LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROTEKNIK
PERCOBAAN I
PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN
NAMA : SELVIANI
NIM
:
H411 12 334
HARI/
TANGGAL : RABU/ 4 MARET 2015
KELOMPOK : IV (EMPAT) A
ASISTEN : RISPAH HAMZAH
LABORATURIUM
BIOLOGI DASAR
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat
secara mikroskopis, tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk
memahami secara menyeluruh mengenai Mikroteknik, sebab yang namanya teknik
lebih menekankan pemahaman pada wilayah aplikatifnya meskipun pada dasarnya
landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk
yang harus dilalui agar proses pembuatan sediaan sesuai dengan prosedural kerja
dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan sediaan Mikroskopis (Zaif, 2010).
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang
pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari
Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi
tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan
terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur
terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Linuary, 2000).
Irisan utuh suatu
specimen sangat bermanfaat bagi studi pembelajaran.Dengan adanya preparat utuh
maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu
preparat.Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar
sewaktu-waktu dapat diamati kembali. Keberhasilan pembuatan preparat
permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi,
penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan
fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan
digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Oleh
karena itu, untuk mengetahui lebih dalam mengenai mikroteknik serta
metode yang dilakukan,
maka dilakukanlah percobaan mengenai pembuatan preparat dengan menggunakan
metode parafin
pada akar jagung Zea mays.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan
dilakukannya percobaan ini adalah untuk
mengetahui cara pembuatan preparat pada tanaman Zea mays dengan metode parafin.
I.3 Waktu
dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai pembuatan
preparat melintang dengan menggunakan metode parafin ini dilaksanakan pada hari Rabu,
04 Maret 2015 pukul 14.00-17.00 WITA, di Laboraturium Biologi
Dasar Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan
tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm.Metode ini
memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode sel oidin yang
tebal irisannya kurang lebih mencapai10 µm. Prosesnya juga jauh
lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga
memilikikejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah
patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan,
dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode
ini (Gunarso 1986).
Metode parafin termasuk metode irisan
yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikrokopis dari
sesuatu jaringan yang normal sifatnya maupun yang mengidap sesuatu penyakit
(patologis) akan lebih baik hasilnya bila dilakukan dari preparat jaringan yang
telah dipersiapkan secara baik, telah dilakukan penyayatan yang cukup tipis,
serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen jaringan yang
diteliti lebih mudah untuk diamati. Dengan demikian, tidak saja penelitian
secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, tetapi juga memberi kemudahan dalam
membedakan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang
diteliti.Adakalanya beberapa jenis jaringan memerlukan perlakuakan yang khusus
untuk dapat menelitinya, seperti dalam hal jenis pewaranaan yang harus
digunakan untuk sesuatu jenis jaringan tertentu (Sugiharto, 1989).
Metode paraffin memiliki
langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain
fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section),
penempelan, pewarnaan, danpenutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk
proses fiksasi adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan
yang mampu bereaksi dan menandai suatu sel dengan spesimen diiris setipis
mungkin.Hal ini sangat mendukung laju fiksasi dalam sel(Dasumiati
2008).
Embedding merupakan proses
pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan
dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom. Beberapa
keuntungan menggunakan kotak kertas.Dalam embedding yaitu bisa membuat arah
sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas
kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan
setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai
membeku (Nindya, 2012).
Banyak cara dalam pembuatan
preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah dengan metode parafin. Metoda
ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat
dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan metoda
ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda
beku atau metoda seloidin.Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10
mikron, tapi dengan metode paraffin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6
mikron.Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila
menggunakan metode ini.Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode
seloidin. Namun metode paraffin juga memiliki kelemahan yaitu jaringan menjadi
keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut
dengan medode ini (Yoyo, 2010).
Dalam pembuatan preparat hendaknya
dipahami karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen.
Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang,
termasuk dalam herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan
tumbuhan tersebut tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan
selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil.
Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan
larutan fiksatif dan zat
warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Zahara, 2012).
Tipe irisan melintang atau
longitudinal kurang tertampilkan dengan baik pada preparat karena pada saat
pengeblokan, terkadang spesimen tidak berada di tempat yang diinginkan.Beberapa
faktor yang menunjuang keberhasilan tipe irisan adalah fiksasi, dehidrasi,
penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Khususnya pada
saat penentuan larutan fiksatif yang akan digunakan, perembesan parafin dalam
spesimen dan penggunaan zat warna yang sesuai dengan karakteristik tumbuhan
specimen (Zahara, 2012).
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil
spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu
yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna
menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan
hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap
yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan
parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang
bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan
semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau
hampir sama dengan pada waktu masih hidup. Suatu larutan pemati atau fiksasi
yang baik akan berlaku sedemikian rupa sehingga morfologi sel jaringan yang
bersangkutantidak berbeda bentuknya dari keadaansewaktu masih hidup. Oleh
karena larutan pemati biasanya dicampur dengan zat yang digunakan untuk
pengawet, maka larutan tersebut umumnya dinamakan larutan pengawet atau larutan
fiksasi (Haruna dan Asnady, 2010).
Jaringan tumbuhan yang dapat
dibuat preparat diantaranya yaitu (Zahara,
2012) :
1.
Akar:
Histogen pada akar jelas pada ujung ujung akar, khususnya bila pembuatan
preparat dengan pewarnaan untuk menampilkan dinding sel dan struktur
inti.Jaringan primer jelas pada awal zona bulu akar.Bulu akar ini dapat
dideteksi dengan menggunakan loupe.Pengawalan ioxinnl akar cabang dapat
diperlihat-kan pada batas atas zona bulu akar.Pada tingkat ini jaringan primer
biasanya terdeferensiasi dengan jelas tanpa berkayu secara berlebihan.
2.
Batang: Pada batang tumbuhan dikotil dan tumbuhan berkonus, ioxin jaringan
batangnya berdiferensiasi sangat cepat dekat apeks, dan beberapa ruas pertama
di bawah ujung terminalnya memperlihatkan jaringan-jaringan primer yang
berkembang penuh dan pengawalan aktivitas sekunder.Pada batang tumbuhan herba,
kayu sekunder kurang berkembang. Pada
jenis tumbuhan yang berbeda, mempunyai struktur batang yang berbeda pula
menentukan jenis larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunakan dalam
pembuatan preparat. Misalnya tumbuhan polongan dapat menggunakan Craf III. Jika batang mempunyai ruas yang lebih
lunak diberi perlakuan acctone-xylol atau alcohol-xylol. Pada batang yang lebih
keras hasil irisan akan lebih baik jika menggunakan ioxin atau butyl alcohol.
Batang bunga matahari dan Chrysantenum dapat difiksasi dengan menggunakan FFA
tanpa menimbulkan plasmolisis, ataupun dengan penggunaan modifikasi Nawaschin
seperti craft IV dan V juga memberikan hasil yang baik.
3.
Daun:
Biasanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal ioxinn difiksasi dalam larutan
FAA. Daun yang lunak dan tulang daun yang kecil saat proses dehidrasi digunakan
acetone atau etil alcohol, sedangkan daun yang tebal atau seperti kulit dengan
tulang daun yang kuat diproses dalam butyl alcohol atau ioxin. Ciri khas daun
harus diperhitungkan dalam pembuatan preparat irisan, misalnya untuk daun yang
lunak parenkimanya biasanya mudah retak.Trikoma glandular perlu perlakuan
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Dasumiati,
2008.Diktat Kuliah Mikroteknik. UIN Syarif Hidayatullah Press, Jakarta.
Gunarso, W., 1986. Pengaruh Dua Jenis
Cairan Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan
Dalam Metoda Mikroteknik Parafin.IPB Press, Bogor.
Haruna, F. dan Asnady S, M., 2010. Penuntun Praktikum Mikroteknik
Tumbuhan.Universitas Hasanuddin, Makassar.
Lianury, Robby N, 2000. Histologi.
Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Nindya, 2012. Mikroteknik Tumbuhan. http://nonanindya.blogspot.com/2012/09/laporan-mikroteknik-metode-parafin.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.
Sugiharto, 1989. Mikroteknik.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yoyo, 2010. Metode Parafin. http://bangkoyoy.blogspot.com/2010/10/pembuatan-preparat-parafin-jaringan.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.
Zaif, 2010. Mikroteknik. https://zaifbio.wordpress.com/category/mikroteknik/, diakses pada tanggal 09 Maret 2015,
Makassar.
Zahara, 2012. Mikroteknik. http://zaharapiyu.blogspot.com/2012/01/mikroteknik.html,
diakses pada tanggal 09
Maret 2015, Makassar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.2
Pembahasan
Percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat pada batang
jagung Zea mays dengan menggunakan metode parafin. Batang
jagung Zea mays terlebih dahulu dipotong secara melintang
dengan ukuran 2 mm. tahapn selanjutnya dilakukan fiksasi selama 30 menit
diamana, fiksasi merupakan proses pengawetan jaringan agar tahapan awal sama
dengan rahap akhir agar tidak terjadi perubahan dalam pengawetan dan juga untuk
mematikan agar tidak terjadi proses fotosintesis. Fiksasi pada tahapan ini
bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada
dalam keadaan sama atau hamper sama dengan pada waktu masih hidup dan direndam
dengan menggunakan larutan FAA (Formaldehyde
Acetic-acid Alkohol).
Setelah
batang jagung Zea mays difiksasi, tahapan selanjutnya adalah
pencucian dan dehidrasi. Pada tahapan dehidrasi ini diberikan alkohol
bertingkat dari 70 %, 80%, 90 % dan 96 % yang dimana, tiap tingkatan alkohol
akan dilakukan dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol bertingkat dari konsentrasi
rendah hingga konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya tidak lisi dan rusak.
Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengencran dengan rumus V1.M1
= V2.M2.
Tahapan
selanjutnya adalah dealkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol
perbandingan3:1, 1:1, 1:3. Tiap perbandingan alkohol-xylol dilakukan selam 5
menit tetapi berdasarkan literatur minimal dilakukan dengan 30 menit. Tahap
dealkoholisasi ini dilakukan dari volume alkohol yang terbanyak. Hal tersebut
bertujuan agar sel atau jaringan tidak rusak. Dealkoholisasi ini bertujuan
untuk menarik keluar alkohol yang berada dalam jaringan untuk digantikan oleh
xylol. Hal tersebut dilakukan karena xylol yang mampu berikatan dengan parafin
sedangkan alkohol tidak.
Selanjutnya
pada tahap penjernihan dengan menggunakan xylol murni. Penjernihan ini
dilakukan yaitu xylol : parafin ( 1 : 9 ) masing-masing 10 menit. Lama
penjernihan menggunakan xylol murni berdasarkan literature yang ada yaitu 30
menit. Penjernihan bertujuan untuk menjernihkan sisa-sisa alkohol yang masih
terdapat dalam jaringan. Selain itu penjernihan dilakukan dengan menggunakan
xylol murni karena alkohol tidak dapat berikatan dengan parafin melalui proses
dealkoholisasi dan penjernihan.
Kemudian
tahapan selanjutnya adalah tahapan infiltrasi yaitu menggunakan parafin cair
dan parafin beku denan masing-masing menggunakan waktu 5 menit. Infiltrasi
menggunakan xylol-parafin dengan 1 : 9. Setelah infiltrasi dilakukan kita sudah
bias melakukan tahap embedding atau
biasa disebut degan tahap penanaman dengan menggunakan parafin padat.
Percobaan
pembuatan preparat melintang dengan menggunakan metode parafin, hanya bisa
dilakukan pada tahap embedding. Hal
ini dilakukan karena kurangnya sarana dan prasarana yang memadai atau yang
mendukung untuk melakukan proses pengirisan dengan menggunakan mikrotom.
Percobaan
yang kami lakukan hanya sampai pada tahap penanaman. Hal ini karena rusaknya
mikrotom di laboratorium sehingga yang diajarkan hanya sebatas teknik pembuatan
preparat sebelum pewarnaan. Pada percobaan ini terjadi kesalahan dalam prosedur
di mana parafin
yang digunakan tidak mampu memadat pada suhu kamar sehingga terjadi pengulangan
percobaan. Penggunaan parafin cair tidak efektif karena titik padat yang
dimiliki berada di bawah suhu kamar, sedangkan penggunaan parafin padat akan
memudahkan proses karena titik padat parafin padat ada pada suhu kamar.
BAB V
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan preparat yang sempurna
terdiri dari proses fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman,
pengirisan, dan pewarnaan. Namun, karena rusaknya mikrotom di laboratorium,
proses yang dilakukan hanya terbatas yakni hingga pada tahap penanaman.
V.2 Saran
Sebaiknya alat dan bahan dalam praktikum
segera dilengkapi agar praktikan tidak kesusahan dalam mencari bahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentarnya tulung!! tentang postingan saya