BAB
I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Pada beberapa tumbuhan bunga
merupakan organ reproduksi yang sangat penting, khususnya tumbuhan angiospermae.
Bunga merupakan salah satu hasil dari perkembangan yang nyata dari suatu
tumbuhan. Kemunculannya merupakan kejadian yang lazim terjadi pada setiap
pertumbuhan. Kebanyakan tumbuhan, proses terbentuknya bunga sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (Latunra, 2012).
Beberapa tumbuhan harus mengalami
periode suhu rendah selama fase vegetatifnya sebelum terbentuk bunga, sedangkan
tumbuhan lain akan berbunga bila mendapatkan cahaya yang cukup. Pengaruh
lamanya penyinaran pada proses pembentukan bunga dan perkembangan tumbuhan
disebut fotoperiodisme (Latunra, 2012).
Fotoperiodisitas
digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh
lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan
kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan (Putri, 2012).
Dalam fotoperiodisme diketahui bahwa
yang terpenting bukanlah intensitas cahaya melainkan lama ada cahaya (bukan
sinar matahari). Fenomena ini dapat kita jumpai pada beberapa varietas tanaman
(misalnya tanaman mangga) yang tempat tumbuhnya di pekarangan dan dekat sumber
cahaya (lampu listrik) berbunga di luar musimnya.walaupun demikian, di alam
banyak dijumpai tanaman yang tidak mau berbunga bila panjang hari kurang atau
lebih dari apa yang seharusnya diutuhkan (Putri, 2012).
Hal-hal di
ataslah yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini sehingga laporan ini
dapat dikerjakan.
I.2.
Tujuan
Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh fotoperiodisme terhadap
pembentukan bunga pada tanaman pacar air Impatiens
balsamina.
I.3.
Waktu dan Tempat
Percobaan
kontrol fotoperiodisitas terhadap pembungaan dilaksanakan pada hari jumat,
tanggal 9 mei 2014, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Botani,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Perkembangan merupakan suatu
perubahan yang teratur dan berkembang umumnya menuju keadaan yang lebih tinggi,
lebih teratur dan lebih kompleks. Perkembangan dikenal juga dengan
morfogenesis. Perkembangan meliputi proses tumbuh dan diferensiasi. Selain
dengan mengukur volume parameter lain dalam mengukur pertumbuhan adalah dengan
mengukur berat basah dan berat kering tumbuhan (Ariwulan, 2012).
Pertumbuhan adalah suatu pertambahan
dalam ukuran pertambahan dalam ukuran yang bersifat irreversible. Karena
bersifat multi sel maka pertumbuhan bukan saja dalam voume tetapi juga
pertambahan dalam hal bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat
kerumitan. Proses pertumbuhan sebagian besar terjadi dalam fase pembelahan dan
pendewasaan sel (Fahn, 1992).
Lamanya
penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan. Di daerah subtropis beberapa jenis
tanaman termasuk tumbuhan hari panjang. Bunga mekar pada akhir musim panas,
yaitu setelah tumbuhan mendapat penyinaran lebih dari 12 jam. Pertumbuhan
vegetatif dan generatif suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh lamanya
penyinaran. Tanggapan suatu tumbuhan terhadap panjang pendeknya hari disebut
fotoperiodisme (Ariwulan 2012).
Cahaya juga
merangsang pertumbuhan bunga. Ada tumbuhan yang berbunga pada hari
pendek (lamanya penyinaran matahari lebih pendek daripada waktu
malam). Ada pula tumbuhan yang berbunga pada hari panjang (lamanya
penyinaran matahari lebih panjang daripada waktu malam). Hal ini berkaitan
dengan aktivitas hormon fitokrom pada tumbuhan (Ariwulan, 2012).
Fotoperiodisme
merupakan fenomena tersebar luas di alam. Dalam tulisannya, Garner dan Allard
(1920) telah mengemukakan bahwa migrasi burung mungkin dikendalikan oleh
fotoperiode, dan segera fotoperiodisme pada burung dibuktikan. Sejak itu,
banyak respon hewan terhadap fotoperiode telah didokumentasikan, termasuk
beberapa perubahan perkembangan pada serangga, perubahan bulu, serta
peningkatan reproduksi pada serangga reptilian, burung dan mamalia. Pada
dasarnya semua aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh
fotoperiodisme (Latunra, 2012).
Sehubungan dengan fotoperiodisitas
tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat dibedakan menjadi (Hasbiah,
2013) :
1. Tanaman
berhari pendek, yaitu tanaman yang pembungaannya kurang dari 12 jam. Contohnya
strawberry Fragraria vesca.
2. Tanaman
berhari panjang, yaitu tanaman yang pembungaannya lebih dari 12 jam. Contohnya
pacar air Impatiens balsamina.
3. Tanaman berhari netral, yaitu tanaman yang pembungaannya tidak dipengaruhi
oleh penyinaran. Contohnya bunga matahari Helianthus anuus.
Kejadian musiman sangat
penting dalam siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan biji,
pembungaan, permulaan dan pengakhiran dormansi tunas merupakan contoh-contoh
tahapan dalam perkembangan tumbuhan yang umumnya terjadi pada waktu spesifik
dalam satu tahun. Stimulus lingkungan yang paling sering digunakan oleh
tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu
suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode,
seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism) (Campbell, dkk.,
2010).
Ciri utama
fotoperiodisme adalah pengukuran waktu musim dengan mendeteksi panjang siang
dan malam. Menurut nalar, fotoperiodisme termasuk contoh pengukuran wqaktu
biologis seperti iarama srikardian dan navigasi angkasa. Jika waktu diukur
dengan rentan waktu yang dibutuhkan bagi beberapa metabolit untuk diubah menjadi
bentuk lain, hal ini sejalan dengan gelas jam yang mengukur selang waktu yang
diperlukan bagi pasir untuk jatuh dari atas ke bawah melalui celah yang sempit.
Pada sistem seperti itu, hanya satu selang waktu yang diperlukan bagi pasir
yang dapat diukur, dan beberapa pengaruh luar harus memulai kembali sistem itu
(membalikkan gelas jam). Irama srikardian yang berfungsi selama selang waktu
yang panjang pada kondisi terang, dengan suhu dan faktor lain yang konstan,
tidak sama dengan gelas-jam, tetapi lebih mirip dengan bandul yang merupakan
osilator (Dwidjoseputro, 1984).
Pada kebanyakan kasus,
rangsangan yang memulai proses pembuangan tampaknya berasal dari luar. Suhu
seringkali berfungsi sebagai perangssang kritis. Hal ini terutama benar bagi
spesies biennial, yakni tumbuhan yang memerlukan dua musim tumbuh agar dapat
melengkapi daur hidupnya. Bit, wortel, bayam merupakan tiga tanaman biennial
yang sering dijumpai. Pada musim tumbuh yang pertama, tumbuhan tersebut
mengembangkan akar, batang yang pendek, dan sekelompok daun. Selama musim ini,
makanan disimpan dalam sistem perakaran. Dengan datangnya cuaca yang dingin,
maka pucuknya akan mati. Musim berikutnya bunga terbentuk pada pertumbuhan
pucuk yang baru. Setelah proses reproduksi lengkap, seluruh tanaman mati. Akan
tetapi, perbungaan tidak terjadi pada musim kedua, kecuali jika tanaman
dibiarkan dalam cuaca dingin selam musim dingin. Masih ada faktor lain yang
memicu proses pembungaan pada banyak spesies tumbuhan yaitu perubahan pada
interval penyinaran sehari-hari terhadap tumbuhan (Kimball, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan secara luas dapat di kategorikan sebagai faktor eksternal
(lingkungan) dan faktor internal (genetik) dikelompokkan sebagai berikut (Ariwulan,
2012):
A. Faktor
Eksternal
1. Iklim:
Cahaya, temperature, air, panjang hari, angin dan gas.
2. Edafatik
(tanah): tekstur, struktur, bahan organik dan kapasitas pertukaran kation.
3. Biologis:
Gulma, serangga, organisme penyebab penyakit, nematode, macam-macam tipe herbivora
dan mikro organisme tanah.
B. Faktor
internal:
1. Ketahanan
terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis.
2. Laju
fotosintesis.
3. Respirasi.
4. Klorofil,
karotein, dan kandungan pigmen lainnya.
5. Pembagian
hasil asimilasi N.
6. Tipe dan
letak meristem.
7. Kapasitas
untuk menyimpan cadangan makanan.
8. Aktivitas
enzim.
9. Pengaruh
langsung gen ( Heterosis, epistasi).
10. Differensiasi.
Kondisi-kondisi fotoperiode biasanya
dirasakan oleh daun-daun. Di banyak tanaman, pemaparan sebuah daun tunggal atau
bahkan sebagian kecil dari daun pada fotoperiode yang tepat akan memberikan
pengeluaran bunga. Induksi fotoperiode pada banyak spesies, jadwal
fotoperiode yang tepat hanya perlu diberikan selama beberapa hari agar
pengeluaran bunga terjadi, meskipun tanaman-tanaman itu selanjutnya
dipertahankan di bawah fotoperiode-fotoperiode yang tidak menguntungkan bagi
pengeluaran bunga (Wilkins, 1989)
Tunas menghasilkan bunga, akan
tetapi daun mendeteksi fotoperiode. Pada banyak spesies tumbuhan hari pendek
atau tumbuhan hari panjang, pembungaan cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah
daun tunggal terhadap fotoperiode yang tepat. Sesungguhnya meskipun
hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap
dideteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang
tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode (Campbell, 2010).
Inisiasi bunga atau evokasi
(evocation) adalah tahap awal proses pembungaan. Pada tahap awal ini terjadi
perubahan produk morfologis. Sel-sel meristem pada ujung tunas yang biasanya
menghasilkan daun atau cabang menjadi penghasil tunas generatif atau tunas
reproduktif. Sehingga masa inisiasi bunga merupakan masa transisi dari bentuk
daun ke bentuk bunga. Secara fisiologis, hal ini dapat dideteksi dengan
meningkatnya sintesis asam nukleat dan protein yang diperlukan bagi pembelahan
sel dan diferensiasi (Ashari, 1997).
Pembungaan pada sebagian tanaman
juga dapat dilakukan dengan perlakuan penerapan masa penyinaran baik dengan
masa yang lebih singkat maupun lebih panjang dibandingkan dengan penyinaran
matahari alami. Sebagian besar tanaman apel berumur 26 bulan dapat dirangsang
untuk berbunga dengan perpanjangan masa penyinaran, sementara semai yang sama
yang ditanam di lapangan baru dapat berbunga setelah 4 tahun (Hendrati, 2008).
Pada kenyataannya, beberapa pesan
untuk berbunga diangkut dari daun ke tunas bunga. Sebagian besar ahli fisiologi
tumbuhan yakin bahwa pesan ini adalah sebuah hormon atau beberapa perubahan
konsentrasi relatif dari dua atau lebih hormon. Sinyal berbunga yang berjalan
dari daun ke tunas bunga kelihatannya sama pada tumbuhan hari pendek dan
tumbuhan hari panjang, meskipun keduanya berbeda dalam hal kondisi fotoperiodik
yang diperlukan daun untuk mengirimkan sinyal tersebut. Bukti adanya pengiriman
sinyal hormonal dalam pembungaan sangat menantang, akan tetapi para peneliti
masih belum berhasil mengidentifikasi hormon- hormon yang berperan dalam
fotoperiode (Campbell, 2010).
Pada proses
pembungaan yang merupakan periode kritis adalah panjang malam (periode
gelapnya). Proses pembungaan tumbuhan tertentu dapat dirangsang dengan
perlakuan temperatur rendah (vernalisasi). Pada dasarnya vernalisasi tidak
hanya untuk pembungaan tetapi dapat pula diperlakukan pada biji-biji tumbuhan
tertentu sebelum perkecambahan. Temperatur optimum untuk vernalisasi berkisar antara
0 – 5 0C. Zat yang bertanggung jawab meneruskan rangsangan
vernalisasi disebut vernalin, yaitu suatu hormon tumbuh. Hormon tumbuh yang
berperan dalam proses pembungaan disebut florigen. Asam giberelin (GA)
merupakan salah satu hormon tumbuh yang berperan dalam proses pembungaan,
tetapi tidak semua GA efektif untuk merangsang pembungaan, misal GA6 dan GA8 (Hasbiah,
2013).
Semua
kondisi fisik ekosistem bukan saja faktor-faktor pembatas tetapi juga oleh
faktor-faktor pengatur. Misalnya siklus tahunan bertambah dengan naiknya garis
lintang. Fotoperiodisitas dikenal sebagai biological clock dan organisme untuk
membuat mekanisme waktu yang berubah-ubah. Biological Clock adalah mekanisme
fisiologis untuk pengaturan waktu. Di antara tumbuhan tingkat tinggi, beberapa
jenis tumbuhan berbunga dengan hari panjang (long day plants), yang lain
berbunga dengan hari pendek (kurang dari 12 jam) dikenal sebagai short day
plants (Hasbiah,
2013).
DAFTAR
PUSTAKA
Ariwulan,
D. R., 2012. Kontrol Fotoperiodisitas
Terhadap Pembungaan. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://nightray13-kuro.blogspot.comspt-2-perc4-kontrol-fotoperiodisitas.html, diakses pada
hari sabtu 10 mei 2014, pukul 22.34 WITA.
Ashari,
Sumeru, 1997. Pengantar Biologi
Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta, Malang.
Campbell,
N. A., J. B., Reece, dan L. G., Mitchel, 2010. Biologi, edisi kedelapan, Jilid
2. Erlangga, Jakarta.
Dwidjoseputro,
D., 1984. Pengantar Fisiologi
Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.
Fahn, A.,
1992, Anatomi Tumbuhan Edisi ke-3. UGM University, Yogyakarta.
Hasbiah,
2013. Laporan Kontrol Fotoperiodisitas
Terhadap Pembungaan. http://webcache.googleusercontent.com/search=cache:http://kaiean.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-spt-ii-kontrol.html, diakses pada
hari sabtu 10 mei 2014, pukul 23.53 WITA.
Hendrati,
L. R., 2008. Pembungaan Eucalyptus
occidentalis Pada Perpanjangan Masa Penyinaran Dan Paclobutazol. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan, Vol. 2 No. 3.
Kimball, J.W.,
1992. Biologi Jilid 2. Erlangga,
Jakarta.
Latunra, A.
I., 2012, Penuntun Praktikum Struktur Perkembangan Tumbuhan II,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Putri
A. H., 2012. Kontrol Fotoperiodisitas
Terhadap Pembungaan. http://mimetakamine.blogspot.com/2012/11/kontrol-fotoperiodisitas-terhadap.html,
diakses pada hari sabtu 10 mei 2014, pukul 22.46 WITA.
Utami,
M., 2012. Perbandingan Fotoperiodisitas
Tanaman. http://mutiarautami27.blogspot.com/2012/12/fotoperiodisme.html,
diakses pada hari minggu 11 mei 2014, pukul 00.04 WITA.
Wilkins, M. B.,
1989. Fisiologi Tanaman. Bina
Aksara, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentarnya tulung!! tentang postingan saya