Selasa, 02 Februari 2016

FITOREMEDIASI PADA MEDIA TANAH DENGAN KANGKUNG DARAT

TUGAS INDIVIDU
FITOREMEDIASI

FITOREMEDIASI PADA MEDIA TANAH YANG MENGANDUNG Cu DENGAN TANAMAN KANGKUNG DARAT










Oleh:
SELVIANI
H41112334




FITOREMEDIASI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang dengan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Fitoremediasi pada media tanah yang mengandung Cu dengan tanaman kangkung darat. Shalawat serta salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan untuk para keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih kepada keluarga, dosen dan teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai ”fitoremediasi pada media tanah yang mengandung Cu dengan tanaman kangkung darat” yang dibuat berdasarkan  referensi yang kami ambil dari berbagai sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Penulis berharap makalah ini bisa dimanfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin.
Tidak ada gading yang tak retak, demikian pula makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar, Maret 2015

                                                                                                                        Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
            Tembaga (Cu) dilepaskan oleh pelapukan sebagai Cu2+, dan di absorbsi oleh tanaman. Unsur tembaga diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+ dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dan berperan dalam proses oksidasi, reduksi dan pembentukan enzim.
            Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga pada sayuran segar yaitu 2 ppm, Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004) dalam Widaningrum (2007) menyatakan bahwa residu logam berat yang masih memenuhi standar BMR (Batas Maksimum Residu) adalah 1,0 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan konstituen yang harus ada dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance Daily Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan).
Salah satu cara untuk memulihkan lingkungan tanah dari suatu kontaminan logam berat adalah dengan menggunakan tanaman, yaitu dengan cara menanam tanaman yang mampu menyerap logam berat dari dalam tanah. Metode ini dikenal dengan nama fitoremediasi.
Seregeg dalam Kohar, 2005 telah melakukan penelitian terhadap kemampuan beberapa tanaman untuk menyerap logam berat dari air yang tercemar. Ternyata kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibuatlah makalah ini.
I.2 Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimanakah proses fitoremediasi tanah yang mengandung Cu dengan menggunakan Kangkung Darat?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.      Pengertian Fitoremediasi
Phyto asal kata Yunani/ greek  “phyton” yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), Remediation asal kata latin remediare ( to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan  atau membersihkan sesuatu. Jadi Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Fitoremediasi merupakan salah satu teknologi yang secara biologi yang memanfaatkan  tumbuhan atau mikroorganisme yang dapat berasosiasi untuk mengurangi polutan lingkungan baik pada air, tanah dan udara yang diakibatkan oleh logam atau bahan organik.
Salah satu keuntungan utama dari fitoremediasi adalah biaya yang relatif rendah dibandingkan dengan metode perbaikan lainnya seperti penggalian. Dalam banyak kasus fitoremediasi telah ditemukan kurang dari setengah harga dari metode alternatif. Fitoremediasi juga menawarkan  remediasi permanen bukan sekadar pemindahan masalah.
Fitoremediasi adalah proses bioremediasi yang menggunakan berbagai tanaman untuk menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminandalam tanah dan air bawah tanah. Konsep penggunaan tanaman untuk penanganan limbah dan sebagai indikator pencemaran udara dan air sudah lama ada, yaitu fitoremediasidengan sistem lahan basah, lahan alang-alang dan tanaman apung. Selanjutnya konsepfitoremediasi berkembang untuk penanganan masalah pencemaran tanah.
Namun fitoremediasi bukan tanpa kesalahan, itu adalah proses yang bergantung pada kedalaman akar dan toleransi tanaman terhadap kontaminan. Paparan dari hewan ke tanaman yang bertindak sebagai hyperaccumulators juga dapat menjadi perhatian lingkungan sebagai hewan herbivora dapat terakumulasi mengkontaminasi partikel dalam jaringan mereka yang pada gilirannya dapat mempengaruhi rantai makanan secara keseluruhan.
Fitoremediasi teknologi saat ini tersedia untuk hanya sebagian kecil masalah polusi, seperti arsenik. Pengurangan arsen mempekerjakan alami dipilih pakis hiperakumulator, yang menghimpun konsentrasi yang sangat tinggi arsenik khusus pada jaringan atas tanah. Elegan dua gen pendekatan transgenik telah dirancang untuk pengembangan teknologi fitoremediasi merkuri atau arsen. Pada tanaman yang secara alami hyperaccumulates seng dalam daun, sekitar sepuluh gen logam kunci homeostasis disajikan pada tingkat yang sangat tinggi. Ini menguraikan tingkat perubahan dalam kegiatan gen yang dibutuhkan dalam rekayasa tanaman transgenik untuk tanah pembersihan.
Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya:
a.      Phytoacumulation (phytoextraction)
Proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga Hyperacumulation. Akar tanaman menyerap limbah logam dari tanah dan mentranslokasinya ke bagian tanaman yang berada di atas tanah. Setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda untuk menyerap dan bertahan dalam berbagai limbah logam. Terutama di tempat-tempat yang tercemar dengan lebih dari satu jenis logam. Ada spesies tertentu yang disebut hiperakumulator tanaman yang menyerap jumlah jauh lebih tinggi dari polutan dibandingkan spesies lainnya kebanyakan. Spesies ini digunakan pada banyak situs karena kemampuan mereka untuk berkembang di daerah-daerah yang sangat tercemar. Setelah tanaman tumbuh dan menyerap logam mereka dipanen dan dibuang dengan aman. Proses ini diulang beberapa kali untuk mengurangi kontaminasi ke tingkat yang dapat diterima. Dalam beberapa kasus memungkin untuk benar-benar mendaur ulang logam melalui proses yang dikenal sebagai phytomining, meskipun ini biasanya digunakan pada logam mulia. Senyawa logam yang telah berhasil phytoextracted meliputi seng, tembaga, dan nikel.
b.      Rhizofiltration (rhizo= akar) 
       Merupakan proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan  oleh akar untuk menempel pada akar. Rhizofiltration mirip dengan Phytoextraction tapi digunakan untuk membersihkan air tanah terkontaminasi daripada tanah tercemar. Kontaminan yang baik teradsorbsi ke permukaan akar atau diserap oleh akar tanaman. Tanaman yang digunakan untuk rhizoliltration tidak ditanam langsung di situs tetapi harus terbiasa untuk polutan yang pertama. Tanaman hidroponik di tanam pada media air, hingga sistem perakaran tanaman berkembang. Setelah sistem akar yang besar pasokan air diganti untuk pasokan air tercemar untuk menyesuaikan diri tanaman. Setelah tanaman menjadi acclimatised kemudian ditanam di daerah tercemar di mana serapan akar air tercemar dan kontaminannya sama. Setelah akar menjadi jenuh kemudian tanaman dipanen dan dibuang. Perlakuan yang sama dilakukan berulangkali pada daerah yang tercemar sehingga dapat mengurangi polusi. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl, Ukraina.
c.      Phytostabilization 
Merupakan penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Untuk mencegah kontaminasi dari penyebaran dan bergerak di seluruh tanah dan air tanah, zat kontaminan diserap oleh akar dan akumulasi, diabsorbsi akar, terjadi pada rhizosfer (ini adalah daerah di sekitar akar yang bekerja seperti laboratorium kimia kecil dengan mikroba dan bakteri dan organisme mikro yang disekresikan oleh tanaman) ini akan mengurangi atau bahkan mencegah perpindahan ke tanah atau udara, dan juga mengurangi bioavailibility dari kontaminan sehingga mencegah penyebaran melalui rantai makanan.. Teknik ini juga dapat digunakan untuk membangun kembali komunitas tanaman pada daerah yang telah benar-benar mematikan bagi tanaman karena tingginya tingkat kontaminasi logam. Kontaminan organik dalam tanah adalah: diserap oleh akar tanaman dan dipecah menjadi bagian-bagian mereka dengan "eksudat" dalam sistem akar tanaman.
d.      Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-assisted bioremidiation degradation
Penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.
e.       Phytodegradation (phyto transformation) 
Proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.
f.       Phytovolatization
Proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
2.      Logam Cu (Tembaga)
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak dapat ditempa, dan liat. Tembaga dalam tabel periodik memiliki lambang Cu dengan nomor atom 29 dan mamiliki massa atom standar 63,546. Logam Cu melebur pada 1038 °C dan memiliki titk didih pada suhu 2562 °C. karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga.
Tembaga merupakan logam kemerahan dengan struktur kristal kubus. Tembaga memantulkan sinar merah dan oranye dan menyerap frekuensi lain dalam spektrum cahaya terlihat. Logam ini mudah ditempa, ulet, dan merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Tembaga lebih lunak dari seng, dapat dipoles, dan memiliki reaktivitas kimia rendah. Dalam udara lembab, tembaga perlahan-lahan membentuk selaput permukaan kehijauan yang disebut patina. Lapisan ini melindungi dari serangan korosi lebih lanjut. Tembaga merupakan unsur yang banyak terdapat di alam. Manusia tercatat juga banyak menggunakan tembaga. Tembaga memasuki udara terutama melalui proses pembakaran bahan bakar fosil. Logam ini akan terus berada di udara hingga kemudian mengendap ke tanah melalui hujan. Manusia juga turut menyebarkan tembaga ke lingkungan melalui aktivitas pertambangan, produksi logam, produksi kayu, dan produksi pupuk fosfat. Selain karena aktivitas manusia, tembaga juga dilepaskan ke lingkungan akibat peristiwa alami, seperti akibat pelapukan tanaman dan kebakaran hutan. Sebagian besar senyawa tembaga akan menetap dan terikat di tanah atau terserap dalam sumber air yang bisa menimbulkan ancaman kesehatan. Produksi tembaga dunia diperkirakan sebesar 12 juta ton per tahun serta 2 juta ton tembaga diklaim merupakan hasil daur ulang.
Walaupun logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Pada prinsipnya ilmu toksikologi merupakan perwujudan dugaan terjadinya suatu perubahan yang disebabkan oleh masuknya senyawa racun ke dalam lingkungan. Tembaga di alam tidak begitu melimpah dan ditemukan dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk senyawaan. Bijih tembaga yang terpenting yaitu pirit atau chalcopyrite (CuFeS2), copper glance atau chalcolite (Cu2S), cuprite (Cu2O), malaconite (CuO) dan malachite (Cu2(OH)2CO3) sedangkan dalam unsur bebas ditemukan di Northern Michigan Amerika Serikat. Dalam jumlah kecil tembaga ditemukan pada beberapa jenis tanaman, bulu-bulu burung terutama yang berbulu terang dan dalam darah binatang-binatang laut seperti udang dan kerang. Tembaga kadang-kadang ditemukan secara alami, seperti yang ditemukan dalam mineral-mineral seperti cuprite, malachite, azurite, chalcopyrite, dan bornite. Deposit bijih tembaga yang banyak ditemukan di AS, Chile, Zambia, Zaire, Peru, dan Kanada. Bijih-bijih tembaga yang penting adalah sulfida, oxida-oxidanya, dan karbonat. Dari mereka, tembaga diambil dengan cara smelting, leaching, dan elektrolisis.
Logam ini termasuk logam berat non ferro (logam dan paduan yang tidak mengandung Fe dan C sebagai unsur dasar) yang memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang tinggi, keuletan yang tinggi dan sifat tahanan korosi yang baik. Sehingga produksi tembaga sebagian besar dipakai sebagai kawat atau bahan untuk menukar panas dalam memanfaatkan hantaran listrik dan panasnya yang baik. Biasanya dipergunakan dalam bentuk paduan, karena dapat dengan mudah membentuk paduan dengan logam – logam lain diantaranya dengan logam Pb dan logam Sn.
Ketika di tanah, tembaga akan terikat pada bahan organik dan mineral. Tembaga tidak rusak di lingkungan dan karena itu dapat terakumulasi pada tanaman dan hewan ketika berada di tanah. Pada tanah dengan kandungan tembaga amat tinggi, hanya sejumlah kecil tanaman yang bisa bertahan hidup. Oleh karena itu, tidak terdapat banyak keanekaragaman tumbuhan dekat pabrik atau pembuangan limbah tembaga. Tembaga juga dapat mengganggu aktivitas dalam tanah karena berpengaruh negatif pada aktivitas mikroorganisme dan cacing tanah. Ketika tanah peternakan tercemar tembaga, hewan ternak akan mengasup konsentrasi tinggi tembaga yang bisa merusak kesehatan ternak.
Senyawa tembaga dalam konsentrasi tinggi merupakan racun bagikebenyakan benda hidup. Oleh karena itu senyawa tembaga digunakan dalam insektisida dan fungisida. Namun adalah sangat menarik bahwa di dekat daerah yang tanahnya tidak mengandung tembaga terdapat penyakit dan kelainan pada tumbuhan-tumbuhan.
Di beberapa daerah di Australia, yang tanahnya tidak mengandung tembaga ditemukan penyakit pada domba yang mengakibatkan pengaruh pad asistem syaraf, anemia dan kerusakan pada wol; meskipun untuk mengatasi kelainan hanya diperlukan sangat sedikit tembaga.
3.      Mekanisme Penyerapan Logam Berat Oleh Tumbuhan
Menurut Priyanto dan Prayitno, 2007 dalam Hardiani, 2009 mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, sebagai berikut :
1.      Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar.
2.      Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya.
3.      Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar.
Menurut Fitter dan Hay (1991) dalam Panjaitan (2009) tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah:
1)      Faktor konsentrasi, dimana kemampuan tumbuhan dalam menyerap ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya.
2)      Perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.
Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat populer di Indonesia. Namun, sayuran yang sering dijadikan tumis ini ternyata berasal dari India. Berdasarkan tempat tumbuhnya, kangkung dibagi menjadi dua jenis, yaitu kangung air (lpomoea aquatica sp.) dan kangkung darat (Ipomoea reptans Poir). Perbedaannya terdapat pada batang dan bentuk daun. Kangkung air memiliki batang yang merambat seperti ubi jalar dengan daun yang pendek dan tumpul. Sedangkan kangkung darat memiliki batang tegak dengan ujung daun agak memanjang dan runcing.
Meski sekarang telah banyak dibudidayakan, terutama untuk jenis kangkung darat, namun pada dasarnya kangkung merupakan tanaman liar. Menyukai tempat berair, daratan kering ataupun berlumpur, dengan mendapat kecukupan sinar matahari.
Tanaman menjalar dengan batang bulat, beruas-ruas, dan berlubang di tengahnya ini mempunyai sifat khas mendinginkan. Ia memiliki kandungan kimia antara lain karotena, hentriakontan dan sitosterol. Zat-zat tersebut berfungsi sebagai antiinflamasi, diuretik dan hemostatik.
Kandungan logam berat Cu pada tanaman kangkung yang dipanen pada usia 2, 4 dan 6 mempunyai daya serapa logam berat Cu yang berbeda. Semakin lama usia panen tanaman kangkung maka semakin besar pula logam berat Cu yang terserap oleh tanaman kangkung. Apabila logam tembaga telah masuk dalam tubuh manusia maka dapat menyebabkan keracunan Cu pada manusia yang dapat mengakibatkan penyakit hepatic cirrhosis, yaitu kerusakan pada otak serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengedapan Cu dalam kornea mata. Gejala ini dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita.























BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
            Kesimpulan dari dibuatnya makalah ini adalah mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, sebagai berikut : 1) Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar; 2) Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya; 3) Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar.
III.2 Saran
            Sebaiknya dalam mata kuliah ini diadakan praktek lapang agar lebih bisa dipahami dan dipelajari dengan mudah.











DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Fakta Dan Efek Tembaga. http://www.amazine.co/28270/tembaga-cu-fakta-sifat-kegunaan-efek-kesehatannya/, diakses pada tanggal 05 Mei 2015, Makassar.

Asroff, 2012. Definisi Tembaga. http://esek-esek.pun.bz/definisi-tembaga-cu.xhtml, dakses pada tanggal 05 Mei 2015, Makassar.

Dilaeni, Afiffah, 2012. Karatkteristik Atom Tembaga. https://afiffadilaeni.wordpress.com/2012/12/27/kharakteristik-atom-tembaga-cu/, diakses pada tanggal 05 Mei 2015, Makassar.

Harjana, Dadan, 2014. Manfaat Kangkung Darat. http://manfaatnyasehat.blogspot.com/2014/01/kandungan-gizi-dan-manfaat-kangkung.html, diakses pada tanggal 05 Mei 2015, Makassar.

Haruna, Elvira, T., Isa Ishak, Sulaeman, Nita, 2015, Fitoremediasi Pada Tanah  yang Mengandung Cu dengan Menggunakan Kangkung Darat. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Ibanez, Tacia, Zenith, 2012. Fitoremediasi Alternatif Lingkungan. https://zenithtaciaibanez.wordpress.com/2012/09/21/fitoremediasi-alternative-pelestarian-lingkungan/, diakses pada tanggal 04 Mei 2015, Makassar.

Musfa, Raty, 2015. Fitoremediasi. http://ratymusfa.blogspot.com/p/fitoremediasi-upaya-air-limbah-dengan.html, diakses pada tanggal 04 Mei 2015, Makassar.

Sabila, Putri, 2013. Makalah Kangkung Darat. http://putrisabila13.blogspot.com/2013/10/makalah_6517.html, diakses pada tanggal 05 Mei 2015, Makassar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya tulung!! tentang postingan saya