Kamis, 15 Mei 2014

Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Proses fotosintesis mereaksikan karbondioksida dan air menjadi gula dengan bantuan energi cahaya matahari dan klorofil. Fotosintesis pada umumnya berlangsung pada tumbuhan berklorofil pada waktu siang hari. Proses fotosintesis merupakan rangkaian dari proses penangkapan energi cahaya, aliran elektron dan penggunaan energi yang dilepaskan oleh elektron untuk menghasilkan zat organic (Erviani, 2012).
Klorofil akan menghasilkan flouresensi berwarna merah yang berarti warna larutan tersebut tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada cahaya yang dipantulkan (Latunra, 2011).
Sinar matahari yang mencapai atrnosfir sebagian akan direfleksikan dan diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri, oleh awan dan panikel padat yang ada diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi. Sepertiga dari total radiasi matahari yang diterima akan direfleksikan kembali ke angkasa. Awan memegang peran penting di sini karena merefleksikan cahaya terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran sinar matahari oleh permukaan bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari radiasi ini yang ditahan oleh lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu malam di permukaan bumi juga relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di lapisan awan ini (Ariwulan, 2012).
Sinar matahari dengan panjang gelombang yang lebih pendek (ultra violet) akan dibsorbsi oleh atmosfir. Sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 0.4-0.7 pm disebut sebagai cahaya tampak. Setengah dari total energi matahari yang mencapai permukaan bumi merupakan sinar tampak. Pada saat matahari meredup, sangat sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dibanding sinar tampak (Ariwulan, 2012).
Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah melihat pengaruh perbedaan warna terhadap aktivitas fotosintesis.
I.3. Waktu dan Tempat
            Percobaan pengaruh panjang gelombang pada fotosintesis dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 09 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Banyak proses yang berlangsung dalam daun, tetapi yang menjadi pembeda dan yang terpenting ialah proses pembuatan bahan makanan. Tumbuhan hijau memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan baku dari tanah dan udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan tumbuhan dan kehidupan seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup memerlukan energi tidak saja untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga untuk mempertahankan kehidupan itu sendiri. Energi ini berasal dari energi kimiawi dalam makanan yang dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari proses fotosintesis (Putri, 2012).
Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dapat dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas  (Kimball, 2000).
Sebenarnya energi sinar yang dipergunakan oleh tumbuhan yang mengadakan fotosintesis itu hanya 0,5 sampai 2% saja dari jumlah energi yang tersedia. Seperti telah kita ketahui sinar matahari itu terdiri atas berbagai sinar yang berlainan gelombangnya. Pada hasil penyelidikan Thomas dan Hill yang menyinari Chlorella berganti-ganti dengan sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, dan kita teliti kegiatan fotosintesis dalam hubungannya dengan masing sinar, maka hasil fotosintesis yang tertinggi kita dapati salah satunya pada sinar merah. Pada hasil praktikum menunjukkan daun yang tidak ditutupi menunjukkan hasil tertinggi karena sinar dapat langsung diterima klorofil tanpa terhalang, selanjutnya daun yang ditutup kertas minyak berwarna merah berada dibawahnya karena sifat klorofil yang spektrumnya mempunyai puncak pada sinar merah  (Dwidjoseputro, 1984).
Pada proses fotosintesa, terjadi penangkapan energi cahaya oleh zat hijau daun untukpembentukan bahan organik. Fotosintesa hanya terjadi pada tanaman yang memiliki sel-sel hijau termasuk pada beberapa jenis bakteri (Darmawan dan Baharsyah, 1983).
Reaksi fotosintesis terjadi pada membran fotosintesis tumbuhan. Pada bakteri fotosintesis membran tersebut merupakan lipatan memban sel. Pada tumbuhan, alga dan protista bersel satu (misalnya euglena), semua reaksi fotosintesis terjadi dalam organel sel yang disebut kloroplas. Kloroplas mepunyai sistem membran dalam. Membran ini terorganisasi menjadi kantong pipih berbentuk cakram yang disebut tilakoid. Tumpukan tilakoid disebut grana. Tiap-tiap tilakoid merupakan ruang tertutup dan berfungsi sebagai tempat pembentukan ATP. Disekeliling tilakoid terdapat cairan yang disebut stroma. Stroma mengandung enzim yang berperan dalam reaksi fotosintesis (Erviani, 2012).
Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis adalah sebagi berikut (Erviani, 2012):
1.      Konsentrasi karbondioksida di udara, semakin tinggi konsentrasi karbondioksida di udara, maka laju fotosintesis semakin meningkat.
2.      Klorofil, semakin banyak juml;ah klorofil dalam daun maka proses fotosintesis berlangsung semakin cepat. Pembentukan klorofil memerlukan cahaya matahari. Kecambah yang ditumbuhkan di tempat gelap tidak dapat membuat klorofil dengan sempurna. Kecambah ini dikatakan mengalami etiolasi, yaitu tumbuh sangat cepat (lebih tinggi/panjang dari seharusnya) dan batang dan daunnya tampak berwarna pucat karena tidak mengandung klorofil. Umur daun juga mempengaruhi laju fotosintesis. Semakin tu daun, kemampuan berfotosintesis semakin berkurang karena adanya perombakan klorofil dan berkurangnya fungsi kloroplas.
3.      Cahaya, intensitas cahaya yang cukup diperlukan agar fotosintesis berlangsung dengan efisien.
4.      Air, ketersediaan air mempengaruhi laju fotosintesis karena air merupakan bahan baku dalam proses ini.
5.      Suhu, umumnya semakin tinggi suhunya, laju fotosintesis akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Namun bila siuhu terlalu tinggi, fotosintesis akan berhenti karena enzim-enzim yang berperan dalam fotosintesis rusak. Oleh karen itu tumbuhan menghendaki suhu optimum (tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi) agar fotosintesis berjalan secara efisien.
Laju  fotosintesis  berbagai  spesies  tumbuhan  yang  tumbuh  pada berbagai daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan  tropika, sangat berbeda. Perbedaan  ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus  yang optimum bagi mereka. Spesies  yang  tumbuh pada  lingkungan yang  kaya  sumber daya  mempunyai  kapasitas  fotosintesis  yang  jauh  lebih  tinggi daripada  spesies  yang  tumbuh  pada  lingkungan  dengan  persediaan  air,  hara,  dan cahaya yang terbatas (Salisbury dan Ross, 1995).
Laju  fotosintesis  ditingkatkan  tidak  hanya  oleh  naiknya  tingkat  radiasi,  tapi juga  oleh  konsentrasi  CO2  yang  lebih  tinggi,  khususnya  bila  stomata  tertutup sebagian karena kekeringan (Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya hanya merupakan bagian dari energi cahaya yang memiliki panjang gelombang tampak bagi mata manusia sekitar 390-760 nanometer. Sifat partikel cahaya biasanya diungkapkan dalam pernyataan bahwa cahaya itu datang dalam bentuk kuanta dan foton, yaitu paket energi yang terpotong-potong dan masing-masing mempunyai panjang gelombang tertentu (Ariwulan, 2012).
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang 660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang gelombang 730nm meberikan pengaruh yang berlawanan. Substansi yang merspon spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya (Ariwulan, 2012).
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis (Lakitan,1993).
Di dalam kloroplas terkandung beberapa jenis pigmen, yaitu karotenoid. Krolofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a mampu menyerap terutama cahaya merah dan biru ungu. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang. Klorofil a terlihat hijau karena memantulkan cahaya hijau. Klorofil b, menyerap terutama cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya hijau-kuning (Erviani, 2012).
Karotenoid, adalah pigmen kuning oranye yang menyerap cahaya biru-hijau. Klorofil b dan karotenoid tidak berperan langsung dalam reaksi terang tapi mereka memperluas kisaran cahaya yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Kedua pigmen ini meneruskan energi cahaya yang mereka serap ke klorofil a, dan kemudian menyimpan energi untuk kegiatan teaksi terang (Erviani, 2012).
Ketika krolofil menyerap energi foton dari cahaya, elektron pada klorofil akan terlepas ke orbit luar. Elektron ini akan ditangkap oleh penerima elektron yaitu plastokuinon. Unit penangkapan elektron ini disebut fotosistem (Erviani, 2012).
Pigmen yang terdapat pada fotosintesis diantaranya (Erviani, 2012):
a)      Pigmen hijau (klorofil), merupakan pigmen utama yang terdapat pada tumbuhan.
b)      Pigmen lainnya seperti antosian (merah) pada bunga dan buah, fikobilin/fikosianin (biru pada Cyanobacteria), karotan (orange) pada wortel, fikoeretrin (merah pada Rhophyta), fukoxantin (coklat pada Phaeophhyta), dan sebagainya.
Cahaya memberikan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman/pohon secara langsung melalui tumbuhan hijau atau melalui organisme lain, hal ini tergantung kepada zat-zat organik yang disintesa oleh tumbuhan hijau. Kualitas cahaya berkaitan erat dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang ungu dan biru mempunyai foton yang lebih berenergi bila dibanding dengan panjang gelombang jingga dan merah. Kualitas cahaya dibedakan berdasarkan panjang gelombang menjadi (Ariwulan, 2012):
1)      Panjang gelombang 750-626 mu adalah warna merah.
2)      Panjang gelombang 626-595 mu adalah warna orange/jingga.
3)      Panjang gelombang 595-574 mu adalah warna kuninga.
4)      Panjang gelombang 574-490 mu adalah warana hijau.
5)      Panjang gelombang 490-435 mu adalah warna biru.
6)      Panjang gelombang 435-400 mu adalah warna ungu.
Semua warna-warni dari panjang gelombang ini mempengaruhi terhadap fotosintesis dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan pohon baik secara generatif maupun vegetatif, tetapi kuning dan hijau dimanfaatkan oleh tanaman sangat sedikit, panjang gelombang yang paling banyak diabsorbsi beada di wilayah violet sampai biru dan orange sampai merah (Ariwulan, 2012).
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/temporal. Intensitas cahaya terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi. Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum (Salisbury dan Ross, 1995).
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya yang kuat dapat merusak enzim akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein (Salisbury dan Ross, 1995).
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya (Ariwulan, 2012).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik. Energi radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda-beda (Triyati, 1985).
DAFTAR PUSTAKA

Ariwulan, D. R., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://nightray13-kuro.blogspot.com/2012/05/spt-2-perc8-pengaruh-panjang-gelombang.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.44 WITA.

Darmawan, dan Baharsjah, 1983.  Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.

Erviani, L., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Pada Fotosintesis. http://ervianilestary.blogspot.com/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.43 WITA.

Kimball, J.W., 2000. Biologi  Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta. 

Lakitan, B., 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Latunra, A. Ilham, 2011. Penuntun Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan II. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.

Putri, A. H., 2012. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Aktivitas Fotosintesis. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/ pengaruh-panjang- gelombang-pada.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 10.46 WITA.

Salisbury, F. B., dan Cleon, W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press, Bandung.

Tina, 2009. Laju Fotosintesis Pada Berbagai Gelombang Cahaya http:// web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi /bio100/Materi/ fotosintesis.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2011, pukul 11.52 WITA.

Triyati, E., 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta  Aplikasinya Dalam Oseanologi. Jurnal Oseana, Vol. X No. 1 (39 – 47).


2 komentar:

  1. bagus sangat membantu meluruskan pemahaman saya tentang gelombang cahaya terhadap fotosintesis

    BalasHapus
  2. terima kasih telah mengunungi kiriman saya :)
    semoga bermanfaat
    :)

    BalasHapus

komentarnya tulung!! tentang postingan saya