Kamis, 15 Mei 2014

Kontrol Fotoperiodisitas Pada Pembungaan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Pada beberapa tumbuhan bunga merupakan organ reproduksi yang sangat penting, khususnya tumbuhan angiospermae. Bunga merupakan salah satu hasil dari perkembangan yang nyata dari suatu tumbuhan. Kemunculannya merupakan kejadian yang lazim terjadi pada setiap pertumbuhan. Kebanyakan tumbuhan, proses terbentuknya bunga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Latunra, 2012).
Beberapa tumbuhan harus mengalami periode suhu rendah selama fase vegetatifnya sebelum terbentuk bunga, sedangkan tumbuhan lain akan berbunga bila mendapatkan cahaya yang cukup. Pengaruh lamanya penyinaran pada proses pembentukan bunga dan perkembangan tumbuhan disebut fotoperiodisme (Latunra, 2012).
Fotoperiodisitas digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan (Putri, 2012).
Dalam fotoperiodisme diketahui bahwa yang terpenting bukanlah intensitas cahaya melainkan lama ada cahaya (bukan sinar matahari). Fenomena ini dapat kita jumpai pada beberapa varietas tanaman (misalnya tanaman mangga) yang tempat tumbuhnya di pekarangan dan dekat sumber cahaya (lampu listrik) berbunga di luar musimnya.walaupun demikian, di alam banyak dijumpai tanaman yang tidak mau berbunga bila panjang hari kurang atau lebih dari apa yang seharusnya diutuhkan (Putri, 2012).
            Hal-hal di ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini dapat dikerjakan.
I.2. Tujuan
            Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh fotoperiodisme terhadap pembentukan bunga pada tanaman pacar air Impatiens balsamina.
I.3. Waktu dan Tempat
            Percobaan kontrol fotoperiodisitas terhadap pembungaan dilaksanakan pada hari jumat, tanggal 9 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan merupakan suatu perubahan yang teratur dan berkembang umumnya menuju keadaan yang lebih tinggi, lebih teratur dan lebih kompleks. Perkembangan dikenal juga dengan morfogenesis. Perkembangan meliputi proses tumbuh dan diferensiasi. Selain dengan mengukur volume parameter lain dalam mengukur pertumbuhan adalah dengan mengukur berat basah dan berat kering tumbuhan (Ariwulan, 2012).
Pertumbuhan adalah suatu pertambahan dalam ukuran pertambahan dalam ukuran yang bersifat irreversible. Karena bersifat multi sel maka pertumbuhan bukan saja dalam voume tetapi juga pertambahan dalam hal bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Proses pertumbuhan sebagian besar terjadi dalam fase pembelahan dan pendewasaan sel (Fahn, 1992).
Lamanya penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan. Di daerah subtropis beberapa jenis tanaman termasuk tumbuhan hari panjang. Bunga mekar pada akhir musim panas, yaitu setelah tumbuhan mendapat penyinaran lebih dari 12 jam. Pertumbuhan vegetatif dan generatif suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran. Tanggapan suatu tumbuhan terhadap panjang pendeknya hari disebut fotoperiodisme (Ariwulan 2012).
Cahaya juga merangsang pertumbuhan bunga. Ada tumbuhan yang berbunga pada hari pendek (lamanya penyinaran matahari lebih pendek daripada waktu malam). Ada pula tumbuhan yang berbunga pada hari panjang (lamanya penyinaran matahari lebih panjang daripada waktu malam). Hal ini berkaitan dengan aktivitas hormon fitokrom pada tumbuhan (Ariwulan, 2012).
Fotoperiodisme merupakan fenomena tersebar luas di alam. Dalam tulisannya, Garner dan Allard (1920) telah mengemukakan bahwa migrasi burung mungkin dikendalikan oleh fotoperiode, dan segera fotoperiodisme pada burung dibuktikan. Sejak itu, banyak respon hewan terhadap fotoperiode telah didokumentasikan, termasuk beberapa perubahan perkembangan pada serangga, perubahan bulu, serta peningkatan reproduksi pada serangga reptilian, burung dan mamalia. Pada dasarnya semua aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh fotoperiodisme (Latunra, 2012).
Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat dibedakan menjadi (Hasbiah, 2013) :
1.      Tanaman berhari pendek, yaitu tanaman yang pembungaannya kurang dari 12 jam. Contohnya strawberry Fragraria vesca.
2.      Tanaman berhari panjang, yaitu tanaman yang pembungaannya lebih dari 12 jam. Contohnya pacar air Impatiens balsamina.
3.       Tanaman berhari netral, yaitu tanaman yang pembungaannya tidak dipengaruhi oleh penyinaran. Contohnya bunga matahari Helianthus anuus.

Kejadian musiman sangat penting dalam siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan biji, pembungaan, permulaan dan pengakhiran dormansi tunas merupakan contoh-contoh tahapan dalam perkembangan tumbuhan yang umumnya terjadi pada waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus lingkungan yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode, seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism) (Campbell, dkk., 2010).
Ciri utama fotoperiodisme adalah pengukuran waktu musim dengan mendeteksi panjang siang dan malam. Menurut nalar, fotoperiodisme termasuk contoh pengukuran wqaktu biologis seperti iarama srikardian dan navigasi angkasa. Jika waktu diukur dengan rentan waktu yang dibutuhkan bagi beberapa metabolit untuk diubah menjadi bentuk lain, hal ini sejalan dengan gelas jam yang mengukur selang waktu yang diperlukan bagi pasir untuk jatuh dari atas ke bawah melalui celah yang sempit. Pada sistem seperti itu, hanya satu selang waktu yang diperlukan bagi pasir yang dapat diukur, dan beberapa pengaruh luar harus memulai kembali sistem itu (membalikkan gelas jam). Irama srikardian yang berfungsi selama selang waktu yang panjang pada kondisi terang, dengan suhu dan faktor lain yang konstan, tidak sama dengan gelas-jam, tetapi lebih mirip dengan bandul yang merupakan osilator (Dwidjoseputro, 1984).
Pada kebanyakan kasus, rangsangan yang memulai proses pembuangan tampaknya berasal dari luar. Suhu seringkali berfungsi sebagai perangssang kritis. Hal ini terutama benar bagi spesies biennial, yakni tumbuhan yang memerlukan dua musim tumbuh agar dapat melengkapi daur hidupnya. Bit, wortel, bayam merupakan tiga tanaman biennial yang sering dijumpai. Pada musim tumbuh yang pertama, tumbuhan tersebut mengembangkan akar, batang yang pendek, dan sekelompok daun. Selama musim ini, makanan disimpan dalam sistem perakaran. Dengan datangnya cuaca yang dingin, maka pucuknya akan mati. Musim berikutnya bunga terbentuk pada pertumbuhan pucuk yang baru. Setelah proses reproduksi lengkap, seluruh tanaman mati. Akan tetapi, perbungaan tidak terjadi pada musim kedua, kecuali jika tanaman dibiarkan dalam cuaca dingin selam musim dingin. Masih ada faktor lain yang memicu proses pembungaan pada banyak spesies tumbuhan yaitu perubahan pada interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan (Kimball, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara luas dapat di kategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik) dikelompokkan sebagai berikut (Ariwulan, 2012):
A.    Faktor Eksternal 
1.      Iklim: Cahaya, temperature, air, panjang hari, angin dan gas.
2.      Edafatik (tanah): tekstur, struktur, bahan organik dan kapasitas pertukaran kation.
3.      Biologis: Gulma, serangga, organisme penyebab penyakit, nematode, macam-macam tipe herbivora dan mikro organisme tanah.
B.     Faktor internal:
1.      Ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis.
2.      Laju fotosintesis.
3.      Respirasi.
4.      Klorofil, karotein, dan kandungan pigmen lainnya.
5.      Pembagian hasil asimilasi N.
6.      Tipe dan letak meristem.
7.      Kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan.
8.      Aktivitas enzim.
9.      Pengaruh langsung gen ( Heterosis, epistasi).
10.  Differensiasi.
Kondisi-kondisi fotoperiode biasanya dirasakan oleh daun-daun. Di banyak tanaman, pemaparan sebuah daun tunggal atau bahkan sebagian kecil dari daun pada fotoperiode yang tepat akan memberikan pengeluaran bunga. Induksi fotoperiode pada banyak spesies,  jadwal fotoperiode yang tepat hanya perlu diberikan selama beberapa hari agar pengeluaran bunga terjadi, meskipun tanaman-tanaman itu selanjutnya dipertahankan di bawah fotoperiode-fotoperiode yang tidak menguntungkan bagi pengeluaran bunga (Wilkins, 1989)
Tunas menghasilkan bunga, akan tetapi daun mendeteksi fotoperiode. Pada banyak spesies tumbuhan hari pendek atau tumbuhan hari panjang, pembungaan cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode  yang tepat. Sesungguhnya meskipun hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap dideteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode (Campbell, 2010).
Inisiasi bunga atau evokasi (evocation) adalah tahap awal proses pembungaan. Pada tahap awal ini terjadi perubahan produk morfologis. Sel-sel meristem pada ujung tunas yang biasanya menghasilkan daun atau cabang menjadi penghasil tunas generatif atau tunas reproduktif. Sehingga masa inisiasi bunga merupakan masa transisi dari bentuk daun ke bentuk bunga. Secara fisiologis, hal ini dapat dideteksi dengan meningkatnya sintesis asam nukleat dan protein yang diperlukan bagi pembelahan sel dan diferensiasi (Ashari, 1997).
Pembungaan pada sebagian tanaman juga dapat dilakukan dengan perlakuan penerapan masa penyinaran baik dengan masa yang lebih singkat maupun lebih panjang dibandingkan dengan penyinaran matahari alami. Sebagian besar tanaman apel berumur 26 bulan dapat dirangsang untuk berbunga dengan perpanjangan masa penyinaran, sementara semai yang sama yang ditanam di lapangan baru dapat berbunga setelah 4 tahun (Hendrati, 2008).
Pada kenyataannya, beberapa pesan untuk berbunga diangkut dari daun ke tunas bunga. Sebagian besar ahli fisiologi tumbuhan yakin bahwa pesan ini adalah sebuah hormon atau beberapa perubahan konsentrasi relatif dari dua atau lebih hormon. Sinyal berbunga yang berjalan dari daun ke tunas bunga kelihatannya sama pada tumbuhan hari pendek dan tumbuhan hari panjang, meskipun keduanya berbeda dalam hal kondisi fotoperiodik yang diperlukan daun untuk mengirimkan sinyal tersebut. Bukti adanya pengiriman sinyal hormonal dalam pembungaan sangat menantang, akan tetapi para peneliti masih belum berhasil mengidentifikasi hormon- hormon yang berperan dalam fotoperiode (Campbell, 2010).
Pada proses pembungaan yang merupakan periode kritis adalah panjang malam (periode gelapnya). Proses pembungaan tumbuhan tertentu dapat dirangsang dengan perlakuan temperatur rendah (vernalisasi). Pada dasarnya vernalisasi tidak hanya untuk pembungaan tetapi dapat pula diperlakukan pada biji-biji tumbuhan tertentu sebelum perkecambahan. Temperatur optimum untuk vernalisasi berkisar antara 0 – 5 0C. Zat yang bertanggung jawab meneruskan rangsangan vernalisasi disebut vernalin, yaitu suatu hormon tumbuh. Hormon tumbuh yang berperan dalam proses pembungaan disebut florigen. Asam giberelin (GA) merupakan salah satu hormon tumbuh yang berperan dalam proses pembungaan, tetapi tidak semua GA efektif untuk merangsang pembungaan, misal GA6 dan GA8 (Hasbiah, 2013).
Semua kondisi fisik ekosistem bukan saja faktor-faktor pembatas tetapi juga oleh faktor-faktor pengatur. Misalnya siklus tahunan bertambah dengan naiknya garis lintang. Fotoperiodisitas dikenal sebagai biological clock dan organisme untuk membuat mekanisme waktu yang berubah-ubah. Biological Clock adalah mekanisme fisiologis untuk pengaturan waktu. Di antara tumbuhan tingkat tinggi, beberapa jenis tumbuhan berbunga dengan hari panjang (long day plants), yang lain berbunga dengan hari pendek (kurang dari 12 jam) dikenal sebagai short day plants (Hasbiah, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Ariwulan, D. R., 2012. Kontrol Fotoperiodisitas Terhadap Pembungaan. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://nightray13-kuro.blogspot.comspt-2-perc4-kontrol-fotoperiodisitas.html, diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 22.34 WITA.

Ashari, Sumeru, 1997. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta, Malang.

Campbell, N. A., J. B., Reece, dan L. G., Mitchel, 2010. Biologi, edisi kedelapan, Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Dwidjoseputro, D., 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.

Fahn, A., 1992, Anatomi Tumbuhan Edisi ke-3. UGM University, Yogyakarta.

Hasbiah, 2013. Laporan Kontrol Fotoperiodisitas Terhadap Pembungaan. http://webcache.googleusercontent.com/search=cache:http://kaiean.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-spt-ii-kontrol.html, diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 23.53 WITA.

Hendrati, L. R., 2008. Pembungaan Eucalyptus occidentalis Pada Perpanjangan Masa Penyinaran Dan Paclobutazol. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Vol. 2 No. 3.
Kimball, J.W., 1992. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Latunra, A. I., 2012, Penuntun Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan II, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Putri A. H., 2012. Kontrol Fotoperiodisitas Terhadap Pembungaan. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/kontrol-fotoperiodisitas-terhadap.html, diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 22.46 WITA.
Utami, M., 2012. Perbandingan Fotoperiodisitas Tanaman. http://mutiarautami27.blogspot.com/2012/12/fotoperiodisme.html, diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 00.04 WITA.
Wilkins, M. B., 1989. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya tulung!! tentang postingan saya