Selasa, 02 Februari 2016

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFFIN

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROTEKNIK

PERCOBAAN I
PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

                        NAMA                                   : SELVIANI
                        NIM                                        : H411 12 334
                        HARI/ TANGGAL               : RABU/ 4 MARET 2015
                        KELOMPOK                        : IV (EMPAT) A
                        ASISTEN                               : RISPAH HAMZAH

logo-unhas-hitam-putih












LABORATURIUM BIOLOGI DASAR
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara  mikroskopis, tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk memahami secara menyeluruh mengenai Mikroteknik, sebab yang namanya teknik lebih menekankan pemahaman pada wilayah aplikatifnya meskipun pada dasarnya landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk yang harus dilalui agar proses pembuatan sediaan sesuai dengan prosedural kerja dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan Mikroskopis (Zaif, 2010).
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Linuary, 2000).
 Irisan utuh suatu specimen sangat bermanfaat bagi studi pembelajaran.Dengan adanya preparat utuh maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu preparat.Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu dapat diamati kembali.  Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam mengenai mikroteknik serta metode yang dilakukan, maka dilakukanlah percobaan mengenai pembuatan preparat dengan menggunakan metode parafin pada akar jagung Zea mays.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya  percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan preparat pada tanaman Zea mays dengan metode parafin.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan mengenai pembuatan preparat melintang dengan menggunakan metode parafin  ini dilaksanakan pada hari Rabu, 04 Maret 2015 pukul 14.00-17.00 WITA, di Laboraturium Biologi Dasar Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm.Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode sel oidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memilikikejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini (Gunarso 1986).
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikrokopis dari sesuatu jaringan yang normal sifatnya maupun yang mengidap sesuatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya bila dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan secara baik, telah dilakukan penyayatan yang cukup tipis, serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen jaringan yang diteliti lebih mudah untuk diamati. Dengan demikian, tidak saja penelitian secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, tetapi juga memberi kemudahan dalam membedakan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang diteliti.Adakalanya beberapa jenis jaringan memerlukan perlakuakan yang khusus untuk dapat menelitinya, seperti dalam hal jenis pewaranaan yang harus digunakan untuk sesuatu jenis jaringan tertentu (Sugiharto, 1989).
Metode paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, danpenutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan yang mampu bereaksi dan menandai suatu sel dengan spesimen diiris setipis mungkin.Hal ini sangat mendukung laju fiksasi dalam sel(Dasumiati 2008).
Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas.Dalam embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai membeku (Nindya, 2012).
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah dengan metode parafin. Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku atau metoda seloidin.Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode paraffin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron.Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode paraffin juga memiliki kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan medode ini (Yoyo, 2010).
Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Zahara, 2012).
Tipe irisan melintang atau longitudinal kurang tertampilkan dengan baik pada preparat karena pada saat pengeblokan, terkadang spesimen tidak berada di tempat yang diinginkan.Beberapa faktor yang menunjuang keberhasilan tipe irisan adalah fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Khususnya pada saat penentuan larutan fiksatif yang akan digunakan, perembesan parafin dalam spesimen dan penggunaan zat warna yang sesuai dengan karakteristik tumbuhan specimen (Zahara, 2012).
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Zahara, 2012).
Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan pada waktu masih hidup. Suatu larutan pemati atau fiksasi yang baik akan berlaku sedemikian rupa sehingga morfologi sel jaringan yang bersangkutantidak berbeda bentuknya dari keadaansewaktu masih hidup. Oleh karena larutan pemati biasanya dicampur dengan zat yang digunakan untuk pengawet, maka larutan tersebut umumnya dinamakan larutan pengawet atau larutan fiksasi (Haruna dan Asnady, 2010).

            Jaringan tumbuhan yang dapat dibuat preparat diantaranya yaitu (Zahara, 2012) :
1.      Akar: Histogen pada akar jelas pada ujung ujung akar, khususnya bila pembuatan preparat dengan pewarnaan untuk menampilkan dinding sel dan struktur inti.Jaringan primer jelas pada awal zona bulu akar.Bulu akar ini dapat dideteksi dengan menggunakan loupe.Pengawalan ioxinnl akar cabang dapat diperlihat-kan pada batas atas zona bulu akar.Pada tingkat ini jaringan primer biasanya terdeferensiasi dengan jelas tanpa berkayu secara berlebihan.
2.      Batang: Pada batang tumbuhan dikotil dan tumbuhan berkonus, ioxin jaringan batangnya berdiferensiasi sangat cepat dekat apeks, dan beberapa ruas pertama di bawah ujung terminalnya memperlihatkan jaringan-jaringan primer yang berkembang penuh dan pengawalan aktivitas sekunder.Pada batang tumbuhan herba, kayu sekunder kurang berkembang. Pada jenis tumbuhan yang berbeda, mempunyai struktur batang yang berbeda pula menentukan jenis larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunakan dalam pembuatan preparat. Misalnya tumbuhan polongan dapat menggunakan Craf III. Jika batang mempunyai ruas yang lebih lunak diberi perlakuan acctone-xylol atau alcohol-xylol. Pada batang yang lebih keras hasil irisan akan lebih baik jika menggunakan ioxin atau butyl alcohol. Batang bunga matahari dan Chrysantenum dapat difiksasi dengan menggunakan FFA tanpa menimbulkan plasmolisis, ataupun dengan penggunaan modifikasi Nawaschin seperti craft IV dan V juga memberikan hasil yang baik.
3.      Daun: Biasanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal ioxinn difiksasi dalam larutan FAA. Daun yang lunak dan tulang daun yang kecil saat proses dehidrasi digunakan acetone atau etil alcohol, sedangkan daun yang tebal atau seperti kulit dengan tulang daun yang kuat diproses dalam butyl alcohol atau ioxin. Ciri khas daun harus diperhitungkan dalam pembuatan preparat irisan, misalnya untuk daun yang lunak parenkimanya biasanya mudah retak.Trikoma glandular perlu perlakuan khusus.























DAFTAR PUSTAKA

Dasumiati, 2008.Diktat Kuliah Mikroteknik. UIN Syarif Hidayatullah Press, Jakarta.

Gunarso, W., 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif  yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin.IPB Press, Bogor.

Haruna, F. dan Asnady S, M., 2010. Penuntun Praktikum Mikroteknik Tumbuhan.Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lianury, Robby N, 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Nindya, 2012. Mikroteknik Tumbuhan. http://nonanindya.blogspot.com/2012/09/laporan-mikroteknik-metode-parafin.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Sugiharto, 1989. Mikroteknik.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yoyo, 2010. Metode Parafin. http://bangkoyoy.blogspot.com/2010/10/pembuatan-preparat-parafin-jaringan.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Zaif, 2010. Mikroteknik. https://zaifbio.wordpress.com/category/mikroteknik/, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.

Zahara, 2012. Mikroteknik. http://zaharapiyu.blogspot.com/2012/01/mikroteknik.html, diakses pada tanggal 09 Maret 2015, Makassar.




















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil


IV.2 Pembahasan
            Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui tahapan-tahapan pembuatan preparat pada batang jagung Zea mays  dengan menggunakan metode parafin. Batang jagung Zea mays  terlebih dahulu dipotong secara melintang dengan ukuran 2 mm. tahapn selanjutnya dilakukan fiksasi selama 30 menit diamana, fiksasi merupakan proses pengawetan jaringan agar tahapan awal sama dengan rahap akhir agar tidak terjadi perubahan dalam pengawetan dan juga untuk mematikan agar tidak terjadi proses fotosintesis. Fiksasi pada tahapan ini bertujuan untuk mengawetkan semua struktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hamper sama dengan pada waktu masih hidup dan direndam dengan menggunakan larutan FAA (Formaldehyde Acetic-acid Alkohol).
            Setelah batang jagung Zea mays  difiksasi, tahapan selanjutnya adalah pencucian dan dehidrasi. Pada tahapan dehidrasi ini diberikan alkohol bertingkat dari 70 %, 80%, 90 % dan 96 % yang dimana, tiap tingkatan alkohol akan dilakukan dehidrasi selama 10 menit. Pemberian alkohol bertingkat dari konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi bertujuan agar selnya tidak lisi dan rusak. Alkohol bertingkat didapatkan melalui pengencran dengan rumus V1.M1 = V2.M2.
            Tahapan selanjutnya adalah dealkoholisasi dengan menggunakan alkohol-xylol perbandingan3:1, 1:1, 1:3. Tiap perbandingan alkohol-xylol dilakukan selam 5 menit tetapi berdasarkan literatur minimal dilakukan dengan 30 menit. Tahap dealkoholisasi ini dilakukan dari volume alkohol yang terbanyak. Hal tersebut bertujuan agar sel atau jaringan tidak rusak. Dealkoholisasi ini bertujuan untuk menarik keluar alkohol yang berada dalam jaringan untuk digantikan oleh xylol. Hal tersebut dilakukan karena xylol yang mampu berikatan dengan parafin sedangkan alkohol tidak.
            Selanjutnya pada tahap penjernihan dengan menggunakan xylol murni. Penjernihan ini dilakukan yaitu xylol : parafin ( 1 : 9 ) masing-masing 10 menit. Lama penjernihan menggunakan xylol murni berdasarkan literature yang ada yaitu 30 menit. Penjernihan bertujuan untuk menjernihkan sisa-sisa alkohol yang masih terdapat dalam jaringan. Selain itu penjernihan dilakukan dengan menggunakan xylol murni karena alkohol tidak dapat berikatan dengan parafin melalui proses dealkoholisasi dan penjernihan.
            Kemudian tahapan selanjutnya adalah tahapan infiltrasi yaitu menggunakan parafin cair dan parafin beku denan masing-masing menggunakan waktu 5 menit. Infiltrasi menggunakan xylol-parafin dengan 1 : 9. Setelah infiltrasi dilakukan kita sudah bias melakukan tahap embedding atau biasa disebut degan tahap penanaman dengan menggunakan parafin padat.
            Percobaan pembuatan preparat melintang dengan menggunakan metode parafin, hanya bisa dilakukan pada tahap embedding. Hal ini dilakukan karena kurangnya sarana dan prasarana yang memadai atau yang mendukung untuk melakukan proses pengirisan dengan menggunakan mikrotom.
            Percobaan yang kami lakukan hanya sampai pada tahap penanaman. Hal ini karena rusaknya mikrotom di laboratorium sehingga yang diajarkan hanya sebatas teknik pembuatan preparat sebelum pewarnaan. Pada percobaan ini terjadi kesalahan dalam prosedur di mana parafin yang digunakan tidak mampu memadat pada suhu kamar sehingga terjadi pengulangan percobaan. Penggunaan parafin cair tidak efektif karena titik padat yang dimiliki berada di bawah suhu kamar, sedangkan penggunaan parafin padat akan memudahkan proses karena titik padat parafin padat ada pada suhu kamar.


















BAB V

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan preparat yang sempurna terdiri dari proses fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, penanaman, pengirisan, dan pewarnaan. Namun, karena rusaknya mikrotom di laboratorium, proses yang dilakukan hanya terbatas yakni hingga pada tahap penanaman.
V.2 Saran

            Sebaiknya alat dan bahan dalam praktikum segera dilengkapi agar praktikan tidak kesusahan dalam mencari bahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya tulung!! tentang postingan saya