BAB
I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Proses fotosintesis mereaksikan
karbondioksida dan air menjadi gula dengan bantuan energi cahaya matahari dan
klorofil. Fotosintesis pada umumnya berlangsung pada tumbuhan berklorofil pada
waktu siang hari. Proses fotosintesis merupakan rangkaian dari proses
penangkapan energi cahaya, aliran elektron dan penggunaan energi yang
dilepaskan oleh elektron untuk menghasilkan zat organic (Erviani, 2012).
Klorofil akan menghasilkan
flouresensi berwarna merah yang berarti warna larutan tersebut tidak hijau pada
cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada cahaya yang
dipantulkan (Latunra, 2011).
Sinar matahari yang mencapai
atrnosfir sebagian akan direfleksikan dan diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri,
oleh awan dan panikel padat yang ada diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi.
Sepertiga dari total radiasi matahari yang diterima akan direfleksikan kembali ke
angkasa. Awan memegang peran penting di sini karena merefleksikan cahaya
terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran sinar matahari oleh permukaan
bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari radiasi ini yang ditahan oleh
lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu malam di permukaan bumi juga
relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di lapisan awan ini (Ariwulan, 2012).
Sinar matahari dengan panjang
gelombang yang lebih pendek (ultra violet) akan dibsorbsi oleh atmosfir.
Sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4-0.7 pm disebut sebagai
cahaya tampak. Setengah dari total energi matahari yang mencapai permukaan bumi
merupakan sinar tampak. Pada saat matahari meredup, sangat sedikit sinar
ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dibanding sinar tampak (Ariwulan, 2012).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi
dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2.
Tujuan
Tujuan
dari percobaan ini adalah melihat pengaruh perbedaan warna terhadap aktivitas
fotosintesis.
I.3.
Waktu dan Tempat
Percobaan
pengaruh panjang gelombang pada fotosintesis dilaksanakan pada hari jumat,
tanggal 09 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani,
Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Banyak proses yang berlangsung dalam
daun, tetapi yang menjadi pembeda dan yang terpenting ialah proses pembuatan
bahan makanan. Tumbuhan hijau memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan
baku dari tanah dan udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan
tumbuhan dan kehidupan seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup
memerlukan energi tidak saja untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga
untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Energi ini berasal dari energi
kimiawi dalam makanan yang dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari
proses fotosintesis (Putri, 2012).
Fotosintesis merupakan suatu proses
biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang
dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas (Kimball,
2000).
Sebenarnya energi sinar
yang dipergunakan oleh tumbuhan yang mengadakan fotosintesis itu hanya 0,5
sampai 2% saja dari jumlah energi yang tersedia. Seperti telah kita ketahui
sinar matahari itu terdiri atas berbagai sinar yang berlainan gelombangnya.
Pada hasil penyelidikan Thomas dan Hill yang menyinari Chlorella berganti-ganti
dengan sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, dan kita teliti kegiatan
fotosintesis dalam hubungannya dengan masing sinar, maka hasil fotosintesis
yang tertinggi kita dapati salah satunya pada sinar merah. Pada hasil praktikum
menunjukkan daun yang tidak ditutupi menunjukkan hasil tertinggi karena sinar
dapat langsung diterima klorofil tanpa terhalang, selanjutnya daun yang ditutup
kertas minyak berwarna merah berada dibawahnya karena sifat klorofil yang
spektrumnya mempunyai puncak pada sinar merah (Dwidjoseputro, 1984).
Pada proses fotosintesa, terjadi
penangkapan energi cahaya oleh zat hijau daun untukpembentukan bahan organik.
Fotosintesa hanya terjadi pada tanaman yang memiliki sel-sel hijau
termasuk pada beberapa jenis bakteri (Darmawan dan Baharsyah, 1983).
Reaksi fotosintesis terjadi pada
membran fotosintesis tumbuhan. Pada bakteri fotosintesis membran tersebut
merupakan lipatan memban sel. Pada tumbuhan, alga dan protista bersel satu
(misalnya euglena), semua reaksi fotosintesis terjadi dalam organel sel yang
disebut kloroplas. Kloroplas mepunyai sistem membran dalam. Membran ini
terorganisasi menjadi kantong pipih berbentuk cakram yang disebut tilakoid.
Tumpukan tilakoid disebut grana. Tiap-tiap tilakoid merupakan ruang tertutup
dan berfungsi sebagai tempat pembentukan ATP. Disekeliling tilakoid terdapat
cairan yang disebut stroma. Stroma mengandung enzim yang berperan dalam reaksi
fotosintesis (Erviani, 2012).
Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis
adalah sebagi berikut (Erviani, 2012):
1. Konsentrasi
karbondioksida di udara, semakin tinggi konsentrasi karbondioksida di udara,
maka laju fotosintesis semakin meningkat.
2. Klorofil,
semakin banyak juml;ah klorofil dalam daun maka proses fotosintesis berlangsung
semakin cepat. Pembentukan klorofil memerlukan cahaya matahari. Kecambah yang
ditumbuhkan di tempat gelap tidak dapat membuat klorofil dengan sempurna.
Kecambah ini dikatakan mengalami etiolasi, yaitu tumbuh sangat cepat (lebih
tinggi/panjang dari seharusnya) dan batang dan daunnya tampak berwarna pucat
karena tidak mengandung klorofil. Umur daun juga mempengaruhi laju
fotosintesis. Semakin tu daun, kemampuan berfotosintesis semakin berkurang
karena adanya perombakan klorofil dan berkurangnya fungsi kloroplas.
3. Cahaya,
intensitas cahaya yang cukup diperlukan agar fotosintesis berlangsung dengan
efisien.
4. Air,
ketersediaan air mempengaruhi laju fotosintesis karena air merupakan bahan baku
dalam proses ini.
5. Suhu,
umumnya semakin tinggi suhunya, laju fotosintesis akan meningkat, demikian juga
sebaliknya. Namun bila siuhu terlalu tinggi, fotosintesis akan berhenti karena
enzim-enzim yang berperan dalam fotosintesis rusak. Oleh karen itu tumbuhan
menghendaki suhu optimum (tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi) agar
fotosintesis berjalan secara efisien.
Laju
fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang
tumbuh pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak
gunung, dan hutan hujan tropika, sangat berbeda. Perbedaan ini
sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air,
tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus
yang optimum bagi mereka. Spesies yang tumbuh pada lingkungan
yang kaya sumber daya mempunyai kapasitas fotosintesis yang
jauh lebih tinggi daripada spesies yang
tumbuh pada lingkungan dengan persediaan
air, hara, dan cahaya yang terbatas (Salisbury dan Ross, 1995).
Laju
fotosintesis ditingkatkan tidak hanya oleh
naiknya tingkat radiasi, tapi juga oleh
konsentrasi CO2 yang lebih tinggi,
khususnya bila stomata tertutup sebagian karena kekeringan
(Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya hanya merupakan bagian dari
energi cahaya yang memiliki panjang gelombang tampak bagi mata manusia sekitar
390-760 nanometer. Sifat partikel cahaya biasanya diungkapkan dalam pernyataan
bahwa cahaya itu datang dalam bentuk kuanta dan foton, yaitu paket energi yang
terpotong-potong dan masing-masing mempunyai panjang gelombang tertentu (Ariwulan,
2012).
Pengaruh cahaya bukan hanya
tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain
yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984,
menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum
merah dengan panjang gelombang 660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum
infra merah dengan panjang gelombang 730nm meberikan pengaruh yang berlawanan.
Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada
tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya (Ariwulan,
2012).
Aksi dari cahaya hijau
dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada tumbuhan tingkat tinggi dan
penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi,
lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan
karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang
berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi
lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning
yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel
fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan
energi untuk fotosintesis (Lakitan,1993).
Di dalam kloroplas terkandung
beberapa jenis pigmen, yaitu karotenoid. Krolofil a berperan langsung dalam
reaksi terang. Klorofil a mampu menyerap terutama cahaya merah dan biru ungu.
Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a terlihat hijau
karena memantulkan cahaya hijau. Klorofil b, menyerap terutama cahaya biru dan
oranye dan memantulkan cahaya hijau-kuning (Erviani, 2012).
Karotenoid, adalah pigmen kuning
oranye yang menyerap cahaya biru-hijau. Klorofil b dan karotenoid tidak
berperan langsung dalam reaksi terang tapi mereka memperluas kisaran cahaya
yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Kedua pigmen ini meneruskan energi cahaya
yang mereka serap ke klorofil a, dan kemudian menyimpan energi untuk kegiatan
teaksi terang (Erviani, 2012).
Ketika krolofil menyerap energi
foton dari cahaya, elektron pada klorofil akan terlepas ke orbit luar. Elektron
ini akan ditangkap oleh penerima elektron yaitu plastokuinon. Unit penangkapan
elektron ini disebut fotosistem (Erviani, 2012).
Pigmen yang terdapat pada
fotosintesis diantaranya (Erviani, 2012):
a) Pigmen hijau
(klorofil), merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan.
b) Pigmen
lainnya seperti antosian (merah) pada bunga dan buah, fikobilin/fikosianin
(biru pada Cyanobacteria), karotan (orange) pada wortel, fikoeretrin (merah
pada Rhophyta), fukoxantin (coklat pada Phaeophhyta), dan sebagainya.
Cahaya memberikan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman/pohon
secara langsung melalui tumbuhan hijau atau melalui organisme lain, hal ini
tergantung kepada zat-zat organik yang disintesa oleh tumbuhan hijau. Kualitas
cahaya berkaitan erat dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang ungu
dan biru mempunyai foton yang lebih berenergi bila dibanding dengan panjang
gelombang jingga dan merah. Kualitas cahaya dibedakan berdasarkan panjang
gelombang menjadi (Ariwulan, 2012):
1) Panjang
gelombang 750-626 mu adalah warna merah.
2) Panjang
gelombang 626-595 mu adalah warna orange/jingga.
3) Panjang
gelombang 595-574 mu adalah warna kuninga.
4) Panjang
gelombang 574-490 mu adalah warana hijau.
5) Panjang
gelombang 490-435 mu adalah warna biru.
6) Panjang
gelombang 435-400 mu adalah warna ungu.
Semua warna-warni dari panjang gelombang ini mempengaruhi terhadap
fotosintesis dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan pohon
baik secara generatif maupun vegetatif, tetapi kuning dan hijau dimanfaatkan
oleh tanaman sangat sedikit, panjang gelombang yang paling banyak diabsorbsi
beada di wilayah violet sampai biru dan orange sampai merah (Ariwulan, 2012).
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting
sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari
ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial
maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah
tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan
oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer
dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer
yang tembus berada dalam ketebalan minimum (Salisbury dan Ross, 1995).
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu
vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat
berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat dapat merusak enzim akibat
foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam
mensisntesis protein (Salisbury dan Ross, 1995).
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya
dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan
infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna
hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang
itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi
fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang
berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi
menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda
dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan
biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi
dengan kondisi cahaya yang rendah energinya (Ariwulan, 2012).
Cahaya adalah suatu
bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai
gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu
medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek
foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
Cahaya adalah suatu
bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai gelombang dan partikel.
Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan
pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat
dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari
sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda (Triyati, 1985).
DAFTAR
PUSTAKA
Ariwulan,
D. R., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang
Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://nightray13-kuro.blogspot.com/2012/05/spt-2-perc8-pengaruh-panjang-gelombang.html, diakses pada
hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.44 WITA.
Darmawan,
dan Baharsjah, 1983. Fisiologi
Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.
Dwidjoseputro,
1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan.
PT Gramedia, Jakarta.
Erviani,
L., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Pada
Fotosintesis. http://ervianilestary.blogspot.com/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses pada
hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.43 WITA.
Kimball,
J.W., 2000. Biologi Edisi
Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Lakitan,
B., 1993. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Latunra,
A. Ilham, 2011. Penuntun Praktikum
Struktur Perkembangan Tumbuhan II. Universitas Hasanuddin Press,
Makassar.
Putri,
A. H., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang
Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/
pengaruh-panjang- gelombang-pada.html, diakses pada hari
minggu 11 mei 2014, pukul 10.46 WITA.
Salisbury,
F. B., dan Cleon, W. Ross, 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.
Tina,
2009. Laju Fotosintesis Pada Berbagai
Gelombang Cahaya http://
web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi /bio100/Materi/ fotosintesis.html, diakses pada
hari minggu 11 mei 2011, pukul 11.52 WITA.
Triyati,
E., 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet
Dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam
Oseanologi. Jurnal Oseana, Vol. X
No. 1 (39 – 47).
bagus sangat membantu meluruskan pemahaman saya tentang gelombang cahaya terhadap fotosintesis
BalasHapusterima kasih telah mengunungi kiriman saya :)
BalasHapussemoga bermanfaat
:)