menggunakan metode penimbangan. Sehelai daun segar atau bahkan seluruh tumbuhan beserta potnya ditimbang. Setelah beberapa waktu yang ditentukan, ditimbang lagi. Selisih berat antara kedua penimbangan merupakan angka penunjuk besarnya transpirasi. Metode penimbangan dapat pula ditujukan kepada air yang terlepas, yaitu dengan cara menangkap uap air yang terlepas dengan dengan zat higroskopik yang telah diketahui beratnya. Penambahan berat merupakan angka penunjuk besarnya transpirasi (Soedirokoesoemo, 1993).
Pengangkutan garam-garam mineral dari akar ke daun terutama oleh Xylem dan secepatnya mempengaruhi oleh kegiatan Transpirasi. Transpirasi pada hakikatnya sama dengan penguapan, akan tetapi istilah penguapan tidak digunakan pada makhluk hidup. Sebenarnya seluruh  bagian tanaman mengadakan transpirasi karena dengan adanya transpirasi terjadi  hilangnya molekul sebagian besar adalah  lewat daun hal ini disebabkan luasnya permukaan daun  dan karena daun-daun itu lebih terkena udara dari pada bagian lain dari suatu tanaman (Darmawan dan Barasjah, 1982).
Stomata akan membuka jika tekanan turgor kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor oleh sel penjaga disebabkan oleh masuknya air kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air antar sel akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggike sel engan potensi lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel tergantung pada jumlah bahan yang terlarut dari cairan tesebut, semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi yang terjadi pada sel semakin rendah (Soedirokoesoemo, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju Transpirasi antara lain: Faktor-faktor internal yang mempengaruhi  mekanisme membuka dan menutupnya stomata yaitu Kelembaban udara sekitar, Suhu udara, dan Suhu daun tanaman (Lakitan, 2007).
Angin dapat pula mempengaruhi laju transpirasi jika udara yang bergerak melewati permukaan daun tersebut lebih kering (kelembaban nisbihnya rendah) dari udara  sekitar tumbuhan  tersebut  (Gardner, dkk., 1991).
Kerapatan uap air diudara tergantung dengan resisitensi  stomata dan kelembaban nisbih dan juga suku udara tersebut, untuk perhitungan laju transpirasi. Kelembaban nisbih didalam  rongga substomata dianggap 100%.  Jika kerapatan uap air didalam rongga  substomata sepenuhnya tergantung pada suhu   (Tjitrosoepomo, 1998).
Menurut Dwijoseputra (l989) pada pagi hari masih kedapatan amilum di dalam sel-sel penutup stomata. Penaruh sinar matahari ini membangkitkan klorofil-klorofil untuk mengadak fotosintesis dalam kloroplas jaringa palisade dan spon parenkim. Dengan adanya fotosintesis ini, maka kadar CO2 dalam sel-sel tersebutt menurun, ini karena sebagian dari CO2 mengalami reduksi menjadi CH2O. Karena peristiwa reduksi ini, maka berkuranglah ion-ion H, sehingga pH lingkungan jadi lingkungan menuju basa. Kenaikan pH ini sangat baik bagi kegiatan enzim posporilase guna mengubah amilum dalam sel penutup menjadi glukosa-l pospat. Naiknya osmosis isi sel penutup menyebabkan masuknya air dari sel tetangga, sehingga menaikkan turgor dan memgembanglah dinding sel tetangga yang tipis tersebut (Haryanti dan Meirina, 2009).
Meskipun air merupakan penyusun utama tubuh tumbuhan namun sebagian besar air yang diserap akan dilepaskan kembali ke atmosfer dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk proses metabolisme dan mengatur turgor sel.Hilangnya air dari tubuh tumbuhan terjadi melalui proses transpirasi dan gutasi (Soedirokoesoemo, 1993).
Daya hantar secara langsung dipengaruhi oleh besarnya bukaan stomata. Semakin besar bukaan stomata maka daya hantarnya akan semakin tinggi. Pada beberapa tulisan digunakan beberap istilah resistensi stomata. Dalam hubungan ini daya hantar stomata berbanding dengan resistensi stomata (Campbell, dkk., 2010).
Transpirasi juga merupakan proses yang membahayakan kehidupan tumbuhan, karena kalau transpirasi melampaui penyerapan oleh akar, tumbuhan dapat kekurangan air. Bila kandungan air melampaui batas minimum dapat menyebabkan kematian. Transpirasi yang besar juga memaksa tumbuhan mengedakan penyerapan banyak, untuk itu diperlukan energi yang tidak sedikit (Soedirokoesoemo, 1993).
DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta.

Campbell, N. A., J. B., Reece, dan L. G., Mitchel, 2010. Biologi, edisi kedelapan, Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Darmawan, J dan Bharsjah, J. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Erlangga, Jakarta.

Gardner, F. P., R. B., Pearce dan R. L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanamaman Budidaya. Erlangga, Jakarta.

Haryanti, S., dan Meirina T., 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun Kedelai (Glycine max (L) merril) Pada Pagi Hari dan Sore. Jurnal Bioma. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Dipinegoro, Vol. 11 (18-23).
Loveless, A. R., 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sasmitamihardja, Drajat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga, Jakarta.

Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Erlangga, Jakarta.
Siregar, Arbayah, 2003. Anatomi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Sudrajad, E., 2014. Laporan Praktikum Transpirasi pada Tumbuhan. http://web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi/bio100/Materi/trnaspirasi_tumb.html, diakses pada hari sabtu 10 mei 2014 pukul 21.58 WITA.
Tjitrosoepomo H.S., 1998. Botani Umum. UGM Press, Yogyakarta.

Wahab, 2013. Lapiran Praktikum Tranpirasi Tumbuhan http://wahabhadada.blogspot.com/laporan-transpirasi.html. diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 20.55 WITA.

Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Proses fotosintesis mereaksikan karbondioksida dan air menjadi gula dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil. Fotosintesis pada umumnya berlangsung pada tumbuhan berklorofil pada waktu siang hari. Proses fotosintesis merupakan rangkaian dari proses penangkapan energi cahaya, aliran elektron dan penggunaan energi yang dilepaskan oleh elektron untuk menghasilkan zat organic (Erviani, 2012).
Klorofil akan menghasilkan flouresensi berwarna merah yang berarti warna larutan tersebut tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada cahaya yang dipantulkan (Latunra, 2011).
Sinar matahari yang mencapai atrnosfir sebagian akan direfleksikan dan diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri, oleh awan dan panikel padat yang ada diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi. Sepertiga dari total radiasi matahari yang diterima akan direfleksikan kembali ke angkasa. Awan memegang peran penting di sini karena merefleksikan cahaya terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran sinar matahari oleh permukaan bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari radiasi ini yang ditahan oleh lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu malam di permukaan bumi juga relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di lapisan awan ini (Ariwulan, 2012).
Sinar matahari dengan panjang gelombang yang lebih pendek (ultra violet) akan dibsorbsi oleh atmosfir. Sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4-0.7 pm disebut sebagai cahaya tampak. Setengah dari total energi matahari yang mencapai permukaan bumi merupakan sinar tampak. Pada saat matahari meredup, sangat sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dibanding sinar tampak (Ariwulan, 2012).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah melihat pengaruh perbedaan warna terhadap aktivitas fotosintesis.
I.3. Waktu dan Tempat
            Percobaan pengaruh panjang gelombang pada fotosintesis dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 09 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Banyak proses yang berlangsung dalam daun, tetapi yang menjadi pembeda dan yang terpenting ialah proses pembuatan bahan makanan. Tumbuhan hijau memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan baku dari tanah dan udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan tumbuhan dan kehidupan seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup memerlukan energi tidak saja untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Energi ini berasal dari energi kimiawi dalam makanan yang dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari proses fotosintesis (Putri, 2012).
Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas  (Kimball, 2000).
Sebenarnya energi sinar yang dipergunakan oleh tumbuhan yang mengadakan fotosintesis itu hanya 0,5 sampai 2% saja dari jumlah energi yang tersedia. Seperti telah kita ketahui sinar matahari itu terdiri atas berbagai sinar yang berlainan gelombangnya. Pada hasil penyelidikan Thomas dan Hill yang menyinari Chlorella berganti-ganti dengan sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, dan kita teliti kegiatan fotosintesis dalam hubungannya dengan masing sinar, maka hasil fotosintesis yang tertinggi kita dapati salah satunya pada sinar merah. Pada hasil praktikum menunjukkan daun yang tidak ditutupi menunjukkan hasil tertinggi karena sinar dapat langsung diterima klorofil tanpa terhalang, selanjutnya daun yang ditutup kertas minyak berwarna merah berada dibawahnya karena sifat klorofil yang spektrumnya mempunyai puncak pada sinar merah  (Dwidjoseputro, 1984).
Pada proses fotosintesa, terjadi penangkapan energi cahaya oleh zat hijau daun untukpembentukan bahan organik. Fotosintesa hanya terjadi pada tanaman yang memiliki sel-sel hijau termasuk pada beberapa jenis bakteri (Darmawan dan Baharsyah, 1983).
Reaksi fotosintesis terjadi pada membran fotosintesis tumbuhan. Pada bakteri fotosintesis membran tersebut merupakan lipatan memban sel. Pada tumbuhan, alga dan protista bersel satu (misalnya euglena), semua reaksi fotosintesis terjadi dalam organel sel yang disebut kloroplas. Kloroplas mepunyai sistem membran dalam. Membran ini terorganisasi menjadi kantong pipih berbentuk cakram yang disebut tilakoid. Tumpukan tilakoid disebut grana. Tiap-tiap tilakoid merupakan ruang tertutup dan berfungsi sebagai tempat pembentukan ATP. Disekeliling tilakoid terdapat cairan yang disebut stroma. Stroma mengandung enzim yang berperan dalam reaksi fotosintesis (Erviani, 2012).
Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis adalah sebagi berikut (Erviani, 2012):
1.      Konsentrasi karbondioksida di udara, semakin tinggi konsentrasi karbondioksida di udara, maka laju fotosintesis semakin meningkat.
2.      Klorofil, semakin banyak juml;ah klorofil dalam daun maka proses fotosintesis berlangsung semakin cepat. Pembentukan klorofil memerlukan cahaya matahari. Kecambah yang ditumbuhkan di tempat gelap tidak dapat membuat klorofil dengan sempurna. Kecambah ini dikatakan mengalami etiolasi, yaitu tumbuh sangat cepat (lebih tinggi/panjang dari seharusnya) dan batang dan daunnya tampak berwarna pucat karena tidak mengandung klorofil. Umur daun juga mempengaruhi laju fotosintesis. Semakin tu daun, kemampuan berfotosintesis semakin berkurang karena adanya perombakan klorofil dan berkurangnya fungsi kloroplas.
3.      Cahaya, intensitas cahaya yang cukup diperlukan agar fotosintesis berlangsung dengan efisien.
4.      Air, ketersediaan air mempengaruhi laju fotosintesis karena air merupakan bahan baku dalam proses ini.
5.      Suhu, umumnya semakin tinggi suhunya, laju fotosintesis akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Namun bila siuhu terlalu tinggi, fotosintesis akan berhenti karena enzim-enzim yang berperan dalam fotosintesis rusak. Oleh karen itu tumbuhan menghendaki suhu optimum (tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi) agar fotosintesis berjalan secara efisien.
Laju  fotosintesis  berbagai  spesies  tumbuhan  yang  tumbuh  pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan  tropika, sangat berbeda. Perbedaan  ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus  yang optimum bagi mereka. Spesies  yang  tumbuh pada  lingkungan yang  kaya  sumber daya  mempunyai  kapasitas  fotosintesis  yang  jauh  lebih  tinggi daripada  spesies  yang  tumbuh  pada  lingkungan  dengan  persediaan  air,  hara,  dan cahaya yang terbatas (Salisbury dan Ross, 1995).
Laju  fotosintesis  ditingkatkan  tidak  hanya  oleh  naiknya  tingkat  radiasi,  tapi juga  oleh  konsentrasi  CO2  yang  lebih  tinggi,  khususnya  bila  stomata  tertutup sebagian karena kekeringan (Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya hanya merupakan bagian dari energi cahaya yang memiliki panjang gelombang tampak bagi mata manusia sekitar 390-760 nanometer. Sifat partikel cahaya biasanya diungkapkan dalam pernyataan bahwa cahaya itu datang dalam bentuk kuanta dan foton, yaitu paket energi yang terpotong-potong dan masing-masing mempunyai panjang gelombang tertentu (Ariwulan, 2012).
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang 660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang gelombang 730nm meberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya (Ariwulan, 2012).
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis (Lakitan,1993).
Di dalam kloroplas terkandung beberapa jenis pigmen, yaitu karotenoid. Krolofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a mampu menyerap terutama cahaya merah dan biru ungu. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a terlihat hijau karena memantulkan cahaya hijau. Klorofil b, menyerap terutama cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya hijau-kuning (Erviani, 2012).
Karotenoid, adalah pigmen kuning oranye yang menyerap cahaya biru-hijau. Klorofil b dan karotenoid tidak berperan langsung dalam reaksi terang tapi mereka memperluas kisaran cahaya yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Kedua pigmen ini meneruskan energi cahaya yang mereka serap ke klorofil a, dan kemudian menyimpan energi untuk kegiatan teaksi terang (Erviani, 2012).
Ketika krolofil menyerap energi foton dari cahaya, elektron pada klorofil akan terlepas ke orbit luar. Elektron ini akan ditangkap oleh penerima elektron yaitu plastokuinon. Unit penangkapan elektron ini disebut fotosistem (Erviani, 2012).
Pigmen yang terdapat pada fotosintesis diantaranya (Erviani, 2012):
a)      Pigmen hijau (klorofil), merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan.
b)      Pigmen lainnya seperti antosian (merah) pada bunga dan buah, fikobilin/fikosianin (biru pada Cyanobacteria), karotan (orange) pada wortel, fikoeretrin (merah pada Rhophyta), fukoxantin (coklat pada Phaeophhyta), dan sebagainya.
Cahaya memberikan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman/pohon secara langsung melalui tumbuhan hijau atau melalui organisme lain, hal ini tergantung kepada zat-zat organik yang disintesa oleh tumbuhan hijau. Kualitas cahaya berkaitan erat dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang ungu dan biru mempunyai foton yang lebih berenergi bila dibanding dengan panjang gelombang jingga dan merah. Kualitas cahaya dibedakan berdasarkan panjang gelombang menjadi (Ariwulan, 2012):
1)      Panjang gelombang 750-626 mu adalah warna merah.
2)      Panjang gelombang 626-595 mu adalah warna orange/jingga.
3)      Panjang gelombang 595-574 mu adalah warna kuninga.
4)      Panjang gelombang 574-490 mu adalah warana hijau.
5)      Panjang gelombang 490-435 mu adalah warna biru.
6)      Panjang gelombang 435-400 mu adalah warna ungu.
Semua warna-warni dari panjang gelombang ini mempengaruhi terhadap fotosintesis dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan pohon baik secara generatif maupun vegetatif, tetapi kuning dan hijau dimanfaatkan oleh tanaman sangat sedikit, panjang gelombang yang paling banyak diabsorbsi beada di wilayah violet sampai biru dan orange sampai merah (Ariwulan, 2012).
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum (Salisbury dan Ross, 1995).
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat dapat merusak enzim akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein (Salisbury dan Ross, 1995).
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya (Ariwulan, 2012).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
DAFTAR PUSTAKA

Ariwulan, D. R., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://nightray13-kuro.blogspot.com/2012/05/spt-2-perc8-pengaruh-panjang-gelombang.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.44 WITA.

Darmawan, dan Baharsjah, 1983.  Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.

Erviani, L., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis. http://ervianilestary.blogspot.com/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.43 WITA.

Kimball, J.W., 2000. Biologi  Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta. 

Lakitan, B., 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Latunra, A. Ilham, 2011. Penuntun Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan II. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.

Putri, A. H., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/ pengaruh-panjang- gelombang-pada.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.46 WITA.

Salisbury, F. B., dan Cleon, W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Tina, 2009. Laju Fotosintesis Pada Berbagai Gelombang Cahaya http:// web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi /bio100/Materi/ fotosintesis.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2011, pukul 11.52 WITA.

Triyati, E., 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta  Aplikasinya Dalam Oseanologi. Jurnal Oseana, Vol. X No. 1 (39 – 47).